Mohon tunggu...
Victor Suryaman
Victor Suryaman Mohon Tunggu... -

Mahasiswa I'dad Aly An-Nuaimy Jakarta 2012/2013, juga sebagai Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gara-gara Alex

4 November 2012   06:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:00 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Krek…krek… Beberapa ranting terinjak Alex. Dia mencari tempat yang cukup luas di antara pohon-pohon tinggi ini. Liburan yang panjang ini dimanfaatkan empat anak untuk berkemah, mengunjungi tempat yang bebas dari polusi udara dan pandangan mata tidakdibatasi apalagi jika naik ke puncak bukit yang ada di hutan ini.

Badu mengeluh kelelahan, namun Anton menyemangatinya agar perjalanan makin menyenangkan. Priyo mengabadikan perjalanan dengan kawan-kawannya melalui andycam tersayangnya. Dia menginginkan hewan-hewan langka atau liar terekam dalam handycamnya. Sayangnya htan ini sudah terbebas dari binatang buasdan langka. Meskipun begitu dia tetap mmengabadikannya, keindahan alam pun cukup baginya untuk direkam.

“Alex, apa jaraknya masih jauh?,” Tanya Badu.

“Tidak juga. Sebentar lagi kita sampai (melihat tempat yang luas secara tidak sengaja). Tuh, disana tempat kita akan mendirikan tenda,” tegas Alex.

Semangat makin berkobaar di jiwa mereka melihat tempat yang sudah dekat. Dipercepat langkah mereka biar beban berat di punggung tak mengganggu lagi. Tidak lama, sampailah mereka dilembah bukit. Sebuah tenda mulai didirikan. Dengan kelincahannya tenda tersebut berdiri setelah tujuh menit mereka menaruh tas kemah. Dulunya mereka ialah anggota pramka yang disegani berbagai sekolah, selain itu mereka selal memenangkan lperlombaan dengan tangkas dan tidak ada yang bias mengalahkan mereka.

Zhuhur telah tiba, untunglah di dekat sana ada waduk yang airnya mengalir halus.Mereka berwudhu dengan air segar yang mengalir itu. Seuusai wudhu Anton membuka kompas guna mengetahui arah kibat. Sholatlah mereka dengan khusyuk kecuali Badu yang ketakutan kalau-kalau ada binatang buas menghampirinya. Ia tidak yakin dengan perkataan sang pengurus hutan rekreasi ini.

Seusai Sholat, Badu mendengar sesuatu daribalik pohjo. Bunyinya mendesis di telinganya. Keringat dingin menutupi dirinya. “Eh, pada denger suara gak?” tanya Badu, takut.

“Ya denger sich. Paling-paling ular lagi mainin ekornya,” jawab Alex, menakuti.

“Apa ada ular disni! Tidaak! Tolong usir ular itu! Sudah kuduga disini berbahaya!” teriak Badu ketakutan.

“Apa sich ribut-ribut. Mendingan gue cari faktanya (Bangkit dari duduknya dan melihat di balik pohon),” kata Priyo.

Semua tempat sudah dilihatnya, ternyata tidak ada ular yang ada hanyalah plastik tersangkut di pohon dan dibelai oleh angin. Alex tertawa melihat Badu ketakutan, sedang Badu melampiaskan kekesalannya sebab sudah ditakut-takuti temannya itu.

Malamnya me mereka menyalakan api unggun lalu makan, bernyanyi,dan bersenda gurau bersama. Setelah itu Alex mengusulkan ja;lan-jalan malam bersama . Awalnya mereka menolak karena sudah gelap. Tapi berkat ke sok-tahuan Alex, mereka menjadi mau asalkan Alex harus bertanggungjawab jika mereka tersesat.

Berjalanlah mereka dengan segala perlaengkapan pada malam itu. Dua senter dipakai menerangi jalan, Alex terdepan dalam perjalanan diikuti Anton,Badu , dan Priyo. Senter dan handycam disatukan memegangnya oleh Priyo. Hari yang gelap itu memang menyeramakan sesekali terdengar suara suara namun bukan suara binatang buas melainkan burung hantu atau tikus.

Mereka menuju puncak bukit untuk merasakan suasana malam di hutan rekreasi. Semakin naik semakin ganas hawa dingin menyerbu mereka. Kendatipun hawa dingin menyerang mereka tahan pakai mantel dan baju berlapis-lapis entah sampai kapan itu bertahan. Mereka terus naik bagai orang mendekap karena menahan. Priyo paling merasakan es di tubuhnya, ia hanya menahan satu tangan sedang tangan satunya memegang kamera.

“Alex udahan yuk. Kita pulang saja’ gue dah ngerasa nggak enak di sini,” kata Badu.

“Itu kan perasaanmu saja atau karena kedinginan. Kalau pulang sekarang tanggung, puncaknya tinggal beberapa langkah lagi”.

“Kau yakin ini jalannya ke puncak bukit,“ ragu Anton.

“Ya iyalah. Aku tahu seluk-beluk hutan ini. Kalian tinggal mengikutiku aja. Oke!” kata Alex dengan percaya diri.

Badu melihat ke belakang. Dia melihat sesuatu yang aneh.

“Ada apa, Du ngeliat ke belakang ?” tanya Priyo.

“Itu lihat. Setahuku disana seharusnya pohon-pohon tinggi, tapi sekarang tidak ada,” jawab Badu.

Priyo menoleh ke belakang,”Iya benar. Kok jadi semak-semak ya pohonnya?”

“Alex…Alex…Lihat ke bawah sana! Jalan yang tadi kita lalui mana?” teriak Badu.

Alex dan Anton melihat ke bawah, “Waduh, gimana nih! Pohon-pohonnya kok hilang!” kata Anton.

“Tenang saja nanti kita cari jalannya . Mungkin itu cuma halusinasi, biasa malam-malam beginikan jalanan tak terlihat jelas”.

“Tapi ini benar, Alex. Lihat saja rekaman sewaktu kita akan naik,” kata Priyo meyakinkan.

“Sudahlah tak usah dipermasalahkan. Yang penting kita naik ke puncak dulu,” kata Alex.

Kembali berjalanlah mereka ke atas bukit. Hanya tinggal selangkah lagi yang terdepan sampai. Langkah terakhir berhasil dicampakkan ke tanah, kedua tangan diangkat dan Alex melampiaskan kegembiraannya. Dia memandang dari atas ke bawah. Tiba-tiba kaget menyertainya ketika melihat ke bawah.

“Apa ini. Puncak ini bertebing dan dibawah sana banyak pohon juga ini tinggi sekali,” kaget Alex.

“Apaaa…” Seru yang lainnya.

“Ini jurang!,” tegas Anton.

“Bagaimana mungkin ini terjadi,” kata Alex tidak percaya.

“Aaaah… Kau menyesatkan kita, Alex!,” kata Priyo.

“Priyo, coba lihat hasil rekamanmu,” kata Alex. Priyo memutar hasil rekamannya. Semua melingkar melihatnya.

“Memang aneh! Harusnya jalan ini menuju puncak bukit, juga di bawah sana harusnya pohon,” kata Anton.

“Terus bagaimana ini! Aku tidak tah wilayah ini,” kata Alex panik.

“Kenapa Alex. Tadi santai-santai saja bahkan gembira, tapi sekarang kok jadi panik,” sindir Priyo.

“Udah ah, gak usah dibahas. Yang penting sekarang nih. Oh iya, nyala api unggun dan tenda kita pasti terlihat dari sini. (melihat-lihat ke segala penjuru di bawah sana) Hah, tidak ada,” kata Alex.

“Gara-gara kau, Alex. Kita jadi tersesat disini. Malem lagi,” kesal Badu.

“Iya…iya aku tahu. Bagaimana kalau kita turun kembali meyusuri semak-semak,” ujar Alex. “Huh, ternyata dia belum sadar,” pikir Priyo dalam benaknya.

“Apa kau gila! Semak itu tebal sekali. Pasti ada ularnya!” kata Badu.

“Benar! Kita tidak mungkin ke sana. Kita juga tidak tahu tempat ini hutan rekreasi atau bukan,” Anton meyakinkan Alex.

“Lagipula bila kita berjalan dengan kau yang pimpin mungkin bisa tersesat lagi seperti sekarang,” kata Badu.

Hati Alex sedikit tersentuh perklataan Badu. Dia merenungkan sikapnya selama ini. Ternyata dia terlalu sombong dengan alam. Sok tahu! Pikirnya. Aku menyasatkan mereka sekarng. Apa yang harus kulakukan? Ya, aku harus meminta maaf dulu pada mereka, setelah itu memikirkan caraya.

“Teman-teman, maafkan aku. Gara-garakulah kalian tersesat di sini,” mohon Alex.

“Akhirnya kau menyadari juga,” kata Priyo.

Anton berpikir sejenak memikirkan keanehan yang sempat tertunda tadi. Dia mengeluarkan kompas yang kebetulan dibawanya. Jarumnya berputar kencang tak ada henti-hentinya. “Kenapa jarumnya berputar terus?” Tanya Alex. “Ini menunjukkan kita berada…di…daerah …yang tidak diketahui tempatnya di bumi,” jawab Anton., agak ragu. Semua bengong mendengarnya.

“Gimana nih? Kita gak bias pulang. Terperangkap di sini,” kata Badu, takut.

“Tenang dulu! Kita bicarakan ini dari awal berangkat. (Semua diam sejenak) Tadinya banyak pohon dibawah, sekarang jadi semak-semak yang besar dan tebal. Seolah-olah alam merubah tempat ini. Tapi mengapa alam merubahnya,” kata Anton. “Mungkin ada yang berbuat kesalahan di antara kita?”,kata Priyo. Anton melanjutkan,”Hmmm, ya. Benar! Kalau tidak ada yang berbuat salah, alam tidak mungkin seperti ini”.

“Lalu bagaimana? Apa aku harus minta maaf pada alam, tapi bagaimana caranya?” tanya Alex.

Yang lain terdiam sebentar menatap Alex. Mereka merasa aneh tiba-tiba Alex bersikap seperti ini.

“Hei… kenapa kalian menatapku dengan muka seperti itu,” tanya Alex.

Mereka memalingkan muka seraya berucap, “Ah, tidak tuh! Hanya baru lihat kau kayak gitu”.

“Kalau begini, kita sama-sama beristigfar saja, memohon ampunan kepada Allah,” Priyo mencari penyelesaian.

Tentu setuju mereka pada perkataan Priyo. Dengan diiringi suara jangkrik malam,mereka sungguh-sungguh memohon ampunan dari Tuhanya. Terlebih Alex, dia tobat dengan taubatan nashuha. Mata mereka dipejamkan supaya lebih khusyuk. Beberapa lama kemudian alam berubah seperti semula, yang tadinya ada jurang menjadi tiada, pohon-pohon tinggi menggantikan semak-semak, dan api unggun terlihat masih berkobar walau umurnya hampir habis.

Adzan subuh yang berasal dari masjid dekat hutan rekreasi membangunkan mereka yang tertidur karena saking mengantuknya usai beristigfar kepada Allah pada larut malam itu. Gembiralah mereka melihat alam kembali dan tak lupa rasa seyukur mereka lantunkan dari hati yang terdalam melalui lisan. Langsunglah mereka balik ke tenda serta menyiapkan diri untuk sholat subuh. Alex mulai menghilangkan sikap buruknya itu, namun dia ditolak teman-temannya memimpin perjalanan pulang, takut kambuh akan sikapnya itu.

BIODATA

Nama : Victor Suryaman

Alamat: Kp. Sabi No.9 RT 005/02 Kelurahan Bencongan-Kecamatan kelapa dua-Kabupaten Tangerang

Kode Pos:15810

Nomor telepon: 087871685759

Alamat email: priyox@yahoo.co.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun