Terkejut saat membaca di kompas.com berita yang ditulis mengenai beberapa kriteria capres PDIP, diantaranya harus berasal dari suku Jawa dan beragama Islam.
Agak ironis karena muncul dari sebuah partai nasionalis sekaliber PDIP. Saya yang rakyat jelata selama ini bersimpati kepada partai yang pada jaman orba selalu “dikuyo-kuyo” oleh penguasa. Meski menjadi pemenang pemilu di tahun 1999 namun dengan menyedihkan tidak bisa mendudukkan sang ketua umum Megawati menjadi Presiden.
Dari tahun ke tahun partai ini tetap konsisten menjadi partainya “wong cilik”, dan dicintai para kader militan.Setiap menjelang hajatan pemilu lima tahunan, selalu diwacanakan kriteria capres yang diusulkan para politisi untuk menjegal pencapresan lawan politik mereka. Untuk menahan laju pencapresan Megawati, dulu ada wacana perempuan dilarang menjadi presiden, lalu ada juga usulan agar capres harus berpendidikan minimal S1 dan lain-lain yang menjadikan saya serta rakyat lainnya bersimpati dengan partai ini.
Namun kini, di saat PDIP memiliki Jokowi yang telah berprestasi memimpin di Solo dilanjutkan di DKI serta diharapkan oleh mayoritas rakyat Indonesia untuk memimpin Negara tahun depan, PDIP menjadi angkuh, dengan bertindak diskriminatif memasukan kriteria capres harus berasal dari suku Jawa serta beragama Islam.
Terus terang kriteria tersebut telah melukai rakyat Indonesia yang bukan berasal dari Jawa dan tidak beragama Islam!.
PDIP sebenarnya tanpa perlu bersusah payah memasukan kriteria yang diskriminatif tersebut saja, rakyat mayoritas akan tetap memilih Jokowi yang berasal dari Jawa dan beragama Islam menjadi presiden bila dicalonkan.
Tetapi mengapa harus melakukan tindakan yang mengurangi simpati publik seperti ini, saya pribadi dengan membaca berita ini, telah memutuskan tidak akan memilih PDIP di Pemilu tahun depan.Layaknya panas setahun diguyur hujan satu hari, harapan saya sebagai rakyat jelata, semoga bila kelak PDIP menjadi partai penguasa dan Jokowi menjadi Presiden Negara kita yang tercinta, partai ini tidak akan berubah menjadi partai ekskusif dan mengkotak-kotakan serta membuat sekat-sekat melainkan tetap menjadi partainya wong cilik dan menjaga pluralisme.Semoga……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H