Mohon tunggu...
Vidia Hamenda
Vidia Hamenda Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pegawai

suka nulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cita-cita HTI Cuma Mimpi

26 Agustus 2020   09:15 Diperbarui: 26 Agustus 2020   09:03 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tahu bersama bahwa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masuk ke Indonesia sekitar tahun 1980-an dari Australia. Pada masa itu, mereka masuk ke beberapa komponen masyarakat seperti para pelajar dan mahasiswa, juga pengajian-pengajian terbatas. Pergerakan mereka sangat senyap, bahkan beberapa literasi menyebutkan bahwa aktivitas mereka mirip gerakan bawah tanah alias klandestin.

Penyebabnya adalah secara global pada masa-masa awal organisasi ini berkembang, mereka sudah berani melakukan gerakan politik di beberapa negara termasuk negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. 

Gerakan itu sering menimbulkan ketidakstabilan keamanan dan politik, sehingga mempengaruhi kestabilan pemerintah yang sah sehingga mereka kerap dianggap penganggu.

Hal itu tidak lepas karena Hizb Ut Tahrir (dalam arti sebenarnya adalah partai kemerdekaan --untuk negara Palestina dari Israel) memperjuangkan khilafah. Konsep khilafah ini banyak ditolak banyak negara termasuk negara islam, karena konsep ini tidak mungkin bisa diterapkan pada zaman sekarang alias tidak cocok. Selain itu nasionalisme negara-negara islam sudah cukup kuat sehingga konsep khilafah sangat tidak cocok.

Kita bayangkan saja begini: sistem khilafah yang diusung oleh Hizb Ut Tahrir (termasuk HTI) tidak mengakui adanya demokrasi karena demokrasi dianggap buatan manusia (kafir). 

Begitu juga penghargaan untuk pahlawan bangsa nyaris tidak ada karena juga dianggap sebagai produk kafir. Dua contoh kecil ini adalah hal-hal yang tidak mungkin diterapkan lagi pada masa kini.

Kita tahu demokrasi adalah salah satu indikator kemajuan suatu bangsa karena dianggap bisa memberikan support bagi keputusan yang diolah dan dibuat oleh pemerintah. 

Jika demokrasi tidak ada dalam suatu negara dan diganti oleh konsep kekhalifahan (syariat islam)maka yang ada adalah otoriter agama yang tidak memungkinkan bagi penganut agama lain untuk bersuara dan menyalurkan pendapatnya.

Sehingga tak salah jika salah satu pengamat Timur Tengah mengatakan " Artinya satu khilafah memimpin dunia Islam seluruhnya kan hal yang utopis (mimpi), tidak mungkin," ujar Smith kepada salah satu media internasional.

Modus yang dilakukan oleh HT di skala global adalah mendorong partai-partai oposisi serta beberapa pihak untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang sedang berkuasa. Setelah mereka berhasil mereka berkolaborasi untuk membentuk ke-khalifahan dalam negara itu. Dengan demikian, cita-cita HT berhasil diwujudkan.

Kondisi ini tentu saja sangat tidak ideal bagi negara-negara itu. Bukan hanya soal kekuasaan tetapi mayoritas masyarakat (rakyat) pasti tidak siap atau tidak setuju dengan konsep itu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun