Beberapa waktu lalu kita mendengar seorang yang terhormat dalam masyarakat, ditangkap oleh pihak Densus 88. Bukan saja terhormat tapi juga beliau menjadi salah satu tokoh dan menjabat salah satu bagian di salah satu lembaga agama di masyarakat.
Penangkapan itu diketahui dengan alasan bahwa yang bersangkutan terlibat kegiatan terorisme. Penangkapan oleh aparat berwenang seperti densus 88 itu memang tidak sembarangan karena pastilah mereka sudah mengantongi tidak saja indikasi tapi juga bukti kegiatan yang menghubungkan bersangkutan dengan kegiatan terorisme seperti jaringan komunikasi offline maun online yang bersangkutan. Mereka juga pasti sudah mengantongi aliran dana dan jaringan sumber-sumberdana yang berhubungan dengan yang bersangkutan. Bukti penerimakan dan pengiriman dana sudah diantongi oleh aparat.
Lebih dari itu mereka juga pasti sudah mengantongi jaringan ideologis dan latar belakang pelaku yang ditangkap itu. Jaringan ideologis ini penting karena pada masa kini sering dilakukan melalui kegiatan online baik melalui telepon atau internet sehingga tidak kasat mata. Beberapa alasan inilah, aparat bisa menangkap yang bersangkutan.
Tentu saja ini bukan sesuatu yang sederhana, tapi melalui proses pekerjaan yang cukup rumit dan memakan waktu. Soal dana misalnya. Aparat akan meminta bantuan bank untuk menjabarkan transfer dari dan kepada bersangkutan. Ini juga bukan sederhana karena bisa saja seseorang memakai rekening orang lain untuk menerima dan mengirimkan dana. Sehingga tidak saja melibatkan bank tetapi juga  PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)  dan stakeholder lain yang relevan.
Begitu juga dengan hal komunikasi. Aparat pasti juga melibatkan operator telepon seluler dan para analisis big data. Dari pelibatan ini seringkali akan terlihat bagaimana jaringan itu bekerja dan seberapa besar kegiatannya, sehingga bisa diketahui juga motivasi dan dampaknya pada pihak lain yang mereka pengaruhi. Begitu seterusnya.
Dari penjelasan ini bisa memberi gambaran kepada kita bahwa pekerjaan melawan terorisme tidak saja melibatkan satu atau dua pihak saja, semisal aparat  pemerintah (densus 88) tetapi mau tidak mau melibatkan banyak pihak; ada pihak swasta (yaitu bank, operator telepon dll ), pelibatan pihak pemerintah lainnya (PPATK,  analisis data, bahkan mungkin badan intelijen).
Pelibatan yang merupakan wujud dari kerjasama inilah yang dibutuhkan agar ancaman radikalisme dan terorisme  bisa diberantas dengan baik dan tidak menjadi duri dalam sepatu yang menyakitkan bagi kita. Bagaimanapun radikalisme tidak saja merugikan dari segi korban tapi juga generasi muda karena seringkali masuk melalui keyakinan para generasi muda.
Dengan keterlibatan banyak pihak (multipihak) akan membantu pihak berwenang dalam hal terorisme seperti BNPT Â untuk menuntaskan tugasnya agar masyarakat dapat terbebas dari ancaman terorisme
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H