JAKARTA - Seiring perkembangan zaman yang dinamis, teknologi juga berkembang dengan sangat pesat. Hal ini menjadikan manusia harus bisa mengimbangi pertumbuhan digitalisasi, agar bisa tetap survive di era yang serba cepat ini, tak terkecuali bagi para pekerja jurnalistik.
Sejak dahulu, masyarakat Indonesia sudah akrab dengan berita-berita di televisi konvensional yang merupakan salah satu sumber informasi utama. Akan tetapi, sejak kemunculan internet dan media sosial, televisi tidak lagi menjadi sarana penyampaian informasi utama.
Hal ini disebabkan arus informasi yang diciptakan oleh digitalisasi lebih praktis dan aktual, dibandingkan berita yang muncul di televisi. Informasi yang semula memerlukan waktu lebih lama untuk diakses, sekarang dapat dengan mudah dijangkau karena digitalisasi membuat jurnalis terus mengadakan penyesuaian dalam menjalankan perannya.
Masyarakat Indonesia bisa mendapatkan informasi yang tervalidasi kebenarannya karena jurnalis dituntut untuk bisa fleksibel menjalankan perannya sebagai pembawa berita. Jurnalis yang terbiasa untuk mengolah data secara konvensional pun dituntut untuk menguasai berbagai komponen yang terdapat dalam media digital.
Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Vito, Jurnalis Kompas.com, saat ditemui pada aksi Demo Buruh (29/11), “indikator-indikator apa sukses atau tidaknya media online mainstream saat ini kan berdasarkan SEO Google.
Oleh karena itu, kita harus bisa menguasai Google itu. Nah, caranya adalah dengan menjadi yang paling cepat atau menjadi yang paling banyak kontennya, gitu”.
Tantangan serupa juga dialami oleh Berki, Camera Person BeritaSatu, saat dijumpai pada aksi Demo buruh, “lebih up to date aja sih di sosial media, ya. Yang harusnya sehari harus dapet berapa berita, ini harus dapet lebih banyak lagi. Karena kan digital ini kan perkembangannya cepet, jadi si redaksi ini ngemainin beritanya juga harus cepat.” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pembagian job description seorang jurnalis disesuaikan pada lingkup wilayahnya. Jika terjadi peristiwa di suatu wilayah, maka jurnalis setempatlah yang memiliki peranan penting untuk dapat sesegera mungkin meliput peristiwa, untuk kemudian dikemas dan disampaikan kepada khalayak ramai.
Di samping itu, tantangan lain berupa berita bohong atau hoax juga ramai dihadapi oleh jurnalis digital dewasa ini. Hal ini dikarenakan Kode Etik Jurnalis yang merupakan landasan pekerjaan, menjadikan siapapun yang bergelut di bidang ini juga memiliki tanggung jawab penuh untuk meluruskan isu-isu liar yang berseliweran di media sosial, “biasanya dari media sosial itu kan berkembang tuh isu-isu juga di situ, nah kita sebagai kantor berita kita meng-counter itu.
Semacam kita juga memberikan clearance gitu, penjelasan. Jadi biar isu liar di media sosial tidak berkembang liar” ujar Dewa selaku Pewarta Antara News ketika dijumpai saat Demo Buruh (29/11) lalu. “Siapapun sekarang bisa membuat media sosial, dan bisa membuat berita begitu, tanpa ada kode etik. Kalo kita kan bekerja berdasarkan Kode Etik Jurnalistik. Nah itu tadi, hoax, kabar-kabar yang belum jelas kebenarannya. Kalo kita kan harus balance, harus cover both side, begitu” tuntas Dewa.