Mohon tunggu...
Vidia Subrata
Vidia Subrata Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akulturasi Budaya yang Melegenda

19 September 2017   07:44 Diperbarui: 19 September 2017   10:40 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suku Jawa, sangat terkenal akan perilakunya yang sopan, ramah, kebersamaan yang tinggi, gotong royong, serta kehalusannya dalam cara bertutur kata. Terlepas dari hal itu mereka memiliki beragam rupa budaya yang mengatur tatanan setiap sendi kehidupan dan sampai detik ini juga masih banyak yang menjujung tinggi adat kebiasaan yang ditularkn dari nenek moyang mereka, mulai dari adat dalam pernikahan, kelahiran, pembangunan rumah, pertanian, selametan, dan lain sebagainya. Meskipun adat tersebut telah terakulturasi dengan paradigma keagamaan, namun pada hakikatnya mereka tetap menghargai setiap warisan budaya tersebut.

secara kalender, Jawa dan Islam hampir memiliki persamaan dalam perhitungan, serta dasarnya pun sama didasarkan pada bulan. Nama bulannya pun hampir sama. Esok masyarakat Islam akan berada dipenghujung tahun hijriyah, dan akan memasuki tahun baru 1439 Hijriyah, begitu pula dalam kalender jawa besok 20 September 2017 adalah hari terakhir bulan besar (Dzulhijjah dalam islam), memasuki awal bulan Suro (Muharram dalam islam).

Memang sebagian besar Suku Jawa menganut agama Islam, sehingga tidak heran apabila sekarang ditemui banyak akulturasi antara budaya Jawa dengan ajaran Islam. Seperti halnya Kebudayaan Selametan. Di masyarakat Jawa kuno acara selametan (Kendurian, Gendorenan) diadakan dengan tujuan agar terbebas dari bahaya atau biasa disebut tolak balak atau bisa juga syukuran atas pencapaian. Jikalau dahuluselametan mereka masih melarungkan makanan atau hasil bumi dan tidak dimakan oleh manusia, kemudian agak modern sedikit dibagikan untuk warga namun dengan prosesi jawa seperti contoh "niki wau dinten senin wage njenengan sedoyo sekseni bilih bapak Joko gadah khajat separan bayi" para undangan hanya menjawab enggeh saja (iya) artinya "hari ini senin wage anda semua jadi saksi acara sepasaran bayi bapak joko " itu prosesi selametan dulu, sekarang ini dilakukan dengan cara diadakan tahlil dahulu (membaca do'a) secara bersama - sama kemudian makan atau langsung dibagikan nasi berkat (nasi dengan lauk pauk).

Banyak sekali acara atau momentum yang biasa orang jawa lakukan dengan wujud selametan, seperti sepasaran bayi, sepasaran manten (pengantin), Ngedekne omah (Mendirikan rumah), atau selametan bersih desa.

Disini kita akan menelisik lebih dalam apa itu selametan bersih desa itu? Acara selametan bersih desa itu adalah selametan warga secara bersamaan guna memperingati misal Hari kemerdekaan RI, tahun baru hijriyah (suronan), setelah terjadi musim paceklik. Esok 20 september masyarakat jawa akan mengadakan selametan bersih desa suronan, dengan tujuan agar desa mereka terhindar dari berbagai macam marabahaya. 

Caranya pun unik, setiap rumah nanti akan membawa 1, 2 atau beberapa nasi dengan lauk yang berisi mi, tahu, ayam, telor, sambal goreng, dsb.(isi lauknya tergantung kemauan dan kemampuan orang tersebut, yang tidak membawa pun tidak apa yang penting ikut datang berdoa nanti pasti tetap ada kelebihan berkat yang bisa dibawa pulang) Berkat itu akan dikumpulkan dengan milik warga yang lain di perempatan jalan dengan menggelar tikar atau dirumah kepala dusun atau dimasjid dan mushola (tergantung kesepakatan warganya). Mereka berkumpul berdoa bersama serta biasanya ditambah wejangan tentang kehidupan dari pemuka setempat, kemudian bertukar makanan tadi, sesampainya dirumah nasi tadi (berkat) akan dimakan bersama dengan anggota keluarganya.

Sungguh momentum ini dijadikan sebagai ajang silahturahmi, yang mungkin saja biasanya selepas bekerja hanya beristirahat dirumah, dengan momen ini bisa bertemu warga lain, makan bersama semakin mendekatkan ikatan batin, mungkin saja yang orang kurang mampu jarang makan enak dengan acara ini bisa makan dengan lauk yang enak dan beragam, desa menjadi tentram karena semua orang saling mendoakan, nyaman karena tegur sapa, gotong royongnya terus terjalin karena komunikasi satu sama lain terjaga, sehingga semakin betah hidup bersama dan berkah Tuhan selalu mengalir untuk warga yang senantiasa memohon padaNya.

Sungguh warisan budaya yang dibalut dengan unsur keagamaan sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, budaya yang membangun sukar untuk ditinggalkan masyarakat. Keselarasan kehidupan di dunia dan kehidupan di akherat kelak dapat berjalan dengan indahnya disini, sungguh semoga sampai nanti kedamaian ini tetap terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun