Pada dasarnya hak hak perempuan lebih rentan untuk tidak terpenuhi. Meskipun era emansipasi perempuan kini sudah marak dibicarakan. Nyatanya masih banyak perilaku sosial yang mengucilkan perempuan dalam berbagai aspek. Tidak hanya itu, perempuan kerap kali direndahkan oleh kaum pria. Mereka menganggap bahwa perempuan lemah,perempuan tidak bisa apa. Atau bahkan ada tercetus "Katanya mau setara dengan pria? Tapi mengapa masih ada gerbong KRL khusus untuk perempuan? Gerbong MRT khusus untuk perempuan? Apakah itu namanya setara?"Â
Kalimat-kalimat sejenis itu seringkali terlontar dari mulut masyarakat terutama pria. Penyetaraan gender bukanlah sebuah hal dimana setiap perlakuan yang diterima harus sama. Dimana tidak terpenuhinya hak perempuan untuk merasa aman, hak untuk bekerja dibidang yang disukainya, hak berpendapat, atau bahkan hak untuk dilibatkan dalam perilaku sosial. Hak-hak perempuan yang tidak terpenuhi itulah yang memicu munculnya perlakuan khusus untuk perempuan, seperti gerbong khusus perempuan, bis khusus perempuan, dan lain sebagainya yang dikhususkan untuk perempuan.Â
Perempuan diibaratkan selalu berlari di belakang pria, sehingga untuk dapat berlari bersebelahan perempuan memerlukan pendorong. Hak-hak khusus yang diterima oleh perempuan merupakan pendorong untuk dapat berlari bersebelahan dengan pria. perempuan dapat melakukan pekerjaan yang juga dilakukan pria. Hal ini tidak perlu dijadikan hal yang tabu. Karena perempuan juga memiliki kekuatan yang sama dengan pria. Namun sayangnya kemampuan dan kekuatan perempuan ini tidak dapat disalurkan karena terhambat oleh hak-hak dan ketimpangan kesetaraan gender.Â
Pada era sekarang sudah banyak kegiatan yang dilakukan guna membuat perempuan lebih berdaya. Emansipasi perempuan masih terus disuarakan, hal ini serta merta bukan hanya untuk menonjolkan eksistensi perempuan. Namun untuk mendapatkan perlakuan yang layak di mata masyarakat, terutama di masyarakat Indonesia yang masih menganut sistem patriarki. Jadi hak khusus perempuan bukan bentuk ketidakadilan antar gender, melainkan menjadi pendorong agar perempuan diberdayakan dan tidak dipandang sepele oleh kaum pria.Â
Mendapatkan hak-hak yang dikhususkan untuk perempuan bukanlah sebuah privilege, tapi sebuah cara untuk menutup ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan. Perempuan bukan hanya sebuah "pelengkap", namun perempuan juga dapat menjadi pemimpin dan dilibatkan dalam banyak aspek sosial. Perempuan perlu diberdayakan, perempuan perlu belajar, perempuan harus cerdas.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H