Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun 2023 membawa banyak cerita, khususnya pada kondisi kebangsaan kita. Tahun kalender 2023 meninggalkan banyak catatan evaluasi terkait relasi antar umat beragama di Indonesia. Salah satunya disebabkan oleh aktifnya propaganda kelompok radikal terorisme di media online yang akhirnya melahirkan disharmoni.
Pada awal tahun 2023 misalnya, kelompok ini menggunakan isu sentimen etnis untuk menyerang komunitas Tionghoa di Indonesia yang dianggap menjadi dalang di balik praktik oligarki dan kapitalisme di Indonesia. Sentimen identitas kembali bergejolak di akhir tahun di Sulawesi Utara antara etnis Minahasa Kristen dan komunitas Muslim. Permainan sentimen ini sebenarnya hanyalah hulu, yang hilirnya adalah realisasi aspirasi kelompok radikal terorisme di Indonesia seperti khilafah, makar, dan semacamnya.
Memang pada tahun menjelang pemilu, kita berhadapan dengan ketegangan yang luar biasa. Pada awal tahun, sebagian dari kita memang khawatir adanya politik identitas yang akan terjadi seperti halnya tahun 2019. Namun itu tidak terjadi. Saat itu bangs akita sampai terpecah, karena pilihan politik. Entah siapa yang memulai, hingga banyak dari kita yang merasa berjarak dengan yang lain hanya karena pilihan politik yang tidak sama.
Jarak yang menjauh itu terjadi pada rekan kerja, rekan alumni, keluarga besar, sahabat, bahkan suami istri. Mereka didorong oleh sesuatu untuk fanatic terhadap calon presiden tertentu. Jika tidak sama, maka kemungkinan besar terjadi perpecahan antar sahabat, antar keluarga dan rekan kerja.
Saat ini perpecahan yang lain juga terjadi menjelang pilpres, namun tidak karena politik identitas, namun hal lain. Â Hal lain penyebab perpecahan inilah yang dipakai oleh beberapa pihak untuk membuat masyarakat berjarak satu dengan yang lain. Sehingga orang tetap merasa terpecah.
Jika perpecahan ini berlanjut, kita mungkin akan mudah dipengaruhi oleh pihak tertentu seperti kaum radikalis. Kaum radikalis ini sering membawa misi tertentu dan mengatasnamakan agama dalam penyebarluasan fahamnya. Padahal faham ini bukan ajaran agama yang benar namun diboncengi oleh kepentingan politik seperti yang terjadi pada ISIS melawan pemerintah Suriah. Berapa ratus ribu orang dari seluruh dunia yang terjerbak oleh propaganda mereka.
Belajar dari situ mungkin kita harus berhati-hati untuk setiap isu yang dibuat sebagai alat oleh pihak lain itu untuk memecah belah kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H