Mohon tunggu...
Vidia Hamenda
Vidia Hamenda Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pegawai

suka nulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jauhi Kesombongan dan Eksklusivitas Religi

8 Desember 2022   15:07 Diperbarui: 8 Desember 2022   15:16 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: cnn indonesia

 

Mungkin kita jadi semakin sering mendengar istilah intoleran. Istilah ini muncul ketika terjadi penolakan atau semacam penghindaran dari satu kelompok kepada kelompok lain berdasarkan keyakinan atau etnis tertentu.

Mungkin awalnya kita meremehkan persoalan itu. Mungkin penolakan orang mengucapkan hari raya umat lain bisa ditolelir, atau ketidakmauan anak kita bersekolah di sekolah yang banyak non muslimnya membuat kita berfikir memang seharusnya mencari sekolah yang sama agamanya. Kita seringkali tidak sadar mentolelir tindakan intoleran yang ada disekiling kita.

Namun sadarkah kita sejatinya tindakan mentolelir perilaku dan sikap intoleran sejatinya beresiko besar. Anak kita akhirnya akan punya semacam preferensi bahwa menolak orang yang berbeda adalah hal normal sehingga ke depannya dia mungkin berprespektif sempit soal perbedaan. Atau bisa juga membuat dia seakan punya keyakinan / iman lebih tinggi dibanding yang berbeda iman. Ini bisa saja terjadi karena dia terbiasa pada lingkungan yang homogen dan tidak berbineka. Mereka akan merasa orang yang tidak seperti dirinya adalah orang yang sangat berdosa sedang orang yang seperti dirinya adalah orang suci.

Pentoleriran intoleran akan berpengaruh selain pada kesombongan iman, juga rasa eksklusif diri dibanding yang lain. Hal ini menyebabkan satu pihak kurang bisa bersinergi dengan pihak lain yang berbeda. Istilah anak muda "ngggak bisa ngeblend". Rasa eksklusif religious dicampur rasa kesombongan iman akan memberikan efek yang negative pada sekeliling.

Bahkan perasaan itu akan mendatangkan perasaan rasa benci bahkan permusuhan. Kita bisa melihat surat wasiat yang ditulis oleh wanita yang menyerang Mabes Polri. Pada surat wasiat dia menyarankan kepada ibunya agar menjauhi kegiatan Dasa Wisa dimana ibunya aktif di sana dan menghentikan menyimpan uang di bank karena riba. Konsep-konsep agama yang tekstual dan sempit itu dibawa oleh dirinya kepada orang lain yang dekat terutama keluarga agar punya perspektif seperti dirinya.

Sikap-sikap seperti ini membuat kita harus menghindarinya. Tidak ada dasar dalam ajaran agama manapun yang meminta umatnya untuk bersikap intoleran terhadap orang yang berbeda agama / keyakinan. Agama mengajarkan kehidupan harmoni dengan pihak lain. Harmoni ini bisa membuat kita saling tolong menolong dan peduli. Mereka dan kita  meskipun bukan saudara dalam iman, tetapi kita adalah saudara dalam kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun