Mohon tunggu...
Viandra Fendhi Gunawan
Viandra Fendhi Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar menuntut ilmu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel Muhammad Husni, Kedudukan Hibah Wasiat Menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata

30 Mei 2023   00:45 Diperbarui: 30 Mei 2023   00:52 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Viandra Fendhi Gunawan

NIM: 212121170

Kelas: HKI 4E

Menurut hukum Islam cara mewasiatkan harta harus ditetapkan dengan tegas dan terang, manakala yang brwasiat dapat berbiara. Namun jika yang berwasiat itu bisu, maka dapat dengan isyarat asalkan dimengerti maksudnya tersebut. Jika yang berwasiat dapat menulis, maka tulisan harus jelas dan terang serta mengandung maksud yang berwasiat. Untuk menguatkan maksud baik dari yang berwasiat maka salah satu cara penghibahan wasiat menurut hukum Islam diperlukan adanya saksi yang dapat dipercaya dan dapat membenarkan adanya ucapan, isyarat, dan tulisan terakhir. Dalam Maidah ayat 106 dijelaskan "Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".

Diantara ayat-ayat Al-Qur'an sebagai dalil wasiat adalah surat Al-Baqarah ayat 180, "diwajibkan atas kamu apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tandatanda) maut. Jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa" dan Surat Al Maidah ayat 106 "Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. 

Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu raguragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa". Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umarr r.a berkata, Rasulullah bersabda : tidak benar bagi seorrang muslim yang mempunyai suatu barang atau diwasiatkan lalu tinggal samapai dua malam, melainkan wasiat itu sudah siap tertulis padanya", (muttafaq alaih)

Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat dengan nama yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan barang tertentu dari harta peninggalannya atau memberikan barang-barang dari jenis tertentu. Hibah wasiat dapat digugurkan atau dibatalkan sehingga tidak mengikat lagi. Hal ini dapat dikatakan hibah wasiat itu dapat ditarik kembali. Dalam masalah penarikan kembali hibah wasiat dalam hukum perdata dan hukum Islam disebabkan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum seperti yang dijelaskan dalam pasal 197 Kompilasi Hukum Islam Indonesia ayat 1, 2 dan 3. 

Ketentuan-ketentuan hibah wasiat dalam hukum Islam adalah seseorang boleh menyerahkan harta miliknya pada orang lain, penyerahan tersebuttidak boleh melebihi kadar yang telah ditentukan yaitu 1/3 harta warisan, untuk dapat dikatan sah suatu pemberian pada oranglain maka harus terpenuhi syarat-syarat dan rukun dalam akad tersebut. Dalam hal ini diatur dalam pasal 913 s/d 929 BW.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun