Penulis : dr Vicka Farah Diba
Tergopoh gopoh, Ucok menyusuri jalan kampung yang minus penerangan. Sambil membawa senter, sebelah tangannya menjinjing sarung agar tidak kotor kena tanah. Sarung warisan almarhum Amang yang selalu jadi kebanggannya. Seperti biasa ba'da Isya, Ucok dan teman-temannya berkumpul di surau untuk mengaji.
"Kenapa lari lari Ucok ?" Tegur Pak Ustad "Keasyikan nonton Upin Ipin jadi lupa mengaji ya" gurau Pak Ustad melihat Ucok datang terengah engah
"Bukan Pak Ustad, Ucok kelamaan menyiapkan dagangan untuk besok" jelas Ucok
"Oh, jadi kamu sekarang nggak suka nonton Upin Ipin lagi Ucok ?" Goda Ucrit teman ngajinya
"Inang tidak memperbolehkan aku nonton TV, Ucrit" keluh Ucok "Kata Inang, TV isinya cuma orang bergunjing dan berantam. Tidak baik untuk anak anak. Kalau ditonton terus, nanti tivinya semakin laku"
Pak Ustad tergelak dengan penuturan polos Ucok "Inang kamu memang cerdas Ucok, sama seperti kamu"
"Apa benar begitu Pak Ustad?" Tanya Ucok "Setau Ucok , bangsa Indonesia bisa menang melawan penjajah, karena bangsanya rela berkorban dengan semangat persatuan"
"Pintar kamu Ucok. Ternyata kamu tidak tidur di kelas Sejarah kemarin" goda Buyung teman sekelas Ucok.
"Aku nggak tidur Buyung. Jangan jangan kamu yang tidur kemaren. Coba kutanya, kamu tau tidak artinya Politik Devide et Impera?" Tantang Ucok
"Tau dongg, itu artinya Politik "pecah belah dan kuasai" strategi bangsa penjajah untuk menguasai bangsa kita. Karena bila kita bersatu, maka sulit dikuasai oleh bangsa asing. Itulah kenapa para pemuda mengikrarkan semangat persatuan dalam sebuah sumpah. Walau berbeda beda, tapi tetap satu bangsa indonesia" jawab Buyung tangkas