Mohon tunggu...
V Vendetta
V Vendetta Mohon Tunggu... -

politics without tricks

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Susu Tante"

24 Januari 2014   17:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:30 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13908891801919909504

[caption id="attachment_318846" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Ini artikel pertama saya di Kompasiana, dan saya tertarik membahas budaya SUSU TANTE di Indonesia setelah membaca berita di Kompas.com berjudul: Basuki Tak Ingin Lagi Ada Modus "Susu Tante" Isinya tentang adanya pungutan liar untuk syarat mengambil Kartu Jakarta Pintar dengan dalih sukarela yang dilakukan staf tata usaha honorer SMK Negeri 58, Jakarta Timur sebesar Rp 50.000 per siswa. Padahal seperti kita tahu yg berhak atas kartu ini adalah siswa-siswa yang tidak mampu, kok masih tega-teganya dipungutin uang? BUDAYA Di negara ini sepertinya meminta atau memberi SUSU TANTE (Sumbangan Sukarela Tanpa Tekanan) sudah sangat lumrah dan membudaya, kadang bersifat positif kala map sumbangan beredar dalam rangka perayaan 17-an tapi lebih sering bersifat negatif karena pada dasarnya selalu ada tekanan di balik SUSU TANTE. Semua orang di negara ini pasti pernah memberi SUSU TANTE baik itu kepada pegawai pemerintahan atau pihak swasta. Nah yang jadi masalah adalah budaya memberi pada pegawai pemerintahan (PNS). Contohnya banyak, di SAMSAT, di Kelurahan/Kecamatan, atau di sekolahan-sekolahan negeri seperti kasus di atas. Hal ini tentu saja melanggar UU Pemberantasan Tipikor yang melarang segala bentuk gratifikasi. Masalah lebih besar lagi di negara ini adalah praktik meminta dan memberi SUSU TANTE sudah ditemui oleh anak-anak sekolahan dan mahasiswa-mahasiswa baik di swasta maupun di negeri. Banyak sekali keluhan teman-teman saya yang ketika akan mengurus legalisir ijasah atau transkrip nilai masih harus mengeluarkan uang karena staff TU kampusnya yang selalu meminta SUSU TANTE. Belum lagi ketika mereka mengurus tes kesehatan di rumah sakit/dinas kesehatan atau kartu kuning atau bahkan ketika mereka mengurus SKCK sejak di Kelurahan sampe di Polres, semua harus memberi SUSU TANTE. Mem-SBY-kan! (baca: memprihatinkan.) PRIHATIN Kenapa memprihatinkan? Karena mereka itu penerus bangsa! Kalo mereka dari sejak masih berbentuk kertas putih sudah dicekoki budaya seperti itu di lingkungan orang dewasa, sudah pasti mereka akan meng-copy/paste semua perilaku dalam sistem ini. Ketika kelak nanti mereka jadi bendahara di pemda yang bertugas membagi-bagikan berpuluh-puluh juta rapelan gaji honorer tentu mereka akan merasa berhak untuk meminta SUSU TANTE, karena sedari dulu sejak dia masih kecil dia sudah terbiasa dengan konsep SUSU TANTE... Bahkan biasanya para bendahara di pemerintahan akan sangat berani memotong rapelan pegawai honorer sebesar 20%-50% tanpa meminta ijin terlebih dahulu... tapi karena para pegawai honorer tersebut merasa sistemnya sudah seperti itu, ya akhirnya mereka merelakan jutaan rupiah hak mereka dipangkas... Juga ketika nanti dia jadi staf TU di suatu kampus, pastilah dia tidak merasa berdosa mempersulit mahasiswa-mahasiswa yang tidak mau memberikan "sedikit" SUSU TANTE, karena sejak mahasiswa dulu dia merasa itu adalah sistem yang berlaku di negara ini. Gampang kok mau mengubah perilaku dan budaya yang menjadi bibit korupsi ini. Salah satunya dimulai dari dunia sekolahan dan kampus. Semua sistem di sekolahan atau kampus diawasi dengan baik tanpa ada toleransi atas keberadaan SUSU TANTE. Kepala Sekolah dan Rektor berperang melawan hal-hal seperti ini. Jangan ada mahasiswa laporin praktik SUSU TANTE ke Rektorat malah dibilang "Pelit amat kamu! Kasih aja sepuluh ribu biar cepet... Ngapain lapor-lapor ke sini?"  Jangan ada Kepsek yang malah ikutan nikmatin uang kas TU dari hasil memerah SUSU TANTE. STOP semua itu! Langkah Pak Ahok dengan memecat staff TU dan Kepsek bersangkutan sudah benar, dan harus diberitakan besar-besaran agar anak-anak semuanya paham kalo selama ini SUSU TANTE itu adalah budaya yang tidak benar, dan mudah-mudahan ketika mereka tumbuh dewasa dalam dunia organisasi dan bisnis kelak akan menjadi individu yang mendukung sistem yang bagus. Karena sistem sebagus apa pun kalo individunya adalah berasal dari bibit yang rusak maka itu sistem gak bakal jalan. Demikianlah pemikiran yang mengganggu saya selama ini, mudah-mudahan banyak yang baca dan terinspirasi. Jika Anda Kompasianer adalah staff TU di Kampus atau sekolahan atau bahkan staff di Kelurahan atau Polres, semoga tersentuh hati nuraninya. Anak dan istri di rumah memang butuh makan atau beli ngisi paket internet, tapi kalo di balik SUSU TANTE tersebut ada siswa/mahasiswa miskin yang susah payah ngumpulin uang buat biaya kuliahnya dan baginya uang Rp 10 ribu sangat lah berharga,  maka uang tersebut sangat tidak pantas dikonsumsi oleh anak-istri Anda....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun