Mohon tunggu...
Victor Wijaya
Victor Wijaya Mohon Tunggu... Arsitek -

Hanya pengamat yang mencoba ber-akal sehat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gestok ORBA '65, Mundurnya Peradaban Nusantara

29 September 2017   00:49 Diperbarui: 29 September 2017   06:46 5867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan jangan salahkan Bung Karno, berkiblat ke Uni Soviet, bukannya Amerika. Karena si biangnya Kapitalisme itu berkarib erat dengan para Negara Penjajah di Eropa. Menamakan diri mereka Sekutu, dan sekarang masih terpelihara baik menjadi NATO. Sebuah pilihan politik Idealis yang sangat masuk akal dari Sang Proklamator.

soekarno-soeharto-59cd89ba2ba8d144f838f6f2.jpg
soekarno-soeharto-59cd89ba2ba8d144f838f6f2.jpg

Tapi, mari kembali mengapa saya merasa Gestok ORBA '65 ini adalah pemberontakan yang paling destruktif yang Indonesia pernah cicipi?

Perhatikan apa yang terjadi setelah Kudeta tersebut. Segala jenis kekuatan kiri menjadi haram hukumnya. PKI dibasmi, PNI pun yang Marhainisme ditekan habis dan dibubarkan. Indonesia tak lagi memiliki kekuatan politik sosialis. Tak ada partai buruh di Negara Tercinta ini. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Taipan-Taipan Indonesia. Oligarki merajalela, menghisap habis darah rakyat. Tetapi dengan cerdasnya sentimen anti-cina dikumandangkan. Sehingga masyarakat berfikir para "non-pribumi"lah yang bersalah. Padahal penguasa dan institusi militer itu yang menikmati paling banyak. Sebuah rezim yang sangat pintar cuci tangan. Entah saat kudeta, maupun saat mereka memeras rakyatnya.

20 Tahun setelah merdeka, ketika bangsa ini mulai menata dirinya. Guru-guru Tanah Air menjadi tempat belajar negara tetangga, dan mereka dengan sangat nasionalis berjuang membentuk bibit-bibit kritis dan pemberani tadi untuk membawa harum nama Indonesia ke kancah Internasional.

Dan seketika terjadi kemunduran luar biasa. Orang-orang terpintar Indonesia yang dikirim ke negara Uni Soviet, mendadak tak bisa berbakti di Tanah Air. Guru-guru banyak yang dianggap PKI, atau dianggap loyal pada Presiden Soekarno karena terafiliasi dengan PNI, dieksekusi dan dipresekusi. Dan untuk mengamankan Tahta Penguasa Baru itu, Sistem pendidikan Indonesia menjadi lebih otoriter dan 1 arah, membelenggu pikiran kritis bangsa ini. Seperti pembodohan terstruktur untuk mengamankan rezim baru yang anti kritik itu.

Dan disinilah kita sekarang. Bangsa yang sempat jadi Inspirasi itu, tak mampu jauh melangkah. Tertatih, menatap punggung banyak adik-adiknya yang sudah berlari kencang. Hantu Penguasa masa lalu masih mencekik dengan legacy kebodohan atau mungkin pembodohan selama 32 Tahun. Para Oligarch yang sudah menancapkan taringnya terlalu dalam itu tetap menghisap darah dan peluh Bangsa Ini.

Karena itu marilah saatnya kita berlari kencang meninggalkan ketertinggalan kita. Jangan mau dihasut oleh isu Identitas macam Ras dan Agama. Mulai cerdaslah memilih Partai Politik dan Kepala Daerah, supaya cengkraman para Oligarch dapat semakin melunak. Tak perlu panas telinga, apalagi hati, ketika ada purnawirawan yang mungkin takut dosa lamanya terbongkar, menakut-nakuti dengan Hantu Komunis, sebuah Ideologi usang yang tak mungkin bangkit lagi.

Tak perlu ditanggapi juga jika mungkin ada Jendral Militer kekanak-kanakan yang kekanan-kananan, dan hobby memanas-manasi suasana dengan baca-baca puisi rasis memancing-mancing di air keruh, sambil acting ketakutan dengan Hantu Komunis tadi, dan ketakutan dengan Imajinasi Proxy Warnya sendiri. Tindakan hasil berguru dari sepuhnya yang ahli cuci tangan dan ahli intimidasi.

Dan jika ada produk turunan dari Kudeta Gestok Orba '65 yang seperti cacing kepanasan, mari kita acuhkan dan tetap fokus Kerja Kerja Kerja saja, sambil bergumam. "Emang Gua Pikirin?".Karena PKI tak mungkin bangkit lagi, dan Indonesia tak boleh Gatot [ Gagal Total ] lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun