Pada setiap bulan Ramadhan, harga pangan di Indonesia cenderung mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa komoditas pangan yang bergejolak telah memicu inflasi selama momentum Ramadhan atau periode Maret 2024.Â
Tiga komoditas pangan yang memberikan andil inflasi secara signifikan, antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, serta beras. Dalam beberapa tahun terakhir, inflasi pada Ramadhan memang selalu melonjak, dan tahun ini tidak terkecuali. Inflasi Ramadhan tahun 2024 telah mencapai 0,52 persen, yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dan juga lebih tinggi dibandingkan bulan Februari 2024.
Komoditas telur ayam ras dan daging ayam ras merupakan penyumbang inflasi bulanan terbesar pada Maret 2024, yang masing-masing 0,09 persen. Lonjakan permintaan selama bulan Ramadhan menjadi salah satu faktor pendorong harga telur dan daging ayam ras naik dibandingkan bulan sebelumnya.Â
Hingga pekan ketiga Maret 2024, rata-rata harga nasional telur ayam ras naik 5,73 persen menjadi Rp 32.406 per kilogram (kg) dibandingkan Februari 2024. Di sisi lain, rata-rata harga nasional daging ayam ras pada periode yang sama juga naik 3,89 persen menjadi Rp 39.177 per kg. Komoditas beras pada Maret 2024 turut mengalami inflasi secara bulanan sebesar 2,06 persen dengan andil sebesar 0,09 persen. Mundurnya masa tanam yang diikuti oleh masa panen telah berdampak terhadap pola pembentukan harga beras
Ramadhan selalu identik dengan peningkatan konsumsi, baik untuk kebutuhan sahur maupun berbuka puasa. Pola konsumsi yang berubah drastis selama sebulan penuh ini mempengaruhi permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya mendorong naiknya harga pangan.Â
Meningkatnya permintaan ini, jika tidak diimbangi dengan pasokan yang memadai, akan menyebabkan kelangkaan yang memicu kenaikan harga. Lalu apa saja langkah konkret dapat diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah inflasi akibat melonjaknya harga pangan? Dan bagaimana cara memastikan bahwa kebijakan yang diambil akan efektif dalam menangani permasalahan ini secara menyeluruh dan berkelanjutan?
Fenomena kenaikan harga pangan yang terjadi pada Ramadhan 2024 memicu perbincangan mengenai inflasi dan pengendaliannya. Salah satu teori yang relevan dalam menjelaskan kenaikan harga pangan adalah teori penawaran dan permintaan. Kenaikan harga pangan sering kali disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan.Â
Ketika permintaan akan pangan meningkat secara tiba-tiba, sementara penawaran tidak dapat mengimbangi pertumbuhan permintaan dengan cepat, maka harga pangan akan cenderung naik. Hal ini karena produsen yang tidak dapat memenuhi permintaan yang lebih tinggi cenderung menaikkan harga agar penawaran sesuai dengan permintaan.
Pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk megatasi masalah inflasi akibat melonjaknya harga pangan saat ramadhan seperti pertama melakukan pengawasan harga di pasar-pasar induk untuk mencegah adanya ketidaksesuaian harga. Penetapan harga acuan juga penting dilakukan untuk menghindari tingginya lonjakan harga yang ditentukan oleh pedagang.Â
Kedua pemerintah juga harus menyediakan stok kebutuhan pokok yang memadai untuk menghindari terjadinya kelangkaan bahan kebutuhan pokok. Penyelenggaraan pasar murah juga dapat membantu menekan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok di pasaran, contohnya Pemerintah Kabupaten Indramayu melaksanakan upaya dalam untuk menstabilisasi harga pangan dengan menggelar Gerakan Pasar Murah (GPM) yang diselenggarakan di 31 kecamatan secara bergiliran yang bekerja sama dengan Perum Bulog.Â
Ketiga pemerintah juga dapat mengambil kebijakan fiskal yang tepat untuk mengurangi tekanan inflasi. Contohnya, pemerintah dapat mengurangi pajak untuk bahan makanan strategis atau meningkatkan subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah.