Kedatangan Djohar Arifin Husin menemui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menimbulkan kontroversi. Seperti diketahui, Djohar merupakan mantan Ketua Umum PSSI sebelum La Nyalla Mattalitti. Selain itu, sebelum menjadi Ketum PSSI, Djohar juga pernah menjabat sebagai deputi di Kemenpora.
Djohar memang memimpin langsung Kongres PSSI di Surabaya pada 18 April 2015. Dalam Konges Luar Biasa PSSI tersebut, La Nyalla terpilih sebagai Ketum PSSI periode 2915-2019 untuk menggantikan Djohar Arifin. Pada posisi seperti itu, Djohar status Djohar adalah demisioner.
Ada Surat Keputusan Pembekuan dari Menpora saat La Nyalla terpilih sebagai Ketum PSSI terbaru yaitu pada tgl 17 April 2015. Tapi FIFA dan AFC sudah mengakui La Nyalla sebagai Ketum PSSI periode 2015-2019.
Tak bisa dipungkiri bahwa ini adalah manuver. Manuver yang dilakukan Djohar Arifin dianggap akan mempersulit dialog antara PSSI dan Menpora.
Kita ingin sanksi FIFA segera dicabut, karena kondisi sepakbola Indonesia akan lebih parah jika berjalan panjang. Semua komponen masyarakat ingin PSSI dan Menpora menyelesaikan permasalahan, tapi terhalang oleh manuver yang dilakukan Djohar. Tindakan Djohar ini dianggap melakukan tindakan tidak etis. Alasannya, Djohar tak berkomunikasi terlebih dahulu dengan pengurus PSSI aktif.
Komite Etik PSSI merespon cepat usai pertemuan Djohar Arifin dan Menpora. Mereka mengingatkan Djohar yang telah menyerahkan jabatannya ke La Nyalla Mattalitti telah melanggar Kode Etik PSSI Pasal 2 Ayat 1.
Hal itu juga diamini oleh mantan Ketua Umum PSSI yang kini duduk sebagai Dewan Kehormatan PSSI, Agum Gumelar, menyatakan kekecewaannya terhadap manuver Ketua Umum PSSI periode 2011-2015 itu. “Terus terang saya kecewa dengan yang dilakukan," kata Agum Gumelar.
Jadi, apa yang diingini Djohar ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H