Mohon tunggu...
Viddy Daery
Viddy Daery Mohon Tunggu... -

Aku adalah Aku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berani Klaim Gadjah Mada, Harus Hargai Kali Lamong!

1 Oktober 2014   03:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:52 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah begitu, para master city planner “yang cerdas” tidak membangun got yang memadai, maka jangan heran banjir di Indonesia bukan hanya datang rutin tahunan, melainkan setiap hari. Mungkin tujuannya agar proyek perbaikan dikucurkan setiap hari , tidak perduli masyarakat banyak menderita karenanya.

Rata-rata sungai di Indonesia memang kini kondisinya hancur binasa, namun saya mau membahas satu sungai YANG PERNAH SANGAT PENTING untuk sejarah Jawa Timur, tapi kini sama sekali dilupakan oleh siapa pun, padahal sungai itu masih ada, meski kini sungai itu tinggal menjadi sungai kecil atau kali.

SUNGAI LAMONG

Yayaya, sungai itu adalah Sungai Lamong....nah-nah-nah....tidak ada yang tahu atau pernah mendengar namanya kaaan? Kadang ada beberapa budayawan yang merasa pernah mendengar nama Sungai Lamong, tetapi mereka mengira sungai itu adalah anak sungai Brantas, ada pula yang mengira dia adalah anak sungai Bengawan Solo.

Padahal anggapan itu salah, meskipun memang pada beberapa titik ada pertemuan Sungai Lamong dengan Sungai Brantas dan juga dengan Bengawan Solo.

Sesungguhnya memang Sungai Lamong yang letaknya diapit Bengawan Solo dan Sungai Brantas, merupakan sungai yang mandiri, dengan hulunya bermata air dari Gunung Pucangan, Kudu, perbatasan Lamongan dan Jombang. Dari situ sungai itu mengalir ke utara sedikit menuju Garung dan Pamotan (dua ibukota kerajaan vassal (bawahan) Majapahit yang kini masuk kecamatan Sambeng, Lamongan, lalu bergerak ke timur menuju Babatan Mantup (di mana menurut folklore Lamongan, di perbatasan itulah terjadi Perang Salah Faham antara rombongan kemanten dari Kadipaten Lamongan dengan besannya dari Kadipaten Kediri—mengulang peristiwa Perang Bubat).

Di wilayah Babatan Mantup (naah kenapa nama desanya Babatan? Kok mirip Babat tempat lokasi perang Bubat ?), Sungai Lamong menjadi batas wilayah yang membagi wilayah Kabupaten Lamongan dengan Kabupaten Mojokerto.

Selanjutnya Sungai Lamong terus bergerak ke timur menuju Gresik dan akhirnya bermuara di Segara Madu atau Jaratan yang dipercayai dulu merupakan pelabuhan kuno Gresik.

Kalau melihat kondisi Sungai Lamong kini yang Cuma bagai kali kecil dengan lebar 6 meter, memang banyak orang bisa tidak percaya kalau Sungai Lamong atau ada yang menyebutnya Bengawan Setro itu pernah menjadi sungai bersejarah.

Namun menurut disertasi Ena Sumarna—mantan Sekda Lamongan yang menekuni dunia perguruan tinggi—Sungai Lamong pada masa jayanya lebarnya adalah 47 meter, setara dengan sungai besar pada umumnya.

Menurut budayawan Lamongan Daniyanto yang pernah membaca naskah kuno “Babad Lamongan” didapat kisah sejarah, bahwa Sunan Giri dan para santrinya banyak menggunakan jasa Sungai Lamong atau Bengawan Setro itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun