"Saya?"
"Bagian kamu sudah buat Revi."
Fendry merasa gondok tapi tak bisa apa-apa. Es krim coklat tidak penting, yang penting adalah dia tak boleh lagi menunda menulis ide cerita di kepalanya. Masalahnya adalah kalimat-kalimat yang tadinya sudah ada di kepalanya beberapa jam lalu lenyap entah kemana saat fokusnya buyar.
Saat berkontemplasi teringat lagi inti kisah dan kalimat yang akan ditulisnya, jari-jari tangannya mulai bergerak menekan tombol papan ketik. Selama proses pembuatan karya terbarunya Fendry mengalami rasa puas dan gembira karena akhirnya berhasil mengetik dengan lancar, kata demi kata membentuk kalimat yang lalu membuat rangkaian narasi dan jalan cerita yang dikerjakan sambil berproses dalam otaknya. Dalam waktu setengah jam tanpa interupsi dari pihak luar, dia berhasil membuat tiga halaman naskah.
Sambil berpuas diri, diingatkan dirinya untuk beristirahat sebentar agar badan tidak pegal dan kaku karena terlalu lama duduk dan matanya terkena radiasi pancaran cahaya monitor komputer. Berjalan-jalan sebentar keliling ruangan sambil mengangkat barbel kecil di kedua tangan, dia berkhayal kalau nanti naskah novel yang disusunnya akan berjumlah sekian ratus halaman, dijual dengan harga sekian dan dia mendapatkan royalti sekian puluh juta rupiah, bukunya akan laku dan dicetak ulang berkali-kali. Dia akan diwawancarai seputar keberhasilannya menulis buku ketiga yang menarik banyak penggemar, para kritisi memuji tulisannya, tema dan gaya penulisan yang menarik dan tidak biasa. Fendry bicara pada diri sendiri mengimajinasikan kesuksesan yang belum terjadi itu sementara karya yang dibuatnya baru tiga halaman.
"Kamu ngomong sama siapa?" tegur Nita sambil menatap suaminya dengan mimik sebal.
Fendry kaget dan tergagap, benaknya kosong, rasa malu meliputi dirinya karena ketahuan sedang melantur dan takut disangka tidak waras.
"Nggaaak! Cuma lagi..., lagi...," dia malu menjawab kalau sedang berkhayal serta karena ditanya mendadak hingga tak bisa menyiapkan jawaban yang tepat untuk menutupi tingkah anehnya.
"Bilang saja kamu lagi mengkhayal, susah amat sih jawab kayak begitu?"
"Bukan kok! Bukan mengkhayal!" bantah Fendry ngotot tapi rasa malu sudah menjalar.