Miyuki Inoue. Seorang gadis jepang yang tidak beruntung. Ia buta, cacat, dan tidak mempunyai keluarga yang lengkap. Ia bersama ibunya Michiyo Inoue, berjuang mengarungi hidup yang begitu sulit dan penuh cobaan. Hingga akhirnya mereka dapat memetik hasil dari kerja kerasnya selama ini.
Ketika membaca buku ini, kadang aku berfikir, apakah benar ini kisah nyata? Apakah benar ada ibu yang setegar ini? Apakah mungkin ada anak cacat sesemangat ini? Tapi ini benar-benar kisah nyata, sebuah kehidupan di negeri Jepang, Provinsi Fukuoka.
Aku benar-benar terhanyut ketika membacanya. Kadang aku tertawa, kaget, bahkan menagis ketika halaman demi halaman selesai aku baca. Bahasa buku ini begitu ringan, mirip sebuah buku harian. Rasanya seperti membaca curhat (curahan hati) dari seseorang. Kita dipaksa untuk mendengarkan, dan merasakan apa yang dialami oleh penulis saat itu.
Di halaman pertama buku ini, kita akan menemukan beberapa dokumentasi kehidupan Miyuki semasa kecil hingga dewasa. Sesuatu yang jarang dilihat pada buku-buku pada umumnya. Kita diajak untuk mengenal dan mengetahui terlebih dahulu seperti apa sosok Miyuki Inoue sebenarnya.
Ny.Michiyo Inoue berjuang sendiri ketika mengandung dan melahirkan Miyuki. Karena sang ayah meninggal dalam sebuah kecelakaan saat perjalanan dinas ke Hiroshima. Apalagi saat itu, keluarga ayah Miyuki sama sekali tidak peduli dengannya, yang saat itu memang sudah tidak setuju dengan hubungaan mereka. Sedangkan beliau juga sama-sekali tidak punya sanak saudara. Sehingga ia harus berusaha sendiri. Hanya sendiri.
Penderitaan tak hanya sampai disitu. Michiyo junior lahir prematur, ia terlahir ketika usia kandungannya baru menginjak 20 minggu. Sehingga tubuh Miyuki menjadi sangat lemah dan terkena banyak penyakit. Ketika lahir, beratnya hanya 500gr, dan buta. Bahkan dokter memprediksi bahwa umur Miyuki hanya beberapa hari saja.
Entah apa yang dirasakan Ny. Michiyo saat itu. Ia hanya sendiri dan harus menanggung beban hidup yang begitu beratnya. Ia tidak dapat memeluk erat tubuh buah hatinya. Karena anaknya begitu lemah, Miyuki harus berada dalam incubator selama 7 bulan. Ia hanya dapat menggenggam tangan kecil anaknya, yang hanya sebesar korek api.
Ia menggenggam tangan mungil anaknya seraya berkata, “Miyuki, kau harus berjuang”.
Hari demi hari, Ny. Michiyo berusaha untuk tetap tegar dan kuat, meskipun didera berbagai kekhawatiran. Ketika dokter menyatakan bahwa Miyuki buta total, ia tetap berdiri dengan keyakinannya. Miyuki harus tetap hidup.
Penantian panjang usai. Miyuki keluar dari Rumah Sakit setelah berbulan-bulan berada dalam incubator. Akhirnya ia dapat merasakan pelukan hangat ibunya. Sambil bekerja, Ny. Michiyo merawat Miyuki yang begitu lemah dan buta. Ia bekerja membuat boks makanan, membuka restoran, dan bekerja di sebuah perusahaan. Ia berganti-ganti pekerjaan sesuai dengan kebutuhannya merawat Miyuki. Pun begitu, ia tetap menyempatkan waktu menemani Miyuki, mengajarinya banyak hal, atau mengajaknya bermain di taman.
Miyuki sudah mulai besar. Ia sudah bisa berjalan dan berbicara. Kemudian ia dimasukkan ke TK Megumi. Lalu SLB Fukuoka Program Sekolah Dasar, SLB Fukuoka Program Sekolah Menengah Pertama, dan SLB Fukuoka Program Sekolah Menengah Atas.
Kekuatan cerita ini terlihat dari ketegaran dan kekerasan Ny. Michiyo dalam membesarkan dan mendidik Miyuki hingga ia menjadi gadis yang kuat. Pun begitu, Miyuki juga terlihat seperti anak yang pemalas, pemberontak, dan cengeng. Begitu banyak cerita lucu, unik dan mengharukan dalam kisah ibu dan anak ini. Sangat menarik.