Dalam era serba mudah dan cepat, hal-hal yang burukpun ikut mudah dan cepat juga menyebarnya. Termasuk judi online, bagi pemilik dan pengguna piranti atau gawai elektronik akan sangat mudah mendapati iklannya. Salah satunya dari link-link yang bertebaran di media sosial atau pun iklan di website. Terkadang ada group yang pengurusnya sengaja meletakan tautan judi online di postingan group. Postingan iklan ini bisa bersifat affiliate (ada bonus jika taget tercapai) atau endorse (hanya membayar untuk iklan).
Berselancar ataupun bersosial di ranah maya menjadi tidak nyaman lagi, karena iklan -- iklan tersebut mengincar kita untuk mengklik secara tidak sengaja. Menutupi layar gawai kita karena ukurannya yang masif. Bahkan makin menyebalkan karena mereka mampu menyusupi website -- website milik pemerintah, disaat kita butuh informasi malah di suguhkan dengan iklan judi online.
Postingan -- postingan ini selalu hadir secara berkala, selidik punya selidik dari beberapa sumber: memang ada beberapa pengurus sebuah group yang mendapat penawaran untuk mengiklan-kan website atau aplikasi judi online.Â
Ketika di tanya mengapa menerima tawaran iklan judi online? "Kan saya cuma iklan saja, mau klik atau tidak itu kan pilihan pribadi masing-masing. Sama seperti penjual pisau, baik buruknya tergantung pembeli yang menggunakan pisaunya". Untuk setiap postingan ada yang medapat paling rendah Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per postingan.
Ada hal yang saya anggap keliru disini, judi sudah jelas adalah perbuatan yang buruk dan di benci Tuhan. Membandingkan judi dengan pisau juga keliru, karena judi sama sekali tidak memiliki kebaikan. Tidak seperti pisau yang bisa baik atau buruk tergantung pemakainya. Dan pastinya mayoritas orang menggunakan pisau untuk hal-hal yang baik.
Banyak keburukan yang bisa terjadi karena judi online, mulai dari kecanduan, kriminalitas, kemiskinan sampai bunuh diri karena tidak sanggup membayar hutang kalah judi. Perbuatan judi terkadang di sebut juga sebagai perbuatan setan, jika seorang berjudi maka dia bisa dianggap serupa dengan setan. Tentu saja perbuatan judi juga memiliki dosa yang besar, dan akan di pertanggung jawabkan di akhirat nanti. Â
Lantas bagaimana dengan affliliator atau orang yang mepromosikan judi online tersebut? Pertama tentu saja praktik menyebarkan perjudian di dunia maya adalah sebuah pelanggaran terhadap hukum positif di Indonesia. Pelakunya dapat di kenakan pasal 27 ayat 2 dari UU ITE karena mendistribusikan dan mentransmisikan muatan atau dokumen yang berhubungan dengan perjudian. Hukuman untuk pelanggaran ini berupa pidana paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 Selanjutnya pelaku bisa di pasal 303 ayat 1 KUHP tentang penyebaran informasi yang berhungan denag perjudian baik secara online ataupun offline tanpa bantuan teknologi kepada masyarakat. Pidana untuk pelanggaran pasal ini adalah sebanyak sepuluh tahun atau denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah. Jelas terlihat kerugian besar bagi affiliator judi online jika sampai terjerat oleh petugas hukum. Ini tidak sebanding dengan penghasilan yang mereka dapatkan dari iklan judi online.
Ada beberapa group media sosial khusus olahraga yang terdapat banyak sekali postingan judi online, ini jadi sesuatu yang rancu. Karena olahraga adalah kegiatan yang identik dengan kejujuran dan keadilan, sementara judi adalah aktifitas yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Tidak akan ada namanya kejujuran dan keadilan dalam judi online, sang bandar dan pemilik server akan selalu membuat algoritma progran yang memungkinkan bandar judi selalu menang.Â
Pelaku judi  termasuk dalam golongan manusia yang hina atau papa dan akan masuk neraka. Karena judi adalah dosa, dan memakan keuntungan dari dosa tersebut juga merupakan dosa. Secara langsung maupun tidak, iklan - iklan tersebut ikut meracuni generasi muda Indonesia. Kita tahu begitu banyak masalah sosial yang terjadi akibat dari judi.  Memberi nafkah dari iklan judi online pun pastinya haram hukumnya. Bisa menjadi tidak berkah dan selamat bagi pelakunya.