Mohon tunggu...
Vidia Hamenda
Vidia Hamenda Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pegawai

suka nulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media "Mainstream" Melawan Berita Bohong

10 Februari 2017   08:34 Diperbarui: 10 Februari 2017   09:04 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anti Hoax - jpnn.com

Putra bungsu presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, sempat diberitakan menuliskan status di media sosial miliknya yang berbunyi, "Saya bertanya kepada Bapak Presiden dan Kapolri, apakah rasa sakit karena mencintai diam-diam itu ditanggung oleh BPJS?"Status putra presiden ini pun akhirnya banyak di kutip media mainstream ketika itu, dan terus menjadi pembicaraan publik. Belakangan, Kaesang membantah pernah menulis status tersebut. Setelah ditelusuri akun yang dikutip oleh salah satu media mainstream tersebut palsu, alias bukan milik Kaesang. Situs berita online itu kemudian meralatnya, dan meminta maaf kepada Kaesang.

Contoh diatas patut diikuti oleh media mainstream lain jika melakukan kesalahan dalam sebuah pemberitaan. Contoh diatas juga merupakan contoh yang baik, bahwa media mainstream harus melawan berita bohong (hoax). Tidak bisa dipungkiri, berita hoax tidak hanya terjadi di Indonesia. Hoax juga terjadi di berbagai negara lain. Inilah era keterbukaan yang tidak dihindari dan harus dihadapi. Jika masyarakat bisa menyikapi dengan bijak, maka akan bisa menghasilkan masyarakat yang cerdas dan semakin dewasa.

Di hari pers nasional kemarin, presiden Joko Widodo mengingatkan agar media mainstream terus melawan hoax. Himbauaan ini tentu sangat beralasan. Karena berita palsu ini telah mengkhawatirkan publik, dan bisa memecah belah bangsa ini jika terus dibiarkan. “Saya berharap banyak kepada media arus utama untuk meluruskan hal yang bengkok, menjernihkan kekeruhan, dan tidak lantas ikut larut dan malah memungut isu-isu yang belum terverifikasi di media sosial sebagai bahan berita. Junjung tinggi etika jurnalistik. Faktualitas, objektivitas, dan disiplin dalam melakukan verifikasi tidak boleh luntur,” kata presiden dalam sambutan di hari pers kemarin.

Himbauan presiden ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama. Media sosial terbukti memberikan kecepatan meski minim keakurasian. Apalagi untuk mengakses media sosial saat ini kian mudah. Pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), jumlah pengguna Internet di Indonesia tahun 2016 mencapai 132,7 juta pengguna. Angka ini setidaknya mencapai 51,5 persen dari total penduduk Indonesia. Sementara itu, mayoritas pengguna didominasi generasi muda. 29,2 persen masih didominasi usia 35-44 tahun. Jika melihat angka tersebut, dunia maya telah menjadi daya tarik bagi mayoritas masyarakat di negeri ini. Dalam dunia maya, terdapat media sosial yang juga banyak digemari generasi muda saat ini. Di media sosial inilah, seringkali dijadikan tempat untuk melakukan berbagai hal.

Sekali lagi, media mainstream jangan terjebak dengan hingar bingar pilkada, dengan menyajikan informasi yang tidak sesuai fakta. Media mainstream harus tetap menjadi jembatan informasi bagi khalayak. Informasi menyesatkan harus diluruskan. Informasi yang bisa memecah belah keberagaman, harus dilawan dengan informasi yang menyejukkan sekaligus mencerdaskan. Masyarakat diharapkan juga semakin cerdas dalam mengakses informasi. Literasi media tetap diperlukan, agar masyarakat bisa mendapatkan informasi secara utuh, valid, dan obyektif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun