Judul tulisan ini mengacu pada lagu yang sering dinyanyikan saat Aksi Hari Marsinah 08 Mei. Nyaris setiap tahun menulis tentang Marsinah. Membicarakan Marsinah. Apa tidak bosan? Tidaklah! Semakin dibicarakan dan ditulis, semakin menandakan ada yang salah dalam Kasus Marsinah. Kasusnya ditutup sebagai Kasus Kriminalitas belaka, tanpa Terhukum yang jelas.
Tersebutlah Marsinah seorang buruh di PT. Catur Putra Surya yang gembira dengan keluarnya surat edaran yang isinya adalah naiknya gaji pokok di kisaran 20%. Saat itu, gaji pokok di kisaran Rp 1.700,- dan dengan adanya surat edaran tersebut gaji pokok naik menjadi Rp 2.250,-. Tentu saja kabar ini adalah hal yang menggembirakan bagi para buruh termasuk Marsinah, namun PT. Catur Putra Surya mengganggap berita ini adalah berita yang tidak menggembirakan, karena dengan kenaikan sebesar itu dianggap memberatkan perusahaan.Â
Marsinah pun bersiap memimpin teman-temannya, antara tanggal 01 Mei hingga 05 Mei, gadis kelahiran 10 April 1969 ini mempersiapkan aksi-aksi yang menuntut agar PT. Catur Putra Surya untuk melaksanakan surat edaran gubernur Jawa Timur, namun tampaknya ada pihak pihak yang tak ingin para buruh ini bergerak untuk melakukan tindakan aksi, karena Marsinah dianggap "vocal" maka ia pun diincar. Mayat Marsinah ditemukan di hutan di dusun Jegong, desa Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat pada 08 Mei 1993.
Buruh hanya ingin mendapatkan keadilan. Orang hidup butuh pekerjaan. Namun bukan berarti pekerja bisa ditindas begitu saja oleh pemodal. Hasil produksi juga harus bisa dinikmati oleh buruh. Selama 22 tahun terakhir, setelah Marsinah dibunuh, tidak ada perubahan yang signifikan.Â
Sekarang justru semakin parah dan semakin tidak jelas. Kepastian kerja dan penghidupan yang layak bagi rakyat masih jauh dari harapan. Undang-undang Ketenagakerjaan yang telah direvisi tetap tidak memihak kepada kepentingan kaum buruh.Â
Penghisapan yang vulgar atas buruh seperti upah yang rendah, jam kerja yang masih panjang, dijalankannya sistem outsourcing dan kerja kontrak, tidak diterapkannya jaminan keselamatan kerja oleh tiap pengusaha, pemberangusan serikat buruh adalah segelintir bukti ketidakmampuan pemerintah mengurus masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Kini buruh malah dihadapkan pada RUU Omnibus Law yang semakin memangkas Hak buruh.
Presiden RI silih berganti berkuasa namun kejelasan kematian Marsinah tetap nihil. Hukum di Negeri yang Demokratis ini seakan juga terkubur dengan jasad Marsinah. Skenario besar untuk membunuh Marsinah masih tertutup rapat. Fenomena hukum dan keadilan yang nyaris terhukum. Sistem hukum yang selalu menempatkan keadilan buruh pada strata terendah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H