Ada pemandangan tak biasa pada peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 77, minggu lalu. Pemandangan tak biasa yang disajikan oleh beberapa media televisi dan kemudian muncul di media online kita adalah peringatan kemerdekaan itu di Pondok Pesantren al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo , Jawa Tengah.
Melihat lokasinya yang di Ngruki, pasti banyak pembaca mafhum bahwa pengasuh pondok pesantren itu adalah Abu Bakar Baasyir atau sering dikenal sebagai ustadz ABB.
Dimasa lalu sosok ini disegani sekaligus ditakuti oleh banyak orang karena kegigihannya menentang Pancasila dan negara kesatuan Republik Indonesia. ABB yang dikenal jihadis ini memang menghabiskan sebagian hidupnya di Malaysia dengan karibnya bernama Abdullah Sungkar. Mereka mendirikan Jamaah Islamiyah yang kemudian menjadi inspirasi banyak kaum jihadis untuk melakukan penyerangan kepada aparat dan kegiatan terror kepada masyarakat terutama yang berbeda kayakinan. Bom Bali adalah salahsatu buktinya.
ABB juga telah berulangkali masuk ke penjara karena penentangan terhadap negara dan keterkaitan dengan berbagai kekerasan di Indonesia. Terakhir dia dipenjara 15 tahun penjara karena terbukti terkait dengan pendaan kelompok perlawanan Aceh lalu dibebaskan sebelum masa hukumannya usai.
Dan kini kita melihat di media bagaimana suasana upacara peringatan HUT kemerdekaan RI. Meriah dan sangat nasionalisme. ABB telah berhasil mengubah sudut pandangnya terhadap Pancasila dan negara. Dia tidak lagi menaruh negara di satu sisi dan agama di sisi lainnya dengan pertentangan. Dia berhasil mencari titik temu pandangan bahwa negara dan landasan Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam yang diyakininya.
Perjalanan batin dan mental ABB mungkin bisa ditiru oleh beberapa pihak yang sampai sekarang masih membenturkan negara dan agama. Banyak dari mereka tidak mau mengakui Pancasila, dan symbol symbol negara lainnya seperti bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya dan UUD 1945.
Banyak dari mereka yang berpendirian ini ada yang berprofesi sebagai guru dan beberapa sector penting lainnya. Situasi ini menyebabkan banyak sekali anak didik mereka di sekolah punya faham yang berbeda dengan faham Pancasila. Mereka tidak merasa perlu menghafal Pancasila, dan lagu kebangsaan. Mereka tidak merasa perlu melakukan upacara. Mereka juga membatasi dalam berinteraksi dengan anak lain berbeda keyakinan karena agama yang berbeda. Intinya mereka sebagai generasi muda gagal mencari titik temu antara kebangsaan dan nilai agama.
Pada momentum kali ini mungkin kita bisa belajar bersama bahwa agama dan kebangsaan adalah dua hal yang tidak perlu dipertentangkan. Keesaan Allah termaktub dalam sila pertama Pancasila. Negara sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama. Kita bisa belajar dari perjalanan spiritual ABB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H