[caption id="attachment_109211" align="alignnone" width="427" caption="potret anak kuliahan yang mulai melupakan rasa nasionalisme?"][/caption]
“.. Perjuangan memperoleh kemerdekaan bagiku adalah tindakan terpuji, menyelamatkan kedaulatan Negara, memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk merasakan sejengkal kebebasan dalam kandang sendiri, sehingga semakin banyak produk dan kreatifitas bangsa yang diakui dimata dunia. Namun sayang, rasa nasionalisme kita kiat tersumbat, dengan perilaku-perilaku yang mendukacitakan semangat perjuangan awal..” (refleksi kecil Hari Kebangkitan Nasional)
Menjadi seorang mahasiswa dikampusku ternyata tidak serta merta layak dikatakan sebagai penghuni tingkatan tertinggi dalam dunia pendidikan. Kalaupun itu benar, proyeksi seperti itu hanya masuk pada kategori mengenyam pendidikan tinggi, setingkat diatas siswa yang belum menekuni spesialisasi pendidikan, ataupun jurusan, padahal sebenarnya ada sesuatu yang hilang dalam jabatanku sebagai mahasiswa, yakni rasa dan semangat nasionalisme yang kian memudar.
Perhatianku tersentak pada kibaran bendera merah putih yang berkibar megah tahun kemarin didesaku dipinggiran kota Tomohon yang juga sering disebut city flower. Meskipun perawakan merah putih itu kian lapuk karena dimakan zaman, namun tetap saja kibaran itu, seola-ola ingin memberikan tamparan keras dihatiku. Sejenak merefleksikan keberadaan hidup sebagai seorang mahasiswa yang dikatakan berpendidikan tinggi, ketimbang jejeran anak sekolah yang berbaris teratur rapih disisi kananku dengan sigap sempurna. Teringat masa sekolahku dulu, pasti tempat ini menjadi saksi sejarah kepiawaianku sebagai seorang komandan upacara.
Kali ini posisiku beda, hanya tergabung dalam kumpulan generasi muda yang terkolaborasi dalam karang taruna desa. Kesesakkan hatiku kian terasa tatkala kami diwajibkan mengikuti pembacaan Pancasila yang nyaris kulupakan. Bukan hanya itu, selama beberapa tahun hafalanku, ketika masih mendapatkan ilmu pendidikan moral pancasila, dikelas sd didesaku itu, mulai terlupakan satu persatu. Apalagi saat pengucapan UUD 1945 yang menjadi symbol kejayaan bangsa, dan merupakan asset juridis Negara yang semestinya tidak boleh dilupakan dan dimakan oleh zaman. “Ya Tuhan aku melupakan itu,” bisikku dalam hati. Ternyata apa yang aku dapatkan sebagai seorang mahasiswa dengan 2 SKS mata kuliah umum tentang Kewarganegaraan, tidaklah cukup untuk mengingatkan aku terhadap pengucapan Pancasila dan undang-undang dasar 1945 yang semestinya menjadi senjata pamungkasku sebagai seorang warga Negara Indonesia, yang berjuang memperoleh kemerdekaan dengan darah dan airmata. Sejenak aku bertanya dalam hati, apakah merah putihku akan berkibar gagah, jika dalam tingkatan perguruan tinggi saja, aku mulai (diajarkan) untuk melupakan identitas Negara sesungguhnya? Apakah menjadi seorang mahasiswa harus gigit jari, mendengarkan pelafalan siswa sd kelas satu yang begitu lantang dan gagah mengucapkan itu?, sungguh tamparan hebat.
Kehebatanku sebagai seorang mahasiswa tidak lebih dari seorang anak kecil yang tidak pernah melupakan warna bendera dan semangat merah putih yang sudah ditanamkan sejak sekolah dulu didesaku. Menjadi seorang mahasiswa, mungkin bisa diukur sedalam apa, kecintaan kita terhadap rasa nasionalisme. Bukti kongkrit, sejak menyandang gelar mahasiswa selama 5 tahun lamanya, perayaan upacara pengibaran bendera dapat dihitung dengan jari. Tapi sewaktu duduk dibangku sekolah, perayaan itu menjadi langganan tiap Senin, dan diwajibkan menjadi salah satu aparat upacara. Aku bersyukur untuk pengetahuan lamaku yang masih tertanam dalam pikiranku tentang nasionalisme, karena masih banyak teman-temanku yang belum menyadari benar, proses dekadensi moral dan rasa nasionalisme terhadap bangsa dan Negara Indonesia. Mungkin sudah saatnya kita menciptakan system pendidikan moral layak meskipun dalam kapasitas pendidikan tinggi. Kekalahanku dengan siswa sekolah dasar itu, menjadi bebanku yang tidak akan kulupakan sepanjang massa. Maju terus Indonesiaku. Selamat merayakan Hari Kebangkitan Nasional, semoga semakin banyak yang menyadari akan pentingnya kemerdekaan dan kedaulatan ini. AMIN. (^^)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H