Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia,…(Matius 12:15b-16)
Dalam politik modern di era virtual ini model politik pencitraan merupakan sebuah cara untuk mempengaruhi pilihan-pilihan politik masyarakat. Dan media adalah tuan bagi politik pencitraan tersebut Dalam konteks ini perkawinan politik dan media telah menghasilakn anak kandunganya yaitu ‘gemerlap citra”. Namun demikian gemerlap citra itu, meminjam Heidegger, hanya ada dalam eksistensi layar kaca televisi ataupun layar komputer, dan terpenjara dalam Pembingkaianya. Dengan kata lain politik pencitraan sebenarnya memainkan peran penting untuk meperlihatkan sisi-sisi indah yang hanya ingin ditampilkan oleh para politikus dalam rangka menggerakan massa melalui kecanggihan teknologi. Sementara ia menampilkan sebuah ‘tayangan’ keindahan dalam pencitraannya, para politikus secara sadar telah menyembunyikan sisi gelap yang senantiasa muncul dalam ranah politik praktis. Hal inilah yang oleh Heidegger dikatakan bahwa penampakan itu adalah sekaligus ketersembunyiannya. Artinya, politik pencitraan mengajak massa untuk memanjakan mata dalam melihat sosok para politikus, dan dengan demikian sekaligus telah menghilangkan daya kritis massa dalam berpikir. Jadi, baik massa dan para politikus sekaligus masuk dalam jerat Pembingkaian yang sama-sama kehilangan kekritisan (nalar) dan menjadi sekedar hanya melihat.
Saya merasa bahwa gaya politik Yesus justru sangat bertolak belakang dalam konsep pencitraan yang demikian. Gaya politik Yesus justru mempersempit ruang pencitraan dalam pembingkaian dengan mana Ia melarang agar orang tidak memberitahukan siapa DIA. Namun demikian, bagi saya Yesus tetap memainkan pola-pola politik pencitraan. Tetapi pola politik pencitraanNya tidak terbatas dalam pembingkaian melihat tetapi pada pencitraan mengajak orang bernalar (berpikir) tentang siapa DIA. Memikirkan siapa Yesus telah menempatkanNya tidak terbatas pada siapa DIA (seperti batasan dalam bingkai televisi, layar kaca, layar komputer) tetapi pada apa yang Ia kerjakan dalam dunia ini – karya Nya yang holistik. Jadi, sementara dalam abad virtual ini politik citra lebih dilihat sebagai model politik unggul yang berbasis teknologi kekinian, namun sejalan dengan itu juga ia telah memberangus keutuhan identitas sang politikus dalam keterbatasan yang inferioristik. Sebaliknya, dalam perkataan untuk tidak memberitahukan kepada orang banyak siapa DIA, Yesus justru telah mendobrak tembok-tembok pembingkaian tentang diri Nya melalui proses nalar bagi setiap orang yang bertanya atau juga melihat DIA. Dalam proses nalar inilah setiap orang akan mengenal Nya secara utuh, tidak sebagian-sebagian dalam ‘Bingkai Citraan’.
** Para Politikus Masa Kini: harusnya menempatkan dirinya bagi sebuah kehadiran yang dipikirkan (nalar) oleh semua orang, bukan semata-mata dilihat orang…semoga..!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H