Mohon tunggu...
Vianisycha Amalia
Vianisycha Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Vianisycha Amalia

Mahasiswi S1 Psikologi UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Atasi Mental Breakdown Saat Pandemi Menjelang Akhir Tahun

18 November 2021   17:03 Diperbarui: 18 November 2021   23:52 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hallo.. apa kabar kamu hari ini? Jika kondisi kamu memang sedang tidak baik-baik saja, boleh banget kok bilang "kabar aku lagi tidak baik". Sebenarnya ingin berucap baik-baik saja namun pikiran sedang kalut, banyak hal negatif yang terbesit di pikiran kamu, masalah yang sedang melanda selalu menghantui. Kamu ingin memperbaiki hidup supaya lebih tertata, namun tidak tahu harus mulai dari mana.

Tidak terasa bulan ini adalah bulan terakhir sebelum memasuki bulan Desember yang menandakan akhir tahun. Sudah melakukan apa saja selama hampir satu tahun ini? Apakah target yang kalian harapkan di tahun 2021 ini sudah bisa kalian capai? Ya, tentu ada yang sudah berhasil mencapai target hidupnya, namun bagaimana jika target itu belum bisa dicapai? 

Biasanya akan menumbuhkan rasa kecewa, kekhawatiran, bahkan stress apalagi di masa pandemi seperti ini. Sekitar hampir dua tahun kita sudah berusaha menerima keadaan dengan adanya pandemi Covid-19, di mana di kondisi tersebut kita dituntut untuk menjalani kehidupan yang dinamis. 

Karena situasi pandemi membuat aktivitas sehari-hari kita berubah drastis, membuat tekanan mental menjadi lebih berat dan bahkan sebagian orang merasa dirinya mengalami Nerveous Breakdown atau yang lebih kita kenal dengan istilah Mental Breakdown. Nah apa itu Mental Breakdown? Simak penjelasan berikut ini!

Mental Breakdown ini sebenarnya bukan istilah medis atau psikologis, namun istilah ini adalah istilah populer yang ditandai oleh sebuah fase kesedihan manusia. 

Sebelum terjadinya Mental Breakdown biasanya muncul gejala perubahan fisik seperti mudah lelah, murung, berperilaku cemas, bingung, sensitif, mudah marah, kurang lebihnya sama dengan ciri-ciri orang yang sedang mengalami Burnout. Pada fase Mental Breakdown ini seseorang mengalami perubahan yang signifikan yaitu stress yang berat, berkepanjangan, dan cemas yang berlebihan. 

Jika diurutkan, fase kesedihan manusia berawal dari stress, karena stress itu adalah persepsi psikologis kita ketika adanya tekanan mental yang berasal dari dalam maupun luar diri kita. Kondisi seperti itulah jika dibiarkan dapat menyebabkan kita berada di fase Emotional Burnout, di mana tubuh kita menjadi mudah lelah meskipun sudah istirahat, emosi yang mudah marah, dan tidak produktif. 

Jika lama-kelamaan emosi seperti ini semakin kalut sehingga menyebabkan kita berada di fase Mental Breakdown, yang bilamana tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan Mental Ilness atau gangguan-gangguan secara mental.

Ciri-ciri orang yang berada di fase Mental Breakdown yaitu:

  • Orang itu mengalami tekanan yang terus menerus seperti tekanan dalam pekerjaan ataupun rumah tangga yang terjadi setiap hari.
  • Orang yang sedang mengalami kehilangan, seperti kehilangan anggota keluarga, kehilangan pekerjaan serta kehilangan kemampuan finansial.
  • Orang yang mengalami perubahan besar dalam hidup, seperti terjadinya pandemi Covid-19 ini.
  • Orang yang memiliki penyakit atau luka yang membuat mereka kesulitan beraktivitas.

Karena seseorang memiliki ciri-ciri yang berada di fase Mental Breakdown ini pada akhirnya muncullah gejala-gejala yaitu sering cemas di setiap momen kehidupan, insomnia akibat dihantui pikiran-pikiran negatif, terlarut dalam kesedihan dan kelelahan yang terus menerus terjadi meskipun sedang berada di kondisi yang menyenangkan, selain itu gejala lain yaitu mudah lupa karena sulit fokus, mengalami gangguan pernafasan (nafas terengah-engah) akibat jantung yang sering berdetak kencang namun tidak disadari.

Perlu kita sadari bahwa untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis itu tidak mudah. Covid-19 yang terus merajalela membuat banyak orang mengalami berbagai masalah kesehatan fisik dan psikis. Meskipun saat ini vaksinasi untuk masyarakat sudah tersebar di berbagai penjuru dunia namun berbagai masalah kesehatan masih ada yang belum turun persentasenya. 

Penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat kematian akibat Covid-19 setelah dilakukannya vaksinasi, sehingga hal ini bisa menjadi momok mengerikan bagi sebagian kalangan masyarakat. 

Ditambah lagi saat ini adalah bulan yang termasuk dalam tanda-tanda menjelang akhir tahun, di mana seseorang berada di puncak-puncaknya kehidupan karena di akhir tahunlah seseorang bisa mengetahui apa saja yang mereka lakukan selama satu tahun terakhir ini, apakah target-target mereka sudah tercapai semua?, kemudian memikirkan rencana atau membuat target untuk tahun depan. 

Jika hal-hal seperti ini sampai membuat kalut pikiran seseorang maka mereka akan rawan sekali mengalami fase Mental Breakdown. Nah lalu bagaimana ini cara mengatasi atau keluar dari fase Mental Breakdown tersebut? simak penjelasan berikut ini!

  • Menceritakan masalah yang dialami pada orang yang dipercaya. Kamu diwajibkan untuk membagikan pikiranmu pada orang lain, supaya tidak terus-menerus menjadi beban dalam pikiran yang dapat melemahkan fungsi dan kinerja otak. 

  • Nah orang yang kamu ajak curhat ini tidak harus seorang profesional seperti konselor, psikolog, dan psikiater akan tetapi kamu bisa berbagi cerita dengan orang terdekatmu yang kamu percaya misal dengan anggota keluarga, sahabat, pacar, teman, tetangga, atau siapa pun itu yang kamu percaya dan membuatmu nyaman untuk berbagi cerita tentang masalahmu.

  • Perasaan cemas dan stress yang semakin parah dapat menyebabkan tubuh kita tidak bisa memproduksi hormon-hormon positif sehingga dapat menyebabkan kita tidak selera makan dan imun tubuh kita juga menurun. Maka dari itu kamu bisa mencoba untuk fokus melihat kembali apa yang tubuhmu butuhkan seperti makan.

  • Meskipun kondisi kita sedang tidak baik, usahakan tetap mengonsumsi makan makanan yang bergizi secara teratur. Nantinya tubuh menjadi lebih segar dan tidak mudah lelah akibat tekanan pada otak. Gizi seimbang dan pola makan yang baik juga merupakan resiliensi seseorang yang sedang mengalami Mental Breakdown.

  • Belajar untuk relaksasi dengan meluangkan waktu untuk hal-hal positif seperti healing di tempat yang sejuk dan indah, menyanyi, menonton film atau drama korea, mendengarkan musik, dan lainnya yang membuat kita bahagia. Yang pasti pada saat momen ini kalian menjadi lebih santai tanpa memikirkan stressor (hal-hal penyebab stress)

  • Belajar untuk mencegah Mental Breakdown supaya tidak muncul lagi dengan mengatakan "TIDAK" jika sedang tidak baik-baik saja, seperti yang terdapat pada paragraf pertama artikel ini. Jangan meng"IYA"kan semua ajakan orang jika kamu tidak mau, karena hidup kita bukan melulu untuk menuruti dan membahagiakan orang lain yang dapat membuat kita lelah dalam fase Mental Breakdown ini. 

  • Cobalah mencintai diri sendiri dengan langkah awal mengatakan "TIDAK" jika memang sedang tidak baik-baik saja.  
  • Jika kamu merasa sudah pulih, cobalah untuk membuat rencana menggapai tujuan masa depan. Kamu akan ingat dengan tujuan hidup kamu seperti apa lalu pelan-pelan mencoba meraihnya kembali misal berlatih brainstorming dengan kondisi fisik dan psikis yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun