Mohon tunggu...
Victor Simpre
Victor Simpre Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rindu Keteladanan

17 Juli 2016   07:52 Diperbarui: 17 Juli 2016   08:58 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“KPK menegur Menteri Yudhi Krisnandhi membawa mobil dinas mudik lebaran ke kampung halamannya”, begitulah berita santer yang kita dengar beredar di media elektronik. Bahkan salah satu media elektronik mengangkatnya sebagai tajuk utama editorialnya. Tentu saja itu bukan berita dan fakta yang sederhana tapi sarat akan makna di baliknya.

Pulang kampung saat lebaran adalah hal yang biasa bagi rakyat Indonesia. Sudah menjadi ritual tahunan yang dilakukan rutin oleh jutaan rakyat Indonesia. Pulang kampung dengan menggunakan mobil dinas juga pada tahun-tahun yang lalu juga adalah hal biasa, dan luput dari perhatian. Tidak sedikit pejabat menggunakan mobil dinasnya untuk pulang kampung menjumpai sanak keluarganya dengan santai dan tak merasa bersalah.

Namun kali ini (tahun 2016), mudik dengan menggunakan mobil dinas jelas-jelas telah dilarang baik secara etik maupun norma. Bahkan jauh sebelum mudik sudah ada himbauan kepada pejabat untuk tidak menggunakan mobil dinas untuk mudik. Logikanya, mobil dinas adalah untuk dinas bukan untuk urusan keluarga. Semua operasional dari mobil dinas adalah berasal dari pajak rakyat yang sudah sepantasnya diperuntukkan untuk melayani rakyat pula. Segala yang diperuntukkan untuk dinas kemudian digunakan untuk pribadi sama saja dengan tindakan merugikan negara dan memeprkaya pribadi. Mobil pribadilah untuk kepentingan pribadi, yang dapat bebas kita gunakan untuk menemui keluarga kita dimana saja berada.

Proses pelarangan penggunaan mobil dinas yang sebelumnya tidak dipersoalkan mirip dengan pelarangan menerima parsel lebaran bagi pejabat. Kita ingat tahun-tahun dulu, pejabat menerima parsel lebaran tidak ada larangan. Namun sekarang jangan coba-coba pejabat menerima parsel, sebab sudah ada larangan. Sudah umum ternyata pemberian sesuatu sebagai hadiah (gratifikasi) dari satu pihak tertentu kepada pejabat negara adalah modus jalinan komunikasi dan persekongkolan yang berujung dengan tindak pidana korupsi.

Berita Menteri Yudhi menggunakan mobil dinas untuk mudikpun kini tidak bisa dianggap sepele dan menjadi tidak sederhana. Pada jabatan yang disandangnya segala sesuatunya kini dipertaruhkan. Sudah semestinya menjadi pakem ditengah masyarakat kita jika pejabat atau pemimpin adalah panutan di tengah masyrakat. Sudah semestinya pemimpin (pejabat) menjadi contoh teladan bagi masyarakat. Adalah hal yang sangat mahal hari ini melihat ada pejabat yang benar-benar bersikap sederhana dan rendah hati serta jujur ada ditengah kita. Sebaliknya yang terlihat justru banyak pejabat dengan jabatan dipundaknya muncul dengan pribadi yang arogan, sombong, minta dilayani, minta dihormnati dan mau menang sendiri. Tak banyak pejabat selaku pemimpin kita memiliki pribadi yang dapat kita anut dan jadikan teladan dalam kehidupan. Yang ada justru banyak sumpah serapah yang keluar dari masyarakat kala melihat tingkah polah pejabat sebagai pemimpin mereka. 

Tanpa Sekolah Keteladanan

Sudah lama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita lakoni hari ini kita hidup tanpa guru yang mengajarkan keteladanan. Sudah umum yang kita maksud dengan guru hari ini adalah orang yang hanya mengajarkan ilmu pengetahuan. Artinya, fungsi guru sangatlah sederhana hanya sebatas memberi tahu apa yang tidak kita ketahui. Guru dalam persepsi kita pun hanya terbatas pada guru yang ada disekolah.

Sudah cukup lama kita tidak lagi menganggap atau memprsepsikan orang tua, pemimpin kita mulai dari level Presiden hingga kepala RT/lingkungan, pejabat pemerintah/birokrat dan swasta adalah sebagai guru bagi anak-anak bangsa. Sudah lama kita tidak menganggap kepala adat dan bahkan pemuka agama sebagai guru bagi kita. Sudah umum jika kita menghargai mereka sebatas profesi yang mereka sandang. Perlahan kita memahami mereka sebagai pihak profesional yang sedang bekerja semata-mata untuk kepentingan mereka sendiri.

Sudah umum jika proses pembentukan akhlak atau mental manusia berlangsung hanya sebatas bahasa verbal tidak diikuti dengan bahasa tindakan atau perilaku. Justru dari para pejabat dan pemimpinnyalah rakyat belajar berbagai tindak kejahatan seperti belajar korupsi, belajar berdusta (sumpah palsu), belajar bermain proyek, belajar jual-beli suara, belajar ‘bermain perempuan’, belajar narkoba, dan belajar merusak alam (membabat hutan). Bayangkan hari ini rakyat seperti hanya melihat badut-badut lengkap dengan topeng dan mimiknya yang lucu, setiap kali melihat pejabat tampil berbicara di media. Mereka berbicara seolah-olah pejabat yang bijak dan bersih padahal seluruh rakyat tahu bahwa mereka sumber masalahnya dan guru kejahatannya. Dasar badut!, dia justru merasa senang tampil dengan topengnya dan menghibur para pemirsa tanpa merasa bersalah.

Adalah fakta jika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita hari ini, berjalan tanpa arah dan tuntunan dari manusia bijak dan teladan. Kita berjalan tanpa arah yang jelas. Kita seperti orang bingung yang sedang berjalan.The blind leading the blind. Orang buta memimpin orang buta. Sebagai bangsa dan negara kita hanya sedikit lagi jatuh ke lubang yang dalam. Sedikit lagi kita menuai badai dari angin yang kita tampi. Para philosof ribuan tahun yang lalu sudah mengingatkan bahwa suatu bangsa tidak bisa dipimpin oleh suatu komplotan (kelompok) kepentingan yang hanya mementingkan kelompoknya. Suatu bangsa mestinya dipimpin oleh orang bijak, mereka yang beroleh hikmah kebjaksanaan, yang berbuat karena dituntun oleh nilai-nilai luhur seperti nilai Ketuhanan, Kemanusia, Kebangsaan, Kebijaksanaan dan Keadilan sebagaimana yang termaktub dalam Pancasila.

Kita rindu para pahlawan kita yang telah berjuang mengorbankan harta dan jiwanya untuk membangun bangsa kita. Kita rindu para pendiri bangsa yang telah mengesampingkan kepentingan pribadinya untuk melepaskan kita dari budak penjajah. Kita rindu para pemimpin kita yang hidup sederhana dan penuh dengan perbuatan mulia yang pantas untuk kita teladani. Kita rindu pemimpin yang tidak sekedar bermental negarawan melainkan bermental mondial yang memikirkan manusia semesta raya. Kita butuh pemimpin yang tidak hanya menjadi juru selamat bagi dirinya dan keluarganya melainkan yang akan menyelematkan dunia dari angkara murka dari penjara nafsusyahwat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun