Terhenti pada sebuah titik aku pasrah.
Diantara koma-koma aku mencari ujung yang tak kunjung datang.
Dan ketika kupaksakan tempat dimana titik itu berada,
Maka semua tak lagi sama.
Bagaimanapun juga, sebuah titik bisa menjadi awal dan akhir dari sebuah kalimat,
Dalam hal ini kalimat itu adalah perjalanan hidupku.
Beranjak dan bergerak,
Menghasilkan koma-koma yang hanya akan menjadi tempat singgah,
Yang kemudian kuubah menjadi tanda tanya dan tanda seru,
Bahkan tak jarang ada yang kukutip demi menunjukkan keseriusanku dalam hidup.
Kalimat itu terus berjalan dengan kata-kata yang kurangkai,
Walaupun terkadang aku kehabisan akal dan kata untuk meneruskan,
Tapi hidupku tak boleh hanya tergantung pada satu kata,
Misal, jika, dan, atau, kalau saja…
Bisa saja aku berhenti dan menaruh koma dibelakangnya,
Namun aku tak suka ketidasempurnaan yang harusnya bisa kusempurnakan,
Dengan sedikit saja usaha lebih.
Maka aku terus berjalan,
Sampai pada kepuasan yang memang seharusnya kurasakan…
Seperti ketika sebuah essay dikumpulkan,
Hingga halaman berbalikpun kata-kata yang ditunjukkan tetap seirama dan indah,
Terlebih, tulisan yang muncul adalah wajar, tidak dipaksakan…
Huruf yang sama, bahasa yang seirama,
Kalimat menjadikanmu legenda,
Kata membantumu berirama dan bersuara walau tanpa bunyi,
Dan lagi,
Kau akan menjumpai sebuah titik pada akhirnya.
Titik yang memang seharusnya,
Dengan akhir yang luar biasa,
Dan kau bisa dengan kepala tegak merasa bangga…
Kelak semua mengenalku lewat kata-kata yang telah kutorehkan.
Walau tak sepanjang yang bisa kuharapkan,
Tapi semoga mampu mewakilkan rasa terima kasih pada penciptaku,
Pendampingku, penolongku, dan jejak langkahku, yang menjadikanku benar-benar ada.
Malang, 4 Mei 2011
02.45 WIB
(kamar kos sempit dan nyaman)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H