Mohon tunggu...
Victor Tandiasa
Victor Tandiasa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Constitutional Lawyer -ll- \r\nKetua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi -ll- Twitter : @VST_Recht -ll- Blog FKHK : http://forumkajianhukumdankonstitusi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menggugat Kembali Lambang Negara Jilid II

1 Juli 2014   09:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:01 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Garuda Merah yang saat ini menjadi salah satu masalah yang muncul dalam pencapresan tahun 2014 ini menjadi suatu hal yang menarik, persoalannya ada aturan yang dilanggar oleh pembuatan logo Garuda Merah yang saat ini sedang ramai dipersoalkan.

UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan banyak memiliki kelemahan dalam ketentuan-ketentuannya, terkait dengan masalah Garuda Merah kemudian menjadi persoalan ketikan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 57 huruf c yang menyatakan :

“Setiap orang dilarang :

c.membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi, dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara”

sementara pengaturan sanksi terhadap Pasal 57 huruf c diatur dalam Pasal 69 huruf b, yang menyatakan :

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), setiap orang yang :

b.membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara”

Persoalannya ada pada Ketentuan norma dalam Pasal 57 huruf c dan Pasal 69 huruf b, adalah frasa “membuat lambang untuk perseorangan” serta frasa “menyerupai Lambang Negara”. Bagaimana jika hal ini bukan dilakukan oleh seorang calon Presiden dan Wakil Presiden yang memiliki kekuatan dana dan kekuasaan? Bagaimana jika yang membuat lambang untuk perseorangan adalah seorang pengerajin/seniman dan rakyat biasa yang tidak mempunyai kekuasaan dan uang? Bagaimana jika seorang warga Negara membuat lambang untuk perseorangan yang menyerupai lambang Negara, sementara tidak ada penjelasan dan batasan seperti apa bentuk yang menyerupai tersebut?

Jika kita membahas tentang Lambang Negara Republik Indonesia Garuda Pancasila, dapat dikatakan bahwa Lambang Garuda Pancasila memiliki keterkaitan erat dengan Jatidiri Bangsa Indonesia dan juga sebagai Sumber dari segala sumber Hukum NKRI yaitu Pancasila. Bisa dikatakan bahwa jika di wujudkan secara grafis Pancasila itu sendiri dapat diwujudkan melalui Garuda Pancasila.

Garuda Pancasila adalah Lambang Negara Republik Indonesia dan mengenai peraturannya diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Jika kita memperhatikan dalam konsideran menimbang sebagai maksud secara filosofis Undang-Undang No. 24 Tahun 2009, huruf a dan b dikatakan :

“a.bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan merupakan sarana pemersatu identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b.bahwa bendera dan bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keanekaragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

kemudian pada Pasal 46 dikatakan :

“Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis diatas pita yang dicengkram oleh Garuda”

selanjutnya pada Pasal 48 ayat (2) dikatakan bahwa :

“Ada perisai sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut:

a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima;

b. dasar Kemanusiaan yang adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai;

c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin dibagian kiri atas perisai;

d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng dibagian kanan atas perisai; dan

e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi dibagian kanan bawah perisai”

Artinya Undang-undang No. 24 Tahun 2009 sendiri yang menegaskan ada hubungan antara Lambang Negara Garuda Pancasila dengan Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia. Sehingga kecintaan masyarakat Indonesia terhadap Pancasila diwujudkan dengan menggunakan Garuda Pancasila.

Namun dalam undang-undang nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, pada bagian ketiga, tentang larangan Pasal 57 huruf c dan d yang dalam penerapannya dapat berpotensi terjadi kriminalisasi kepada warga Negara.

Pada tahun 2012 Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, beserta para pemohon perseorangan dari elemen Mahasiswa dan Buruh menggugat keberadaan Pasal 57 huruf c dan d dengan nomor perkara 4/PUU-X/2012 yang disidangkan pada tanggal 19 Januari 2012 (sidang pendahuluan I) dan pengucapan putusan pada tanggal 15 Januari 2013 dengan amar putusan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian yaitu menyatakan Pasal 57 huruf d yang berlaku secara mutatis mutandis terhadap Pasal 69 huruf c bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, dan menolak permohonan untuk selain dan selebihnya.

Putusan Perkara No. 4/PUU-X/2012 hanya memutus sebagian dari yang dimohonkan oleh para pemohon, dimana Pasal 57 huruf c dan pasal 69 huruf b yang merupakan pasal yang memiliki hubungan mutatis mutandis tidak dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 oleh Mahkamah Konstitusi.

Persoalan yang timbul saat ini adalah masuknya frasa “membuat lambang untuk perseorangan” serta frasa “menyerupai Lambang Negara”. Artinya jika ada seseorang warga negara yang membuat Lambang untuk perseorangan yang menyerupai Lambang Negara maka diancam pidana penjara 1 tahun atau denda seratus juta rupiah. Sementara dalam penjelasannya tidak ada penjelasan lebih rinci serta bentuk yang dianggap menyerupai Lambang Negara.

Terlepas dari polemik yang terjadi dalam pencapresan hari ini terkait penggunaan Garuda Merah oleh capres dan cawapres nomor urut 1, saya sebagai warga Negara yang terus memperjuangkan persoalan kesakralan Garuda Pancasila yang dijadikan sebagai lambang Negara NKRI inilah yang menjadi dasar pemohon saya untuk mengajukan kembali untuk yang kedua kali upaya Judicial Review terhadap ketentuan norma Pasal 57 huruf c untuk frasa “membuat lambang untuk perseorangan” serta frasa “menyerupai Lambang Negara” dan terhadap frasa yang sama dalam Pasal 69 huruf b yang memiliki hubungan mutatis mutandis dengan Pasal 57 huruf c UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 32 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Bahwa Pemberlakuan Pasal 60 ayat (1) yang menyatakan bahwa “terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali” dalam permohonan ini tidak berlaku karena selanjutnya pada ayat (2) menyatakan “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 60 ayat (2) dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 14/PUU-XI/2013 tentang Pemilu Serentak dimana salah satu pasal yang diuji sudah pernah diuji namun diujikan kembali dengan menggunakan penambahan batu uji yang berbeda.

Pengujian ini memiliki perbedaan terhadap pengujian No. 4/PUU-X/2012 dimana dalam pengujian tersebut ketentuan norma dalam Pasal 57 huruf c diuji secara keseluruhan dengan menggunakan batu uji Pasal 28C ayat (2), Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 32 ayat (1), berbeda dengan permohonan pengujian yang Pemohon ajukan adalah menguji sebagian frasa dalam pasal 57 huruf c yaitu frasa “membuat lambang untuk perseorangan” serta frasa “menyerupai Lambang Negara” dan terhadap frasa yang sama dalam pasal 69 huruf b Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Permohonan Judicial Review akan dimasukan ke Mahkamah Konstitusi pada hari Rabu, Tanggal 02 Juli 2014, Pkl. 14.00 WIB oleh Pemohon Perseorangan Victor Santoso Tandiasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun