Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan pasti memerlukan orang lain untuk dapat bertahan hidup. Karenanya, banyak individu selalu ingin terlihat baik agar dapat diterima dalam lingkungannya. Hal baik memiliki nilai tersendiri; nilai positif akan diberikan ketika terjadinya sebuah timbal balik saling menguntungkan antara individu dengan sekitarnya. Sebaliknya, nilai buruk akan didapatkan ketika individu merasa tidak nyaman dan dirugikan oleh lingkungannya.
Fenomena "People Pleaser" lumrah terjadi sekarang ini. People pleaser diilustrasikan sebagai seseorang yang selalu berusaha keras untuk menyenangkan orang lain, terutama dengan mengorbankan kebutuhan dan keinginannya sendiri. Sebab bagi sebagian orang, menolak permintaan atau untuk mengatakan "tidak" kepada orang lain dapat menjadi hal yang menakutkan. Dampaknya, individu tersebut akan melakukan perintah, merasa tertekan kemudian muncul rasa tidak suka dalam hati.
Mari mengenal pola perilaku people pleaser!
- Individu yang cenderung menjadi people pleaser seringkali merasa perlu untuk memenuhi harapan orang lain, sebab ia khawatir akan penolakan, konflik, atau terputusnya sebuah hubungan. Akibatnya, mereka akan mengorbankan kepentingan ataupun kebutuhan pribadinya.
- Merasa bertanggung jawab akan perasaan orang lain, people pleaser sering bilang "iya" "bisa" "boleh", sulit mengatakan "tidak" pada kemauan atau permintaan orang lain, serta berusaha agar orang lain tidak tersinggung dan kecewa.
- Insecure, menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain, sehingga sering kali meminta maaf atas kesalahan yang bukan miliknya.
Lalu apa dampaknya?
- Dari perilaku yang telah disebutkan, Â people pleaser cenderung memiliki stress, cemas, dan sensivitas cukup tinggi, namun mereka terbiasa memendamnya sendiri. Akibatnya dapat membuat seseorang tidak dapat berfikir jernih dan berujung pada pelepasan emosi yang tidak sehat, seperti self-harm.
- People pleaser juga akan mudah dimanfatkan orang lain sehingga mengesampingkan kepentingan pribadinya.
- Selain itu, ia juga akan mengalami kesulitan dalam menempatkan diri sebab terlalu banyaknya pengorbanan sehingga membawa dampak pada kesehatan mentalnya.
Mengapa penting untuk mengatakan "no"?
Mengatakan "tidak" bukanlah pertanda egoisme atau ketidakpedulian terhadap orang lain. Sebaliknya, itu adalah bentuk perlindungan diri. Menolong orang lain merupakan perbuatan terpuji, namun tidak dengan mengorbankan kepentingan pribadi. Sebab, jika mengorbankan diri berarti bermakna 'beda' dengan sifat baik atau berbuat kebaikan. Orang yang menolong berarti dirinya dapat menempatkan diri dan dapat menyeimbangkan menolong orang lain dan kebutuhan dirinya sendiri, bukan memaksakan diatas kemampuannya.
Bagaimana mengatasinya?
Apabila seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai people pleaser dan mengakibatkan masalah dalam hidupnya, langkah untuk mengatasi dengan:
- Self-respect dengan memahami, menghargai, (nilai, kebutuhan, kepentingan, keinginanan) pribadinya
- Berfikit matang sebelum menyetujui pendapat, kepentingan, keinginan, permintaan orang lain
- Menyadari bahwa kita tidak dapat menyenangkan semua orang
Perlu diketahui people pleaser bukan diagnosis medis atau ciri kepribadian yang diukur. Namun, jika semakin lama semakin merasa terpuruk, jangan ragu meminta bantuan profesional.
Meski untuk mengatakan "no" bukan tindakan yang mudah bagi "people pleaser", tetapi itu merupakan langkah penting dalam membangun kehidupan yang seimbang dan memprioritaskan kesejahteraan pribadinya. Dengan mengakui nilai-nilai dan kebutuhan diri sendiri serta belajar untuk menetapkan batas, seseorang dapat meraih kebebasan dan kebahagiaan yang lebih besar dalam hidup mereka. Jadi, berani lah untuk mengatakan "tidak".
Referensi: