Kesiapan Koperasi Simpan Pinjam Menjelang MEA 2015
Oleh : Fida Juniati
Mahasiwa Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan,
Konsentrasi Moneter 2012, Universitas Jember
Pergerakan globalisasai terus-menerus menjadi isu yang menarik untuk di perbincangkan. Bagaimana tidak pergerakan globalisasi yang terus berkembang akan menjadikan kita tersisih dan stagnan atau jalan di tempat apabila tidak mampu mengikutinya. Selama ini Indonesia telah banyak menjalin kerjasama dengan negara-negara lain, yang terbaru adalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan berlaku pada desember 2015, meskipun sudah di depan mata banyak pihak menganggap bahwa Indonesia belum sepenuhnya siap untuk menghadapi MEA ini. Keadaan ekonomi dunia yang semakin berkembang mau tidak mau menuntut kita untuk melakukan pembenahan, terutama dari sisi internal yaitu peningkatan efisiensi maupun peningkatan daya saing.
Menurut data survey yang di lakukan Japan ASEAN Integration Fund (JAIF) pada 2012 sebanyak 73% para pelaku bisnis di ASEAN yang menjadi responden berpandangan bahwa integrasi ASEAN akan memberikan manfaat peningkatan Ekonomi, dan 64% kalangan publik meyakini bahwa integrasi ASEAN akan meningkatkan kondisi secara keselurahan. Lalu bagaimana dengan koperasi, mampukah koperasi menghadapai tantangan global saat ini?
Didalam sebuah komunitas pasti selalu di warnai dengan adanya persaingan. Bila mana jika koperasi indonesia tidak bisa bersaing maka keberadaannya akan tergerus oleh koperasi atau jasa keuangan asing dari negara-negara ASEAN lainnya. Koperasi sebenarnya mempunyai peluang untuk bisa berkembang di tengah Masyarakat ekonomi ASEAN. Lembaga yang beralaskan kekeluargaan itu di nilai sangat potensial untuk mewadai pelaku usaha sehingga bisa mejadikan koperasi mempunyai kekuatan besar untuk bisa berdiri dengan kokoh di tengah-tengah masyarakat tunggal asean. Di Indonesia sendiri, koperasi sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sarana paling efektif untuk menghadapi MEA mengingat jumlahnya yang telah mencapai hampir 200.000 unit dengan tingkat pertumbuhan mencapai 7-8 persen pertahun.
Dengan adanya MEA bisa memudahkan koperasi untuk mengakses modal investasi negara-negara di ASEAN. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk bisa mengembangkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan mempertahankan eksistensinya di tengah masyarkat tunggal ASEAN, namun tidak bisa di pungkiri bahwa tantangan koperasike depannya tidak mudah. Kondisi koperasi Indonesia sendiri serta paradigma masyarakat tentang koperasi bisa menghambat koperasi untuk bersaing di MEA.
KSP yang merupakan bagian dari umkm, sebenarnya menghadapi masalah yang tidak jauh beda dengan UMKM lainnya. Seperti modal, sumber daya manusia, manajerial, pengembalian kredit dll yang seolah-olah menjadi penyakit kronis yang tidak mudah untuk diatasi. Selama ini koperasi simpan pinjam tidak banyak di minati oleh usaha kecil dan mikro sebagai lembaga keuangan penyedia pinjaman, terbukti hanya sekitar 7,09% usaha mikro memanfaatkan pinjama koperasi dan 4,85 % usaha kecil yang meminjam dari koperasi, ironis memang, hal ini sangat kontras dengan sebutan koperasi sebagai “ soko guru perekonomian” justru kebanyak usaha mikro dan usaha kecil memanfaatkan sumber pinjaman dari rentenir yaitu sekitar 70,35% untuk usaha mikro dan usaha kecil 30,16%. Adanya paradigma yang salah di dalam masyarakat semakin membawa koperasi ke lembah yang curam, bagaimana tidak kebanyakan masyarakat menganggap koperasi adalah badan usaha yang kecil yang hanya bisa dimanfaatkan oleh usaha kecil-kecil saja, bukan untuk usaha menengah atau bahkan usaha besar sebagi tempat untuk melakukan pinjaman.
Semua itu menandakan bahwa koperasi belum mampu bersaing sepenuhnya, itu hanya di bandingkan dengan penyedia sumber pinjaman domestik belum lagi kalau menghadapi masyarakat tunggal asean. Bagaimana nasib koperasi di tengah leberalisasi dan integrasi ASEAN? Tidak mudah memang membuat koperasi keluar dari lembah masalah yang begitu curam untuk di lewati namun mau tidak mau harus bangkit dan bersaing agar tidak semakin tergerus.
Perlu adanya solusi untuk menghadapi permasalahan koperasi diantara adalah melakukan pembenahan dari segi internal koperasi itu sendiri, misalnya dengan melakukan pembenahan dalam hal kepemimpian, manajemen, keuangan. Selain itu pemerintah juga harus berperan dalam menjaga eksistensi koperasi di tengah MEA 2015. Pemerintah merupakan aktor utama, yang kebijakannya sangat di perlukan untuk perkembangan koperasi. Pemerintah harus membuat kebijakan yang pro rakyat dan jangan sampai memihak lembaga keuangan asing lain yang akan masuk ke Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H