Alan tersenyum, "Senang bertemu denganmu, Hanni. Lagu ini seolah mengingatkan pada kenangan indah yang terlupakan. Seperti saat kita merasa dikelilingi oleh banyak hal, tetapi tetap merasa sendirian."
Hanni menundukkan kepala, perasaannya seakan tercurah begitu saja. "Aku merasa begitu sering. Seperti ada yang hilang, dan aku tidak tahu apa itu."
Alan menatapnya dengan penuh pengertian. "Mungkin yang hilang
Itu adalah kita sendiri. Terkadang kita terlalu fokus pada dunia sekitar kita, sampai kita lupa pada siapa kita sebenarnya. Tapi mungkin, hanya dengan berhenti sejenak dan mendengarkan, kita bisa menemukan kembali diri kita."
Hanni terdiam. Ada kehangatan dalam kata-kata Alan yang seolah membuka jalan bagi dirinya untuk mengerti lebih banyak tentang dirinya. Ia selalu merasa kesepian, tetapi sekarang, di samping Alan, ia merasa sedikit lebih utuh, seolah dunia ini bisa memberi ruang bagi dirinya untuk menemukan jawaban.
Malam itu, Hanni merasa berbeda. Ia merasa lebih ringan, lebih hidup, meskipun hanya dalam beberapa jam yang singkat. Ia sadar bahwa terkadang, kita membutuhkan seseorang untuk menemani kita dalam perjalanan menemukan diri dan malam itu, ia menemukan sedikit dari jawabannya.
Ketika mereka berpisah di ujung malam, Alan berkata, "Terus dengarkan musik itu, Hanni. Ada banyak cerita yang bisa kamu temukan di dalamnya."
Hanni hanya tersenyum, merasa lebih percaya diri. Ia berjalan pulang dengan langkah yang lebih ringan, merasa seolah dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih indah jika ia berani berhenti dan melihat dengan lebih baik.
   Keesokan harinya, Hanni tidak bisa menghilangkan kenangan tentang malam itu. Setiap kali ia menutup matanya, ia teringat akan senyuman Alan yang tulus dan melodi gitar yang mengalun lembut. Entah mengapa, ada perasaan hangat yang harus mengisi dadanya. Hanni merasa lebih kuat, seolah ada harapan baru yang tumbuh dalam dirinya. Ia berharap bisa bertemu dengan Alan lagi.  Â
Namun, saat ia melangkah keluar pagi itu, sesuatu yang tak terduga terjadi.
Di sebuah kedai kopi yang biasa ia kunjungi, Hanni melihat Alan lagi. Pemuda itu sedang duduk di sudut ruangan, mengenakan jaket hitam dan topi yang sedikit miring, sambil meminum kopi dengan tenang. Hanni merasa jantungnya berdetak lebih cepat, tapi ia ragu untuk mendekat. Tak ingin terlihat aneh, ia berbalik untuk pergi ke meja lainnya.