Mohon tunggu...
Viddy Daery
Viddy Daery Mohon Tunggu... -

Aku adalah Aku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelacuran Sastra dan Sastra Katastrofik sebagai Bagian Sejarah Sastra

17 April 2014   15:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Viddy Ad Daery*) Penyair, novelis, pembuat film.

Baru-baru ini diluncurkan 5 Antologi Puisi Esai “Terpengaruh Denny JA” di Taman Ismail Marzuki ( TIM ) Jakarta secara meriah dan besar-besaran, yang dijaga ketat oleh satuan polisi dan aparat keamanan lainnya, toh meskipun begitu, langsung didemo secara “keras” oleh kelompok gerakan AAP ( Aliansi Anti Pembodohan ) yang dalam posternya menyebut peristiwa itu sebagai “Pelacuran Sastra”.

Akhir-akhir ini dunia sastra Indonesia memang sedang bergemuruh oleh keresahan banyak sastrawan muda, atas fenomena “rekayasa sejarah sastra” , karena sekelompok “tim rekayasa bayaran” memaksakan sejarah sastra baru, dengan memasukkan nama Denny JA , pengusaha survey politik, mendadak menjadi sastrawan berpengaruh di jagat sastra Indonesia, hanya bermodal satu puisi berjudul “Atas Nama Cinta” plus sekian milyar rupiah biaya pemaksaan rekayasa ( tentunya ).

Di luar peristiwa menghebohkan itu, akhir-akhir ini pula, ada fenomena menghebohkan di kalangan khusus, namun ber-skala Internasional, yaitu dengan pemakaian teknologi DNA untuk mengungkap folklor-folklor purba Nusantara.

Dari situ, maka timbul kenyataan ( atau katakanlah teori baru ), bahwa folklor-folklor purba Nusantara bukan sekedar dongeng, namun merupakan kearifan lokal yang berbau sejarah. Bahkan mitos-mitos yang menyertainyapun dianggap mempunyai kebenaran pula, dengan derajat tertentu, tentunya.

Maka, kitab-kitab kuno Nusantara yang melimpah ruah, baik yang sudah dirampok para penjajah, maupun yang masih tersisa di seantero Nusantara, kini wajib diselamatkan dari keterlantaran karena kekurang perdulian masyarakat, dan kelalaian pemerintah , tentunya.

SUMBER SEJARAH

Sebenarnya, sudah lama sejak Pigeaud dan de Graaf memanfaatkan kitab-kitab babad Nusantara untuk sumber sejarah bagi penulisan buku-buku Sejarah Nusantara karya mereka-- yang dikenal sebagai mahakarya tingkat dunia, maka sejak itu boleh dikatakan, kitab-kitab babad sudah dihargai dan dimanfaatkan. Tetapi anehnya, mayoritas masyarakat Indonesia masih melecehkan martabat kitab-kitab babad tersebut. Mereka menyebutnya sekedar dongeng sebelum tidur,gugon tuhon,cerita rakyat kampung, dan sebagainya.

Maka, sekali lagi, ketika teoritikus-teoritikus baru Atlantisme seperti Dr.Arysio Santos dan Dr.Stephen Oppenheimer juga mengakui kitab-kitab babad Nusantara sebagai kebenaran, kalangan pecinta babad-babad Nusantara kembali semakin yakin, bahwa kitab-kitab babad itu bukan dongeng, melainkan rekaman sejarah yang ditulis berdasarkan ingatan-ingatan leluhur yang diturunkan secara turun temurun.

Apalagi bersamaan dengan pengakuan itu plus penggunaan teknologi DNA ( penelusuran golongan darah ) , juga ditemukan ( kembali ) sejumlah situs mahakarya peradaban zaman purba ( yang tenggelam oleh bencana alam plus bencana ketidakperdulian manusia ), antara lain adalah Candi Piramida Kuno Gunung Padang di Cianjur, Candi kuno Brumbung di Drajat, Paciran, Lamongan, Candi Kandis di pedalaman hutan Sumatra, dan banyak lagi yang kini mulai dieksplorasi kembali, di sejumlah tempat di Nusantara.

Karena situs-situs tersebut juga “merekam jejak” peristiwa-peristiwa maha bencana paling dahsyat dalam sejarah manusia, maka fenomena tersebut lalu melahirkan atau mencuatkan lagi teori-teori katastrofik ( perubahan yang disebabkan bencana dahsyat ).

BAGIAN SEJARAH SASTRA

Nah, sambil menunggu keperdulian para pakar sejarah, antropologi, arkeologi dan sebagainya untuk mengakui keberadaan situs-situs katastrofik tersebut, yang jelas-jelas ada dan jelas-jelas ditulis di kitab-kitab babad Nusantara, bahkan juga ditulis di kitab-kitab suci berbagai agama , maka kita juga perlu menyadarkan kepada dunia sastra Indonesia, sudah saatnya mengakui kitab-kitab babad kuno Nusantara tersebut sebagai bagian sejarah sastra Indonesia.

Selama ini umum diketahui, bahwa sejarah sastra Indonesia hanya mengakui permulaan sejarah sastranya adalah sejak zaman Pujangga Baru dan Balai Pustaka.

Ada juga tambahan tidak resmi, sejak zaman reformasi ada upaya-upaya fihak non-pemerintah untuk memasukkan zaman “sastra melayu rendah” yang kebanyakan dipelopori oleh kalangan Tionghoa, ke dalam sejarah sastra Indonesia, tetapi itupun belum diterima secara resmi, seperti halnya juga sejarah sastra Lekra-PKI.

Maka, kenapa pula tidak ada upaya memasukkan “zaman sastra Babad” dan “sastra katastrofik” ( karena tidak semua kitab Babad berisikan uraian katastrofik ) untuk merangkulnya menjadi bagian sejarah sastra Indonesia ?

Kalau “tim rekayasa bayaran” berani memasukkan nama Denny JA agar mendadak menjadi bagian sejarah sastra Indonesia, apa salahnya memasukkan sastra babad menjadi bagian sejarah sastra Indonesia ?

Justru kalau tidak memasukkannya, maka hal itu akan menjadi kebodohan yang luar biasa, karena merupakan harta karun yang diterlantarkan, dimana kini ( bahkan sudah lama ) para sarjana asing menelaah dan meneliti sastra-sastra babad tersebut, yang isi kandungannya ternyata ( sebagian ) merupakan mahakarya-mahakarya ensiklopedi paling dahsyat.

Sungguh, kita memang bangsa yang lalai. Lalai selalai-lalainya. Terutama pemerintah. Namun tidak mengherankan, karena menurut Dr.Ignas Kleden, sejak zaman reformasi , pemerintah Indonesia adalah institusi yang membolos( in absentia ).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun