Beberapa belas menit bermain, dia penasaran apakah bisa memecahkan rekor yang sudah dibuatnya setelah menembaki musuh-musuh dengan senjata terkuat yang dimilikinya. Dia memulai ulang dan mencoba namun nilai yang didapatnya lebih rendah dari yang pertama, membuatnya tak puas dan mencoba ketiga, keempat dan kelima kali lalu menyerah karena ingat tujuannya bermain: supaya tidak stres tapi ternyata malah jadi stres karena nilai perolehannya makin menurun dari yang pertama.
      Dibukanya kembali program pengolah kata dan melihat judul tanpa isi, membuatnya merasa kesal sekaligus malu karena tidak mengalami kemajuan, malah melakukan hal-hal lain yang lebih menyita waktu dan perhatian. Sudah dialaminya berkali-kali yang menghambat kemajuan karir menulisnya, targetnya sendiri untuk selesai dalam batas waktu yang sudah ditetapkan sendiri tapi malah mulur berlipat-lipat kali.
      "Feeeen!!! Cepat kemariiii!!!" teriak istrinya, menilik asal suara, sepertinya dia ada di ruang tamu.
      "Ada apa sih?" tanyanya malas.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H