Bom Bali yang meledak pada malam hari pada oktober 2002 dan membuat sekitar 203 orang tewas. Para korban meliputi banyak wisatawan sedang sedang menghabiskan malam di kafe kesukaan mereka. Tapi ada juga korban yang merupakan orang Indonesia baik dari bali maupun dari jawa.
Dengan begitu para korban tidak bisa kita katakana sebagai kafir seluruhnya seperti yang diinginkan oleh para pelaku. Seperti yang diketahui bahwa para pelaku punya keyakinan bahwa mereka harus berperang melawan kafir. Dan para wisatawan yang sebagian sedang bermabuk-mabuk dan melakukan hal lain tak sesuai dengan ajaran agama.
Lalu ada beberapa bom lain di beberapa daerah seperti Mojokerto, beberapa di Jakarta , Medan dll sampai pada pucaknya lagi meledak bom di JW mariot dan selanjutnya di Bali (Bom Bali 2)
Setelah beberapa diskusi pemerintahan berlangsung beberapa tahun setelah bom-bom itu meledak, ada suatu desk khusus terorisme di Menkopolkam. Karena terorisme dkk (intoleransi, radikalisme, terorisme dll) saat itu (sampai saat ini) menjadi concern pemerintah Indonesia sehingga lahirlah BNPT untuk melakukan penanggulangan terorisme. Tentu saja bersama dengan Densus 88 yang bekecimpung di anah penindakan
Selama 13 tahun berdiri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah berperan penting dalam memerangi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Dalam rentang waktu tersebut, BNPT telah menghadapi berbagai tantangan pelik dan kompleks, terutama berkaitan dengan maraknya radikalisme online yang menurut para pengamat kini telah menjadi gaya baru gerakan terorisme dan radikalisme di berbagai belahan dunia.
Sebagai warga tentu saja kita harus menghargai upaya yang dilakukan pemerintah itu. Bagaimanapu terorisme adalah kejahatan berat dan menimbulkan trauma bagi keluarga yang menjadi korban. Lalu kini tumbuh konservatisme agama yang sengaja ditumbuhkan oleh tokoh tokoh agama tetentu dengan asumsi bahwa itu penting untuk menjaga kemurnian aama atau menjaga kita dalam koridor agama yang murni.
Celakanya konservatisme agama ini membuat hubungan kita dengan pihak yang berbeda menjadi tidak nyaman. Lebih buruknya lagi beberapa bidang seperti pendidikan mendekat ke konservatisme agama ini. Tentu saja bisa dipastikan, 5-10 tahun lagi anak didik dominan dengan anak-anak intoleran dan sulit beradaptasi dengan pihak luar yang bebeda.
Ini tantangan kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H