Jurnalistik adalah suatu karya seni dalam hal membuat catatan dalam peristiwa kejadian sehari-hari, kegiatan jurnalitik ini meliputi keterampilan mencari, mengumpulkan,mengolah dan menyajikan informasi dalam bentuk berita yang dikemas sebaik mungkin agar bisa dibaca dengan baik oleh para pembacanya, kegiatan jurnalistik ini dibuat untuk membentuk opini publik terhadap suatu peristiwa, para jurnalis yang berhasil adalah ia yang bisa mengubah perilaku pembacanya agar bisa sama dengan kehendak jurnalis tersebut,
Kegiatan jurnalistik banyak sekali macamnya, dari meliput berita, wawancara masyarakat dan orang-orang penting, ataupun kegiatan dibalik layar radio ataupun televisi, dari semua kegiatan diatas tersebut perlu keahlian tersendiri, walaupun begitu, semua orang bisa saja menjadi wartawan asalkan ia mau memahami apa arti jurnalistik yang sebenarnya, contohnya dikampus saya, ada beberapa mahasiswa ataupun mahasiswi yang mempunyai keinginan di bidang jurnalistik, mereka tergabung didalam UKM jurnalistik Untirta,saya yang juga tergabung dalam UKM tersebut tidak hanya mempunyai teman dari jurusan yang sama saja yaitu ilmu komunikasi, teman mahasiswa atau mahasiswi dari luar jurusan seperti dari jurusan ekonomi, hukum dan yang lainnya juga ikut berkecimpung di dalamnya, bahkan dari mereka mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan di UKM bukan hanya untuk mengisi waktu kosong tetapi juga untuk menyalurkan bakat menulisnya di bidang jurnalistik.
Dari pengalaman saya dan teman-teman dalam meliput berita, terdapat beberapa kesulitan dan resiko yang saya terima, dalam meliput demo di Banten contohnya, dalam berdemo biasanya terdapat beberapa resiko, seperti adanya chaos atau bentrokan antar polisi dan para pendemo, waktu itu saya memberanikan diri untuk bisa mengambil gambar yang bagus untuk dokumentasi foto-foto saya, otomatis saya harus berada didekat pendemo yang sedang terlibat bentrokan dengan aparat keamanan yang berjaga, sempat terdorong bahkan terkena pukulan nyasar menjadi bumbu dalam meliput berita yang berujung bentrok, bagaimana cara melindungi diri dari kejadian tersebut belum saya pikirkan sebelumnya, karena belum ada antisipasi dari diri saya.
Antara melindungi senjata untuk peliputan seperti kamera dan melindungi diri sebenarnya menjadi keputusan yang sangat harus saya pikirkan sebelumnya, akhirnya saya belajar dari wartawan-wartawan professional di media nasional yang ada, saya yang tidak membekali diri dengan ilmu untuk menjaga keselamatan diri saya sendiri seharusnya terlebih dahulu mencari informasi tentang teknik dan strategi dalam peliputan.
Maka itu, dibalik kesenangan dalam menyajikan berita tersimpan sebuah hal yang penting untuk di pikirkan, yaitu keselamatan dalam diri sang jurnalis, kegiatan yang dilakukan di lapangan seperti kameraman, photographer,wartawan ataupun reporter membutuhkan nyali yang cukup besar karena dalam meliput berita butuh kesiapan yang matang, contohnya, pada peliputan kejadian demo, kerusuhan, ataupun tindak kriminal lainnya.
Banyak sekali kejadian-kejadian yang melibatkan keselamatan para jurnalis, seperti kasus Levina I, tahun 2003 reporter Ersa Siregar tewas dalam baku tembak antara GAM dan TNI diwilayah NAD, 5 (lima) kru TV7 hilang dalam acara Jejak Petualang di laut Arafuru, menurut pernyataan organisasi pengawas kemerdekaan pers, tahun 2005, merupakan tahun yang mengerikan bagi para wartawan, lebih dari 60 wartawan terbunuh dan 1.300 lainnya diserang atau diancam secara fisik.
Kegiatan yang meliputi jurnalistik tersebut harusnya dibekali pengetahuan yang memadai, hal tersebut harus dilakukan karena untuk menjaga keselamatan para jurnalis. Para wartawan yang mendapat tugas meliput ke daerah yang mempunya resiko tinggi harus bisa mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak terduga, mereka harus mengenali daerah tersebut dengan baik, membawa daftar kelengkapan administrasi yang lengkap seperti Kartu Pers, KTP, alat P3K dan alat komunikasi lebih dari satu.
Wartawan tidak harus mahir dalam mengabadikan suatu kejadian saja, mereka harus mempunyai stategi-strategi dan suatu keputusan tegas dalam menghadapi kejadian situasi yang sulit untuk dilakukan, karena menurut penelitian, banyak media di Indonesia yang memberangkatkan wartawannya dengan bekal seadanya terutama pembekalan mental dan pengetahuan bertahan hidup (survival) yang sangat minim dalam peliputan seperti kerusuhan missal, perang, bencana dan yang lainnya, padahal dalam peliputan semacam itu media harus bisa memperhitungkan tingkat keselamatan wartawannya.
Materi yang diberikan biasanya berisi tentang bagaimana membuat perencanaan teknis di lapangan, memahami situasi, bersiaga dalam menghadapi kemungkinan terburuk dan penindakan dalam segala bentuk kecelakaan ringan maupun berat.
Tentu saja peristiwa duka yang telah terjadi akan menjadi pelajaran tersendiri bagi para media dan khususnya para jurnalisnya, karena memang betul sekali jika penonton, pendengar ataupun pembaca ingin sekali mendapatkan berita atau gambar suatu kejadian yang sedang menjadi topik di dunia dengan mengedepankan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi tetapi para penikmat berita juga ingin para pembuat beritanya bisa melihat hasil dari peliputannya tersebut, tidak meninggal dengan cara yang sia-sia.
Maka itu kita sebagai calon jurnalis harus memahami dengan betul semua kemungkinan yang akan terjadi agar tidak mendapatkan resiko yang sangat membahayakan bagi diri sendiri, kita harus bisa mendalami semua keadaan yang akan terjadi, bahkan dalam keadaan yang sesempit apapun itu kita harus bisa mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H