Mohon tunggu...
Victor Tarigan
Victor Tarigan Mohon Tunggu... -

Faculty of Law Atma Jaya Yogyakarta University\r\n"fiat justitia et pere at mundus'\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hati-Hati Polisi Gadungan!

8 Maret 2014   21:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Victor Osmond Tarigan

Pada zaman modern ini banyak sekali kejahatan dengan modus penipuan yang dilakukan melalui media elektronik. Seperti komputer melalui e-mail, lalu yang paling sering melalui media telepon dan handphone dengan menggunakan short message service (SMS) maupun panggilan nomor. Mengapa media elektronik banyak digunakan oleh para pelaku penipuan? Ya mungkin saja karena lebih praktis, cepat, mudah, dan susah untuk dilacak.

Banyak sekali  modus operandi atau cara-cara yang digunakan dalam melakukan aksi penipuan. Beberapa contoh yang sering terjadi seperti


  • SMS untuk mengirimkan pulsa kepada orang tua baik bapak atau ibu yang sedang dikantor Polisi dengan nominal tertentu.
  • SMS untuk mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening bank tertentu yang dikirim pada dini hari.
  • SMS mendapatkan sejumlah uang dengan nominal yang besar atau mendapatkan mobil baru.
  • Orang tua mendapat telepon bahwa anaknya kecelakaan dan sedang di rumah sakit membutuhkan pembayaran uang  untuk dilakukan tindakan segera.
  • Orang tua mendapat telepon dari pihak Kepolisian bahwa anaknya kedapatan membawa narkoba dalam saku bajunya, dalam razia yang dilakukan di sebuah cafe.

Dalam hal ini modus terakhir penipuan dari pihak Kepolisian tersebut pernah dialami oleh ayah saya.

Sebagai ilustrasi cerita, berikut pengalaman ayah saya dalam penipuan .

Kring...kring..., korban mendapat telepon yang kebetulan lagi menyetir mobil. Saat mengangkat telepon korban langsung mendengar suara tangisan perempuan sambil berbicara.

Papa tolong...,papa tolong, ditangkap Polisi. Seketika itu juga korban langsung menghentikan kendaraannya dipinggir jalan. Perlu diketahui pada saat itu korban bersama temannya dalam mobil tersebut.

Pelaku: Papa tolong... papa tolong ditangkap polisi(suara perempuan)

Korban: kenapa de?

Pelaku: Suara perempuan tersebut tidak menjawab, lalu telepon diambil alih oleh pelaku

Pelaku: Selamat malam pak, kami dari pihak Kepolisian. Anak bapak kami tangkap dalam razia di sebuah cafe bersama temannnya karena kedapatan membawa narkoba di saku bajunya.

Pelaku: Maaf dengan bapak siapa kami bicara?

Korban: Pak Abdi.

Pelaku: Anak bapak namanya siapa?

Korban: Ani.

Pelaku: Oh iya pak, dikantong Ani ditemukan narkoba. Ini mau bagaimana pak? Mau diproses atau tidak? Kalau temannya Ani, orang tuanya sudah mau membayar 30 juta rupiah, mumpung wartawan belum tau pak, ini cukup sampai Komandan saja.

Korban: Ya, saya tidak punya uang sebanyak itu.

Pelaku: Bapak bisanya berapa? Nanti saya lapor Komandan, teleponnya jangan diputus dulu ya pak...telepon nya jangan diputus dulu.

Korban: 15 Juta

Pelaku: Ok, bagaimana Komandan?(seakan berbicara dengan orang lain)

iya,ok.. Bapak siapkan saja uangnya. Bapak punya rekening di Bank apa?

Korban: Bank Mand****.

Pelaku: Langsung ditransfer saja pak.

Korban: Tapi saya lagi jauh dari ATM (korban mulai curiga karena ada tawar-menawar).

Korban berinisiatif untuk menyuruh temannya untuk menelepon anaknya dengan menggunakan handphone yang satunya. Ternyata pelaku mendengar suara teman korban.

Pelaku: Bapak telepon orang ya? Bapak telepon siapa itu? (dengan nada yang marah)

Saat itu korban mendapat SMS dari anaknya kalau anaknya dalam perjalanan pulang ke rumah di bis kota. Setelah mendapatkan kepastian keadaan anaknya, korban sadar bahwa telah ditipu.

Korban: Dasar kamu penipu.....

Pelaku: Memutus teleponnya.

Setelah kejadian tersebut korban langsung menindak lanjuti dengan  melaporkan ke Provider langganannya yaitu Indo***. Korban meminta pemblokiran nomor tersebut agar tidak diaktifkan. Setelah itu korban meminta daerah nomor tersebut dan ternyata nomor tersebut adalah nomor kota Medan. Pihak Indo*** menjawab akan menindak lanjuti dengan melakukan pemblokiran nomer tersebut.

Tidak sampai disitu, beberapa hari kemudian korban mencoba menelepon kembali nomor tersebut dan ternyata nomor tersebut masih aktif. Karena masih penasaran, beberapa minggu kemudian korban kembali menelepon dan ternyata masih aktif juga.

Disini  terlihat bahwa terjadi pembiaran oleh pihak provider Indo*** terhadap nomor yang sudah jelas melakukan penipuan. Hal ini sangat merugikan terhadap korban selaku konsumen dan bisa menimbulkan kerugian terhadap konsumen yang lain.

Oleh karena itu menurut saya:

1. Diperlukan perlindungan kerahasian nomor handphone yang dalam hal ini menjadi tanggung jawab pihak provider seluler Indo***. Karena pengguna nomor sebagai konsumen berhak untuk mendapatkan perlindungan. Pasal 1 butir (1) dan Pasal 4 (a) UU NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Dibutuhkan sistem Registrasi atau pendaftaran awal pada saat mengaktifkan nomor (kartu perdana) pra bayar yang wajib dilakukan secara benar dan akurat mengenai identitas dan alamat pengguna nomor tersebut. Jika tidak sesuai dengan identitas aslinya, orang tersebut tidak bisa memakai  atau mengaktifkan nomornya. Sehingga mudah melakukan pelacakan jika dibutuhkan dalam kasus kejahatan menggunakan nomor tersebut.

3. Diberlakukan one number one person di mana satu orang hanya memiliki satu nomor meskipun menggunakan berbagai provider.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun