Mohon tunggu...
Victor Suryaman
Victor Suryaman Mohon Tunggu... -

Mahasiswa I'dad Aly An-Nuaimy Jakarta 2012/2013, juga sebagai Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keadilan di Balik Batu

4 November 2012   06:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:00 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Masih banyak yang perlu kita perbaiki untuk negeri ini. Namun pertanyaannya: "Siapakah yang sanggup bertindak untuk perbaikan negeri ini?"

Pertanyaan ini muncul karena saya yakin tak semua orang mampu melaksanakan hal itu. Banyak yang pasrah ketika menerima hal yang berlawanan dengan pendapatnya dan banyak pula yang melakukan perlawanan ketika sebuah kebijakan baru dilaksanakan. Mungkin ada yang mengatakan bahwa yang melakukan perlawanan itu adalah pahlawan. Akan tetapi apakah pernyataan itu benar? Jawabannya belum pasti. Cobalah kita tengok pada yang melakukan perlawanan. Sudah barang tentu kita menemukan ada seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perlawanannya dengan amarah meluap-luap yang berujung pada tindakan anarkis.

Lalu, bagaimana seorang pahlawan itu? Apakah pahlawan itu adalah mereka yang sering berunjuk rasa di depan lembaga pemerintahan, bahkan ada yang disertai aksi anarkis sehingga bisa mengubah sistem pemerintahan seperti yang sudah kita ketahui 13 tahun silam, yakni pada tahun 1999. Tak bisa diketahui secara pasti. Namun ada yang perlu dipahami di sini. Di masa kemerdekaan, mereka bersatu untuk melawan penjajah negeri ini. Mereka melakukan perang karena diundang secara tak langsung oleh penjajah. Segala strategi dan upaya terus mereka lakukan hingga dapat memerdekakan negeri ini. Sekarang kita tengok perlawanan yang dilakukan sekarang, meskipun tidak semuanya, kita melihat bahwa yang dilakukan mereka bisa berujung pada perpecahan.

Sebenarnya di negeri kita masih terdapat "Pahlawan". Contohnya, Indra Azwan. Pria warga desa Watu Barat, Malang ini memperjuangkan apa yang ia sebut dengan 'keadilan'. Berawal dari kasus tabrak lari yang dilakukan salah satu oknum polisi kepada anaknya. Beliau tidak terima dan sudah berkali-kali melapor ke kepolisian setempat dan terus menanyakan kasusnya. Tetapi jawaban yang ia dapatkan tak memuaskan hatinya, yaitu 'masih diproses'.

Sungguh hampir tak bisa dijelaskan kekecewaan Indra terhadap polisi. Ia merasakan tidak ada keadilan di daerahnya. Tak hanya sampai di situ, beliau rela mencari keadilan dengan berjalan kaki ke istana presiden untuk mengadukan kasusnya yang seolah-olah ditutupi dan tak jelas. Hanya dengan berjalan kaki, padahal usianya sudah menginjak 53 tahun.

Dari situ kita bisa tahu kesungguhan seseorang untuk mendapatkan hak yang hilang dari seorang Indra Azwan. Pada suatu kesempatan, ketika beliau diundang menjadi narasumber pada acara talk show Kick Andy pada hari Jumat tanggal 7 September pukul 21:30 dengan topik 'Surat untuk Presidan' beliau mengatakan bahwa ia tak memungkiri anaknya tak akan hidup kembali tetapi ia ingin keadilan di Indonesia ini ditegakkan karena selama ini ia melihat penegak keadilan di Indonesia ini ada tapi keadilan itu sendiri tidak ada.

Kalau kita perhatikan, Beliau sudah mengatakan keadilan di Indonesia sudah tidak ada tapi kenapa ia terus mencarinya hingga kini. Bahkan sampai berniat mencari ke lembaga perdamaian dunia yaitu PBB dan jika tidak ada juga dia akan ke Makkah untuk mengadu kepada Sang Pencipta. Dari hal itu kita dapat mengetahui sebuah aura yang berada dalam dirinya, yaitu semangat.

Semangatnya tak pernah pudar walaupun ia sudah berusia senja yang pada usia tersebut biasanya sudah tidak mau memikirkan banyak hal alias sudah fokus kepada keluarganya dan hidupnya di kemudian hari. Inilah salah satu sifat pahlawan yang dimiliki olehnya. Beliau juga bersikap tegas ketika diberi uang tali asih oleh Irjen Pol Praktiknyo (mantan Kapolda Jatim) pada tanggal 1 Mei 2010 lalu senilai 2,5 juta rupiah dan Presiden saat pertemuan di Istana Presiden kurang dari tiga bulan setelahnya tanggal 10 Agustus 2010 lalu. Beliau mengembalikan uang tersebut secara utuh. Ini mengisyaratkan kepada kita bahwa keadilan tak bisa dibeli dengan uang sekalipun.

Sebuah jiwa nasionalisme sudah terpatri dalam dirinya. Beliau menurut saya adalah salah satu pejuang bangsa di zaman kemerdekaan yang berumur setengah abad lebih. Pejuang bangsa bukanlah orang sembarang, bukan hanya berbicara dimana-mana baik di kesempatan apa pun. Ia adalah orang yang benar-benar memperjuangkan ideologinya walau sudah diujung tanduk, ketika sudah tak terlihat harapan. Keterbatasan waktu, harta dan tenaga tak menjadi penghalangnya.

Di tengah krisis keadilan ia masih tetap membela keadilan. Tentunya tidak hanya ia seorang yang membela keadilan di Nusantara ini. Suciwati yang membela Munir sang tokoh pembela HAM, Maria Katarina Sumarsih yang menuntut keadlilan atas kematian Benardinus Realino Norma Irawan (biasa dipanggil Wawan) pada kasus Semanggi 1, dan masih banyak lagi.

Lalu kenapa saya hanya membahas Indra Azwan, ini pun tidak berarti bahwa perjuangan Indra Azwan lebih besar dibanding yang lainnya. Mereka semua berjasa besar dan memang tidak seharusnya membanding-bandingkan perjuangan para pahlawan .

Masing-masing pahlawan memiliki keunikan tersendiri. Ketika saya mengetahui perjuangan beliau sungguh adalah hal yang tak bisa dijelaskan ketika ia dipanggil untuk mengikuti rapat dengan pemerintah untuk menyelesaikan kasusnya. Bahkan ketika itu Bapak Presiden sudah memerintahkan lembaga yang bersangkutan untuk menyelesaikan kasusnya. Namun tak ada hasil setelah rapat itu, sehingga Indra Azwan mengatakan itu hanya sandiwara. Akan tetapi ia tetap memperjuangkan keadilan itu sampai sekarang.

Lantas, bagaimanakah dengan kita? Apakah hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menjadi pahlawan dengan sesuatu yang besar yang diperjuangkannya. Apakah kita tidak bisa menjadi seorang pahlawan? Jawabnya, tentu saja bisa. Kita bisa memulainya dari lingkungan kita sendiri, kita bisa menanam rasa nasionalisme kepada kerabat, teman, atau tetangga dengan cara apapun. Menanam bentuk-bentuk keadilan dan masih banyak lagi yang dapat kita lakukan. Oleh karena itu, marilah kita berusaha menjadi pahlawan yang tanpa pamrih, di mana pun kita berada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun