Sejumlah riset menyebutkan, kaum muda yang berasal dari kalangan millenial (kelahiran 80-an dan 90-an) serta kalangan Gen Z (kelahiran 2000-an) punya kecenderungan lebih peduli pada lingkungan. Mereka juga punya kepedulian pada kemanusiaan.
Sebenarnya, tak sedikit yang mencibir bahwa pemuda-pemudi ini umumnya lebih individualis karena suka menghabiskan waktu di depan layar ponsel cerdas. Faktanya, banyak penelitian melansir kalau tak sedikit dari aktifitas mereka di dunia maya adalah berhubungan kelesterian lingkungan dan kemanusiaan.
Kaum muda, khususnya yang berasal dari Gen Z, masih belum punya pengalaman atau jaringan "polusi" sosial. Mereka belum mengenal kawan-kawan yang korup, teman-teman yang radikal, ataupun kolega-kolega pemburu rente yang gemar menguras sumber daya alam.
Gampangnya, mereka masih polos. Oleh karena itu, tak salah jika masyarakat berharap banyak terhadap mereka. Tak terkecuali, harapan agar mereka menjadi agent of peace atau agen perdamaian.
Dalam lingkup kecil, pikiran mereka yang masih jauh dari prasangka buruk pada sesama bisa menjadi jembatan bagi mereka yang lebih senior tapi suka memperdebatkan perbedaan. Kaum muda umumnya suka menjalin kerjasama maupun hubungan sosial yang professional dan egaliter. Tanpa melihat latar belakang orang lain.
Bagi mereka, yang penting "nyambung". Kalau tidak nyambung, mereka lebih memilih untuk mencari solusi agar yang terputus bisa dikorelasikan kembali. Bukan malah berpolemik tentang siapa yang salah atas hubungan yang macet tersebut.
Pada tataran yan lebih luas, konflik-konflik internasional bisa jadi memerlukan partisipasi kaum muda. Mereka tidak punya kepentingan kelompok atau golongan.
Kepentingan mereka hanya berorientasi publik. Yakni, tentang bagaimana membuat dunia yang nyaman ditinggali di masa datang. Orang-orang tua yang sedang berperang di masa kini, bukanlah pewaris dunia di masa depan. Segaris dengan itu, yang mewarisi dunia di masa depan adalah kaum muda di masa kini.
Kaum muda pasti tidak rela kalau bumi tempat tinggal mereka dilululuhlantakkan oleh perselisihan demi perselisihan yang terjadi di saat ini. Maka itu, gagasan untuk melibatkan para muda sebagai juru damai di level global mesti terus digaungkan. Ide dan kepentingan umum yang bakal mereka perjuangkan melintasi ruang dan waktu.
Terlebih, mereka punya pikiran yang visioner, kreatif, serta inovatif. Dengan demikian, problematika yang dihadapi baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional, bisa ditangani dengan sumbangsih pemikiran kaum muda. Tentu saja, diperlukan pula kolaborasi aktif dengan mereka yang lebih berpengalaman. Â Â