Mohon tunggu...
Vian Juanda
Vian Juanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - A Student of UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

I am just a simple person who loves writing about random topic.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Mengucapkan "Selamat Natal" Perspektif Para Ulama

16 Desember 2021   20:39 Diperbarui: 16 Desember 2021   20:42 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para ulama berbeda pendapat terkait hukum mengucapkan "Selamat Natal". Ada yang mengharamkan, dan ada yang membolehkan dengan syarat.

Ulama yang mengharamkan, beberapa di antaranya ada Ibnu Hajar al-Haitami (ahli fiqih), Ibnu Taimiyah (pemikir dan ulama Islam), Ibnu Qayyim (ahli fiqih), dan lainnya. Mengucapkan selamat natal hukumnya haram dikarenakan sama saja mengikuti kaum lain (bertasyabuh)

Telah menceritakan kepada kami [Utsman bin Abu Syaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu An Nadhr] berkata, telah menceritakan kepada kami ['Abdurrahman bin Tsabit] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hassan bin Athiyah] dari [Abu Munib Al Jurasyi] dari [Ibnu Umar] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa bertasyabuh dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka."
(H. R. Abu Dawud, termasuk hadits hasan li ghairihi)

Ulama yang membolehkan dengan syarat, beberapa di antaranya ialah Wahbah Zuhaili, Syekh Yusuf Qardhawi, dan lainnya.

Wahbah Zuhaili (Ahli Fiqh), membolehkan dengan syarat tidak bermaksud atau tidak ada niatan mengakui atau mempercayai ideologi mereka. Hanya sekadar ucapan sebagai bentuk muamalah dengan sesama insan.

Syekh Yusuf Qardhawi (Ulama kontemporer), membolehkan sebagai bentuk keramah-tamahan terhadap orang-orang yang memiliki hubungan dekat seperti keluarga, saudara, kerabat, tetangga, teman, rekan kerja dan lainnya. Namun dengan syarat tidak boleh ikut serta dalam ritual agama, dan tidak ikut merayakan.

Lalu pendapat mana yang harus saya ikuti?

Kalian bebas memilih pendapat yang mana. Jika masih belum yakin, kalian bisa membandingkan kedua pendapat dengan membaca fatwa para ulama di dua sisi, baik yang mengharamkan maupun yang membolehkan. Jika ada keraguan terkait hukumnya dan konsekuensi akidah maka sebagai bentuk kehati-hatian baiknya tidak perlu mengucapkan "Selamat Natal". Jika memiliki orang terdekat yang merayakan natal, kalian bisa mengganti kalimat "Selamat Natal" dengan :

"Bagaimana hari natalmu?"
"Apakah hari natalmu berjalan lancar?
"Apa saja yang kamu lakukan saat natal?"

dan pertanyaan sejenisnya.

Sebagai kalimat penutup, perbedaan pendapat terkait persoalan ini ataupun persoalan lain baiknya tidak perlu diperdebatkan, saling menyalahkan, atau bahkan saling mengkafirkan. Sikap yang sebaiknya kita ambil adalah tetap berpegang teguh dengan pendapat yang kita pegang sembari menghargai dan menghormati perbedaan pendapat yang berkaitan dengan hal tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun