Mohon tunggu...
Fiqhy Octavian
Fiqhy Octavian Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Menulis karya dan media berbasis teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sejarah Candi Badut: Candi Tertua Di Malang

11 September 2023   14:11 Diperbarui: 12 September 2023   05:15 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Candi Badut terletak di Desa Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Lebih tepatnya Jl. Raya Candi V No.5D, Doro, Karangwidoro, Kec. Dau, Kota Malang, Jawa Timur 65146. Candi Badut ditemukan pada tahun 1921 oleh Maureen Brecher, seorang kontrolir dari Kantor Pamong Praja yang ada di Malang, saat ditemukan Candi Badut dalam kondisi telah rusak, ditumbuhi pepohanan dan tertutup tanah, kemudian pada tahun 1923-1926 Dinas Purbakala di bawah pimpinan F.D.K Bosch dan B. de Haan melakukan kegiatan pemugaran. Candi ini sering dihubungkan dengan prasasti Dinoyo yang berangka tahun 682 saka atau 760 M. Isi Prasasıl Dinoyo menceritakan raja Gajayana dari kerajaan Kanjuruhan yang membuat bangunan candi yang amat indah untuk Agastya dengan maksud untuk membinasakan penyakit yang menghilangkan kekuatan. Nama badut sendiri ditafsirkan merupakan arti dari kata Liswa, kata ini tertulis pada baris ke dua pada prasasti Dinoyo yang merupakan nama lain dari raja Gajayana, pada awalnya menimbulkan beberapa interpretasi dalam pembacaannya, Nama ini mula-muka dibaca oleh Dr. Brandes sebagai Limova, kemudian Dr. Bosch membaca yang pertama kali dengan Liswa kemudian vang ke dua Limwa. Setelah dibaca lagi dengan seksama maka bacaan yang benar adalah Liswa, sebab hurufnya lehih dekat kepada-swa daripada nowa. Di dalam kamus Sansekerta kata Liswa berarti "anak kemidi, tukang tari".yang didalam bahasa Jawa sepadan dengan kata "badut".




Kondisi saat ini, Candi Badut dalam kondisi tidak utuh, memiliki pagarkeliling dari batu porus dan halamannya berbentuk persegi panjang berukuran 47 m x 49 m. Halaman ini merupakan halaman pusat, sedangkan halaman tengah dan luar belum diketahui. Bangunan candi menghadap ke barat, terbuat dari batu andesit dengan pola pasang tidak beraturan.Keadaan bangunan telah rusak, dahulu di depan candi diperkirakan terdapat tiga buah bangunan kecil tetapi saat ini tinggal fondasi saja. Candi ini memiliki bagian yang cukup lengkap yang terdiri dari lapik, kaki, tubuh dan atap. Bagian tubuh dan atap sudah tidak lengkap lagi.Di lingkungan candi selain terdapat struktur candi, struktur pagar keliling dan juga beberapa benda yaitu satu fragmen arca durga, satu lingga, dua yoni, dua altar, satu fragmen arca dan satu fragmen arca nandi.

Upaya pelestarian yang dilakukan terhadap Candi Badut adalah dengan melakukan kegiatan pemugaran, pencatatan melalui kegiatan inventarisasi, melakukan konservasi secara berkala dan menempatkan juru pelihara.Upaya pelindunngan hukum juga sudah dilakukandengan menetapkan Candi Badut sebagai cagar budaya sejak tahun 1998.

Pecahan Candi Badut/Dokpri
Pecahan Candi Badut/Dokpri
Candi Badut ditemukan secara tidak sengaja oleh kontrolir Belanda bernama Mauren Brecther saat sedang mengadakan inventarisasi di wilayah Malang pada tahun 1921 dengan kodisi candi yang sudah rusak, Hingga pada tahun 1923 seorang arkeolog Belanda bernama B. De Haan membuat laporan mengenai situs Candi Badut dan dibawah kepemimpinannya Candi Badut di rekonstruksi ulang.

Terdapat beberapa versi mengenai penamaan nama Candi Badut, salah satunya yang diutarakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka, mengatakan bahwa nama "Badut" di ambil dari Nama masa Kecil Raja Gajayana, raja Kerasan Kanjuruhan yang memerintahkan pembuatan candi tersebut. diketahui bahwa nama masa kecil Raja Gajayana adalah Liswa yang dalam bahasa Jawa Berarti pelawak atau Badut. Itulah kenapa candi Badut juga sering disebut candi Liswa Versi lain mengatakan nama badut diambil dari nama pohon yang tumbuh diatas reruntuhan candi

Candi Badut merupakan tempat pendarmaan dari Resi Agastya yang dibangun oleh Licwa/Gajayana yang memerintah di Kerajaan Kanjuruhan. Candi ini terdiri atas tiga Iingkatan, (1) Kaki Candi, yang melambangkan manusia yang masih dikuasai dengan nafsu rendah seperti keserakahan, kebohongan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hawa nafsu (2) badan candi, merupakan lambang dari usaha manusia untuk mengalahkan nafsu keduniawian, dan (3) Atap Candi merupakan lambang dan kehidupan manusia yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan

Arca Agastya/Dokpri
Arca Agastya/Dokpri

Arca Mahakala & Nandiswara/Dokpri
Arca Mahakala & Nandiswara/Dokpri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun