Obat antinyamuk adalah pestisida rumah tangga yang paling populer digunakan semua lapisan masyarakat. Hampir semua orang menggunakan obat antinyamuk sebagai pengusir serangga yang sangat menyebalkan ini.
Produk antinyamuk sering diangap sebagai bahan kimia yang aman bagi manusia. Bahkan, agar terkesan aman, sekarang ini banyak produk antinyamuk yang diberi tambahan pewangi sehingga konsumen mengira obat ini sangat aman digunakan setiap saat setiap waktu. Padahal, kalau cara pemakaiannya tidak benar ataupun digunakan secara berlebihan, obat antinyamuk ini bisa membahayakan kesehatan.
Merebaknya penyakit demam berdarah membuat sebagian orang makin tak terkendali dalam mengunakan produk antinyamuk. Tanpa takaran jelas, produk antinyamuk digunakan sesering mungkin untuk membasmi atau sekedar menghalau nyamuk dirumah. Pengaruh iklan yang menjerumuskan juga membuat orang makin tidak waspada terhadap bahaya penggunaan obat antinyamuk secara berlebihan.
Pengaruh iklan sangat meracuni pikiran konsumen, terutama bagi mereka yang kurang pengetahuan tentang penggunaan obat antinyamuk ini. Sering kita temui seorang ibu menyemprot seluruh ruangan rumahnya dengan cairan antinyamuk mski saat itu seluruh keluarga berada di dalam rumah, terutama anak-anak balita. Mereka asyik bermain dalam ruangan yang disemprot tersebut dan tanpa sadar menghirup racun dalam obat antinyamuk itu. Konsumen tersebut rupanya tidak mengetahui bahaya sebenarnya penggunaan obat antinyamuk yang tidak tepat bagi kesehatan. Tentu saja pengaruh iklan sangat kentara dalam gaya konsumen menggunakan obat antinyamuk ini. kebiasaan meniru tingkah laku bintang iklan memang harus dikoreksi ulang sebab terkadang tidak sepenuhnya tepat. Umumnya, iklan produk antinyamuk tak informatif dan kurang mendidik sehingga masyarakat pengguna produk menjadi salah kaprah dalam menggunakan produk itu. Untuk itu, sosialisasi pada konsumen tentang cara penggunaan obat antinyamuk yang benar sangat diperlukan.
Tak dapat disangkal bahwa nyamuk adalah hewan sangat menjengkelkan. Lewat gigitannya, banyak penyakit dapat ditularkan, mulai dari demam berdarah, malaria, sampai kaki gajah dan chikukunya. Oleh sebab itu, memang tak sepenuhnya salah apabila sebagian dari kita sering menggunakan obat antinyamuk untuk mencegah gigitan serangga ini. Ketika tersiar berita bahwa sebuah produk antinyamuk, sebut saja merek X, dinyatakan berbahaya bagi kesehatan, barulah kita sadari bahwa menggunakan obat antinyamuk ibarat memakan buah simalakama. Bila tidak menggunakannya, kita dan terutama buah hati kita, bisa terkena penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, misal demam berdarah. Di sisi lain, tindakan tersebut pun sama saja dengan mendatangkan racun. Pasalnya, tidak hanya obat antinyamuk X, yang disinyalir mengandung diclorvos, yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi semua jenis obat antinyamuk pun ternyata memiliki potensi untuk itu. Pembedaannya hanyalah tingkat keracunan yang ditimbulkan, tergantung jenis bahan aktif yang dikandung dan cara penggunaannya. Perlu diketahui, semua obat antinyamuk ternyata mengandung pestisida yang biasa digunakan untuk membasmi hama.
Bahan kimia aktif yang banyak digunakan obat antinyamuk di Indonesia adalah diklorvos, propoksur, dan transflutrin. Dari ketiga jenis itu, yang paling berbahaya adalah diklorvos dan propoksur. Berdasarkan peringkat bahan kimia berbahaya yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diklorvos menduduki peringkat pertama sebagai produk paling berbahaya, sedangkan propoksur menduduki peringkat kedua. Sementara transflutrin, meskipun berbahaya, masih dianggap memiliki kadar bahaya yang lebih rendah.
Menurut Pesticide action Network, sebuah organisasi internasional yang berfokus pada pestisida di Amerika Serikat, diklorvos dan propoksur sering dipkai pada produk abat antinyamuk semprot, bakar, dan elektrik. Padahal, bahan tersebut termasuk kategori yang sangat beracun,. Sementara di Indonesia, setelah diklorvos dilarang, produk antinyamuk beralih ke propoksur dan transfultrin meskipun sampai saat ini masih ada beberapa produk abat antinyamuk yang memakai diklorvos. Sejumlah produsen bahan menambahkan S2 (octachloro dipropyl ether) pada produknya supaya obat antinyamuk tersebut lebih ampuh membunuh naymuk dan serangga lainnya seperti kecoa, lalat, dan semut. Kelihatannya memang sangat ampuh, tetapi jangan cepat terlena. Bagaimanapun, keampuhannya berbanding lurus dengan bahayanya. Obat antinyamuk model ini jauh lebih berbahaya, terutama jika dibakar. Pembakaran bahan tersebut dapat menghasilkan BCME (bischloromethyl ether) yang berisiko memicu kanker paru-paru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H