Mohon tunggu...
Fida Juniati
Fida Juniati Mohon Tunggu... -

sedang berjuang untuk menjadi manusia tangguh, bijak dalam berfikir dan bertindak.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Defisit menjadi Langganan

15 Mei 2015   10:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KETIKA DEFISIT NERACA PERDAGANGAN MENJADI LANGGANAN

Oleh

Fida Juniati

Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Konsentrasi Moneter 2012, Universitas Jember

Kinerja neraca perdagangan Indonesia yang semakin menurun dari waktu-ke waktu ke waktu patut diwaspadai oleh pemerintah, pasalnya sejakpertengahan tahun 2011 lalu Indonesia selalu mengalami current account defisit atau defisit neraca berjalan yang terus meningkat dan semakin melebar. Pada pertengahan tahun 2011 keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit US$ 4,0 milliar. Berlanjut hingga tahun 2012 namun defisit ini mengalami penurunan menjadi US$ 2,8 dibanding tahun sebelumnya.. Puncaknya terjadi pada tahun 2013 dimana terjadi defisit sebesar US$ 8,6 milliar (3,89% (PDB) dan angka ini merupakan angka terbesar sepanjang sejarah. Pada november 2014 tercatat defisit sebesar US$ 1,36 milliar. Pada tahun 2015 sendiri, neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$ 710 juta. Namun hal ini dirasa belum menunjukkan kinerja yang baik dalam neraca perdagangan, karena sampai saat ini harga minyak dunia masih melemah dan lagi negara tujuan utama ekspor indonesia yaitu China masih mengalami keterlambatan pertumbuhan Jadi bukan tidak mungkin tahun ini neraca perdagangan indonesia masih akan defisit.

Mengurai Dalang di Balik Defisitnya Neraca Perdagangan

Penurunan kinerja neraca perdagangan terutama disebabkan oleh turunnya ekspor hasil minyak dan gas di tengah tren penurunan harga minyak dan komoditas internasional. Kedua, di pengaruhi oleh turunnya surplus neraca perdagangan non migas di tengah permintaan global. Tekanan yang terjadi bukan saja disebakan oleh ekspor migas yang menurun tetapi juga disebabkan oleh tingginya permintaan barang-barang konsumtif yang tidak bisa di penuhi dalam negeri sehingga mau tidak mau ya harus impor. Selain itu tekanan defisitnya neraca berjalan juga bersumber dari neraca jasa yang selalu defisit.

Ironis memang defisit neraca perdagangan selalu menjadi langganan yang selalu datang setiap tahunnya namun seolah-olah tidak ada solusi jangka panjang dari pemerintah untuk mengatasi masalah defisit ini bahkan dengan melemahnya nilai tukar yang terjadi saat ini yang seharusnya bisa menjadi peluang bagi indonesia untuk meningkatkan nilai ekspor, tapi lagi-lagi belum bisa dimanfaatkan eksportir Indonesia secara maksimal.

Defisit neraca perdagangan menandakan bahwa negara kita lebih banyak mengkonsumsi dan membeli sehingga bisa berdampak pada melemahnya nilai tukar kita di banding negara yang mengekspor barang dan jasanya ke negara kita. Fungsi lain dari neraca pembayaran selain bisa menunjukkan keadaan perekonomian suatu negara yang berkaitan dengan ekpor dan impor, juga bisa menunjukkan indikator fundamental suatu negara, jika terjadi defisit itu berarti menunjukkan bahwa negara itu tidak mempunyai cadangan defisa yang cukup, sehingga negara tersebut tidak memiliki kekuatan ekonomi dan sangat rawan terkena krisis dan selain itu hal ini mengimplikasikan pendapatan negara yang semakin berkurang sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan hutang luar negeri.

Indonesia bukanlah negara miskin, dimana kita tidak punya apa-apa untuk bisa dimanfaatkan tapi kenapa harus impor dan impor lagi. Selain itu kebijakan pemerintah dalam melakukan intervensi harga impor dinilai salah, pasalnya hal ini bisa mematikan produk dalam negeri dan jika indonesia terus melakukan impor dan impor lagi tampa ada pembenahan dari sisi produktifitas pertanian dan indutri, maka itu akan merugikan Indonesia selain merugikan, impor bisa menyebabkan kecanduan. Sedikit-sedikit mengandalkan impor. Lalu bagaimana dengan produk-produk lokal kita. Haruskah mereka di abaikan begitu saja?

Berkaca Dari Negara Macan Asia

Indonesia perlu berkaca dari negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang dan Cina. Korea selatan telah mampu menggandakan angka ekspor sampai 10 kali lipat hanya dalam waktu 7 tahun. Padahal lima puluh tahun yang lalu, Korea Selatan merupakan salah satu negara termiskin di dunia, namun kini GDPnya tinggi diikuti oleh pemerataan dan peningkatan kesejahteraannya dan Cina yang telah mampu menjadi salah satu negara eksportir terbesar di dunia.

Kemandirian pangan mungkin bisa menjadi solusi peliknya masalah defisit ini. Indonesia yang merupakan negara agraris sangat perpotensi untuk bisa swasembada pangan. Tidakkah sayang jika devisa kita tergerus US$16 milliar hanya untuk impor pangan setiap tahunnya. Perlu adanya strategi pengelolaan pangan yang harus dilakukan pemerintah untuk membawa Indonesia berswasembada pangan.

Memanage ekspor dan impor dengan baik, mungkin juga bisa menjadi solusi bagi indonesia untuk menekan defisit neraca perdagangan, hal ini dapat dilakukan dengan memprioritaskan kebutuhan mana yang mendesak dan tidak begitu mendesak, sehingga tidak melulu harus impor dan impor lagi. Ditambah dengan tidak adanya biaya subsidi bahan bakar minyak yang mungkin bisa menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia, selain itu perlu adanya pembenahan dalam sektor pertanian dan industri misalnya dengan meningkatkan produktivitas dan perbaikan mutu produk sehingga bisa menekan angka impor dan bisa menghemat cadangan devisa, apalagi di tambah dengan melemahnya rupiah akhir-akhir ini yang bisa menguras habis cadangan devisa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun