Mohon tunggu...
Victor Tandiasa
Victor Tandiasa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Constitutional Lawyer -ll- \r\nKetua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi -ll- Twitter : @VST_Recht -ll- Blog FKHK : http://forumkajianhukumdankonstitusi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menguji Formil Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) ke Mahkamah Konstitusi

8 Juni 2014   07:10 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:45 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dalam ketentuan umum pasal 1 angka 3, mengatakan bahwa undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden, yang dimana undang-undang tersebut harus melalui Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut PROLEGNAS adalah instrument perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis.
Selanjutnya dalam pasal 1 angka 12 pegundangan adalah penempatan peraturan peraturan perundang-undangan dalam lembaran negara Republik Indonesia, tambahan lembaran negara Republik Indonesia, berita negara Republik Indonesia, tambahan berita negara Republik Indonesia, lembaran daerah, tambahan lembaran daerah, atau berita daerah.
Kemudian pada pasal 5, disebutkan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan perundang-undangan yang baik, yang meliputi :
a.Kelejasan tujuan ;
b.Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat ;
c.Kesesuaian antara jenis hirearki, dan materi muatan ;
d.Dapat dilaksanakan ;
e.Kedayagunaan dan kehasilgunaan ;
f.Kejelasan rumusan ; dan
g.Keterbukaan.
Terakhir pasal 6 ayat (1), mengatur tentang Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas :
a.Pengayoman ;
b.Kemanusiaan ;
c.kebangsaan ;
d.Kekeluargaan ;
e.Kenusantaraan ;
f.Bhineka tunggal ika ;
g.Keadilan ;
h.Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah ;
i.Ketertiban dan kepastian hukum ; dan/atau
j.Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Menurut Bagir Manan, ada 3 dasar dalam suatu peraturan perundang-undangan, antara lain :
a.Dasar yuridis (juridishe gelding), yakni pertama, harus ada keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan. Setiap perturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang kalau tidak, peraturan perundang-undangan tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig).
b.Dasar sosiologi (sociologische gelding), yakni mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
c.Dasar filosofis, bahwa setiap masyarakat selalu mempunyai ciata hukum (rechtsidee) yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum. (Bagir Manan, peranan peraturan perundang-undangan dalam pembinaan hukum nasional, armico, Bandung, 1987, hal. 13)
Selanjutnya menurut Maria Farida menyatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang patut akan mengikuti pedoman dan bimbingan yang diberikan oleh cita negara hukum yang tidak lain adalah Pancasila. (Maria Farida Indrati Soeprapto, ilmu perundang-undangan : dasar-dasar dan pembentukannya, Yogyakarta ; kanisius, 2007, hal. 197)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan produk peraturan perundang-undangan warisan masa penjajahan Belanda. Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah kodifikasi hukum perdata Belanda yang isi dan bentuknya sebagaian besar serupa dengan Code Civil Prancis (kodifikasi hukum perdata Prancis) (Abdulkadir Muhammad, “Hukum Perdata Indonesia”, hlm. 5).
Karena pada saat itu Indonesia dibawah jajahan Belanda, maka Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini diusahakan kerajaan Belanda agar dapat diberlakukan pula di Hindia Belanda (Indonesia) pada waktu itu. Abdulkadir menjelaskan KUHPer untuk Hindia Belanda (Indonesia) disahkan sebagai undang-undang oleh Raja Belanda pada tanggal 16 Mei 1846, melalui Staatsblad 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Maka Kitab Undang-Undang Hukum Perdara adalah Undang-Undang sampai saat ini dan masih berlaku di Indonesia, selama belum digantikan oleh undang-undang baru. Hal tersebut juga dijelaskan Abdulkadir (hlm. 6).
Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa KUHPer merupakan suatu undang-undang yang dikitabkan (dikodifikasikan) sehingga disebut sebagai suatu kitab undang-undang, dan sampai saat ini KUHPer tersebut masih berlaku di Indonesia.
Pada perkembangannya BW yang ada saat ini sebagai Kitab Undang-undang Hukum Perdata isi dan materinya tidak utuh seperti pada saat di kodifikasi, ada beberapa bagian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang sudah tidak berlaku lagi hal itu dikarenakan ada suatu peraturan perundang-undangan yang baru dan putusan-putusan hakim yang merupakan yurisprudensi yang menggantikannya karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat jauh berubah dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada saat Burgelijk Wetboek yg kini menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdara dikodifikasikan.
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku dan menjadi UU yang berlaku di seluruh wilayah NKRI berdasarkan Ketentuan Peralihan pasal 1 UUD 1945. Dan hingga saat ini tidak adanya inisiatif dan keinginan dari Pemerintah maupun DPR sebagai Lembaga yang berwenang untuk membuat undang-undang yang baru menggantikan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek) yang membuat Kitab Undang-undang Hukum Perdata masih ada hingga saat ini, padahal aturan-aturan tersebut merupakan suatu produk hukumjaman kolonial Belanda yang sudah tidak relevan untuk diberlakukan pada saat initidak bersumber pada Pancasila, UUD NRI 1945, maupun dalam UU yang mengatur tentang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Pasal 51A ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan : “Dalam hal permohonan pengujian berupa permohonan pengujian formil, pemeriksaan dan putusan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara pembentukan peraturan-perundang-undangan”.
Selanjutnya Pasal 51A ayat (4) mengatakan :“yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”, antara lain Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Peundang-undangan, Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait, seperti peraturan Dewanm Perwakilan Rakyat tentang Tata Tertib."
Oleh Karena itu kami dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) beserta para akademisi dari beberapa wilayah dan Mahasiswa Hukum yang peduli terhadap penegakan supremasi konstitusi berencana akan mengajukan Uji Formil terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) ke Mahkamah Konstitusi demi terwujudnya Reformasi Hukum Perdata di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun