NAVIRA ARIANI SUDARSO
(1010851009)
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA
GAYA PERPOLITIKAN DAN DOMINASI POLITIK LUAR NEGERI GUS DUR
PENDAHULUAN
Politik luar negeri merupakan seperangkat kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai kepentingannya. Setiap negara dalam menjalin hubungan dengan negara lain memiliki seperangkat aturan untuk mencapai kepentingan nasional negaranya.[1] Hal ini disebabkan dalam konteks hubungan internasional pemerintah hendaknya memiliki rancangan strategi dalam menjalin hubungan yang seluas-luasnya dengan negara-negara lain agar nantinya negara tersebut dapat menentukan sikapnya di depan dunia internasional.
Pada dasarnya prinsip dari politk luar negeri Indonesia yang bebas aktif berlandaskan Pancasila dan Konstitusional UUD 1945. Pada dasarnya setiap prinsip politik luar negeri Indonesia di buat melihat unsur penting yaitu kepentingan nasional atau national interest. Bukanhanya Indonesia tetapi juga negara-negara lain di dunia. Selain komitmen pada kepentingan nasioanal (national interest), politik luar RI juga tetap mengedepankan perinsip dasar bangsa Indonesia yang anti kolonialisme. Dalam memutuskan setiap kebijakan politik luar negeri Indonesia mengedepankan nilai-nilai dan prinsip yang dijunjung teguh. Politik luar negeri bebas aktif menjadi dasar pelaksanaan setiap kebijakan yang akan dibuat, selain melihat kondisi dalam negeri pemerintah Indonesia juga mengedepankan prinsip-perinsip yang telah tertera dalam pembukaan UUD 1945.
Di bidang hubungan luar negeri, sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif dan selalu diarahkan untuk mendukungterciptanyaperdamaiandunia,telah
[1] (Jack C Plano, 1969: 127)
menempatkan Indonesia dalam posisi dan peranan yang makin mantap dan dipercaya
dalam percaturan politik regional dan global. Di samping itu telah berhasil pula ditingkatkan kerjasama bilateral dan multilateral dengan berbagai negara sahabat dan berbagai lembaga internasional untuk mendukung kepentingan pembangunan nasional.
Tampak jelas bahwa ide dasar politik luar negeri bebas aktif yang dikemukakan oleh Hatta sama sekali bukan retorika kosong mengenai kemandirian dan kemerdekaan, akan tetapi dilandasi pemikiran rasional dan bahkan kesadaran penuh akan prinsip-prinsip realisme dalam menghadapi dinamika politik internasional dalam konteks dan ruang waktu yang spesifik. Bahkan dalam pidato tahun 1948 tersebut, Hatta dengan tegas menyatakan, percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan daripada pergolakan politik internasional.
LATAR BELAKANG
Di sini saya lebih tertarik membahas mengenai politik luar negeri Gus Dur dan gaya perpolitikan khasnya yang santai namun mempunyai banyak makna dan tujuan besar. Gus Dur memfokuskan pada upaya pemulihan kembali nama Indonesia dimata dunia internasional dengan menarik para investor-investor negara-negara lain untuk datang dan berinvestasi di Indonesia, hanya saja cara yang ditempuh Gus Dur tersebut tidak dimengerti pemerintah dan masyarakat Indonesia sendiri sehingga dianggap pemborosan dan sia-sia. Padahal Gus Dur mempunyai keunikan tersendiri dengan gayanya dalam berpolitik.
KERANGKA KONSEPTUAL
Sebelum saya membahas gaya perpolitikan dan dominasi dalam politik luar negeri yang dilakukan oleh Gus Dur, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu definisi politik luar negeri, dan bagaimana Politik Luar Negeri yang dianut Indonesia, dan dua hal ini telah terlebih dahulu saya paparkan dalam bagian Pendahuluan di atas. Untuk mengetahui keunikan dan dominasi Gus Dur, kita harus mengetahui dan dapat membandingkan gaya kepemimpinan antara presiden-presiden sebelum dan sesudah Gus Dur dengan gaya kepemimpinan dan politik luar negeri yang dijalankan Gus Dur. Terakhir saya akan memaparkan apa saja permasalahan-permasalahan yang terjadi dan menjadi sorotan publik saat kepemimpinan Gus Dur dan makna atau maksud Gus Dur dibalik itu semua serta dampak yang terjadi dimasa itu dan sekarang.
PERTANYAAN ANALITIS
-Apa definisi politik luar negeri ?
-Apa dan bagaimana Politik Luar Negeri yang dianut Indonesia ?
-Bagaimana gaya kepemimpinan presiden-presiden sebelum dan sesudah Gus Dur ?
-Bagaimana gaya kepemimpinan dan politik luar negeri yang dijalankan Gus Dur ?
-Apa saja Permasalahan-permasalahan saat kepemimpinan Gus Dur serta makna dan dampaknya ?
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam permasalahan ini saya menggunakan metode penelitian kualitatif, karena metode tersebut dirasa lebih cocok untuk menggali mengenai perbandingan kualitas dari gaya kepemimpinan masing-masing presiden dan bagaimana dampaknya terhadap Indonesia saat itu hingga sekarang.
PEMBAHASAN
Politik luar negeri Indonesia telah memasuki masa enam dekade sejalan dengan usia negara Republik Indonesia. Selama enam puluh tahun itu pula perjalanan bangsa dan negara Indonesia mengalami dinamika dalam menjalankan politik domestik demi kesejahteraan rakyat, sekaligus mengukuhkan eksistensinya di dunia internasional, melalui politik luar negeri. Pergantian kepemimpinan mulai dari Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandakan telah berlangsungnya proses demokrasi di Indonesia, meski dengan berbagai persoalan yang mengiringinya.[2]
Dalam setiap periode pemerintahan juga terjadi pemaknaan yang bervariasi terhadap prinsip-prinsip yang menjadi landasan dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Perbedaan interpretasi tersebut diantaranya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Sementara itu, terdapat prinsip atau ladasan yang tetap dipertahankan, namun mengalami persoalan dalam relevansi dan dilema karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perubahan dan perkembangan situasi yang demikian cepat.
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia terkenal mendapat sorotan tajam oleh dunia internasional. Bukan hanya keaktifannya dan juga peranannya di kancah internasional tetapi ide-ide serta kebijakan luar negerinya yang menjadi panutan beberapa negara pada saat itu. Masa orde lama merupakan titik awal bagi Indonesia dalam menyusun strategi dan kebijakan luar negerinya. Dasar politik luar negeri Indonesia digagas oleh Hatta dan beliau juga yang mengemukakan tentang gagasan pokok non-Blok. Gerakan non-Blok merupakan ide untuk tidak memihak antara blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili oleh USSR. Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara lain termasuk ke negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara
[2] Sejarah Politik Indonesia memperlihatkan bahwa tidak semua proses pergantian kepemimpinan dilakukan melalui pemilihan umum. Ketika sukses kepemimpinan dari Presiden Soeharto ke Presiden BJ. Habibie, misalnya, suksesi tersebut hanya berupa pemindahan kekuasaan. BJ. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Wakil Presiden secara otomatis menerima penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto yag berhasil didesak untuk turun dri jabatannya oleh rakyat Indonesia.
pencetus non-Blok dan menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan anti memihak antara kedua blok tersebut. Indonesia juga menegaskan bahwa politik luar negerinya independen (bebas) dan aktif yang hingga kini kita kenal dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia merupakan salah satu negara yang berani keluar dari PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya.
Setelah runtuhnya rezim Soeharto yang memerintah selama 32 tahun di Indonesia dengan berbagai kebijakan luar negeri yang dianggap baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila serta perinsip dasar politik luar negeri bebas aktif kini Indonesia memasuki babak baru dalam sejarah. Rezim presiden Soeharto di paksa turun oleh mahasiswa dan kalangan yang menginginkan perubahan bagi Indonesia. Citra baik politik luar negeri dimata dunia tidak dibarengi oleh citra baik dalam politik dalam negeri. Banyaknya tindak korupsi, Kolusi dan nepotisme di dalam negeri membuat Indonesia mengalami krisis sehingga terlilit hutang luar negeri.
Semasa reformasi pemerintah Indonesia dianggap tidak memiliki seperangkat formula kebijakan luar negeri yang tepat dan tegas dalam menunjukan citra negara Indonesia. Pemerintah semasa reformasi dari kepemimpinan Gus Dur, Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono mengklaim bahwa pemerintahannya tetap menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Menelaah kembali semasa pemerintahan presiden Gus Dur, dimana Indonesia baru memasuki tahapan baru dalam pemerintahannya. Setelah menggulingkan rezim presiden Soeharto yang dianggap rezim yang diktator, Indonesia memasuki tahapan dimana Demokrasi lebih ditegakkan. Pemerintahan Gus Dur dianggap yang paling kontroversial, beliau ingin membuka hubungan diplomatik dengan Israel namun menuai begitu banyak tentangan dari dalam negeri. Politik luar negeri yang dijalankannya masih menggunakan formula lama yaitu politik luar negeri bebas aktif. Lalu beralih masa presiden Megawati, Indonesia dilanda begitu banyak tindak terorisme di dalam negeri. Sehingga fokus utama adalah memberantas tindak terorisme dalam negeri. Dalam politik luar negerinya pun terfokus bagaimana meningkatkan keamanan nasional dan juga ikut berperan aktif dalam memberantas tindak terorisme di dunia internasional. Indonesia bekerjasama dengan negera-negara di dunia terutama negara Amerika Serikat dalam memerangi tindak terorisme.
Memasuki pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pemerintah Indonesia tetap memfokuskan respon tentang tindak terorisme. Lalu bermunculan isu-isu lain seperti isu lingkungan dan isu perekonomian. Dalam beberapa hal saat ini Indonesia dianggap memiliki peranan yang besar di kancah internasional. Namun seakan-akan pemerintah Indonesia saat ini tidak memiliki sikap yang jelas dan tegas dalam mengambil keputusan. Presiden SBY mengatakan kebijakan politik luar negerinya masih tetap mengikuti prinsip bebas aktif dan lebih kepada “Thousand friends, zero enemy”.
Mengingat situasi internasional selalu berkembang, politik luar negeri suatu negara kerap mengalami perubahan. Indikator dari perubahan itu di antaranya dalam hal gaya pelaksanaan, dari low profile menjadi high profile atau mungkin sebaliknya; dalam hal titik berat, dari titik berat di bidang politik ke bidang ekonomi atau dari bidang ekonomi ke militer atau mungkin sebaliknya; atau dalam hal arah hubungan, dari yang berorientasi ke salah satu negara adikuasa ke Dunia Ketiga atau sebaliknya.
Bagaimana pun situasi internasional merupakan salah satu faktor yang harus diantisipasi dan diperhitungkan secara matang oleh setiap negara dalam rangka pembuatan kebijakan luar negerinya. Alasannya, karena situasi internasional tidak statis, melainkan selalu berkembang secara dinamis.
Dari pemaparan secara umum di atas mengenai politik luar negeri masing-masing presiden, tampak perubahan-perubahan gaya pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang pada masa Sukarno (1945-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile, flomboyan dan heroik, yang diwarnai sikap anti-imperialisme dan kolonialisme serta konfrontasi, begitu juga dengan Suharto dan Gus Dur masih bergaya High Profile, namun hingga masa presiden-presiden berikutnya menjadi semakin Low profile.
Sisi lain dari kepemimpinan Gus Dur sebagai presiden adalah dominasinya dalam pelaksanaan politik luar negeri. Dominasi itu ditunjukkan ”tur keliling dunia” yang menghabiskan 23 dari 40 hari pertama masa pemerintahannya, rekor baru yang fantastis dalam sejarah kepresidenan.
Wajar Ketua MPR Amien Rais dan Ketua DPR Akbar Tandjung mengkritik Gus Dur jangan terlalu sering melawat karena banyak persoalan domestik yang harus diselesaikan, seperti konflik Aceh. Namun Gus Dur menjawab, tujuan tur mengembalikan nama baik Indonesia, berharap investor menanamkan modal lagi, dan mencari dukungan internasional terhadap keutuhan Aceh sebagai bagian dari kita.
Dominasi Gus Dur bukan penyimpangan politik luar negeri. Bung Karno dan Pak Harto juga merupakan figur dominan dengan gaya berbeda. Bagi mereka bertiga, menteri luar negeri merupakan pembantu aktif yang menjalankan diplomasi dan wajib mengikuti panduan kepala negara.
Ada beda sedikit: Pak Harto lebih bersikap pasif menyerahkan otoritas kepada para menlu, sedangkan Bung Karno dan Gus Dur jauh lebih aktif bukan cuma menentukan arah, tetapi juga nuansa-nuansanya.
Peranan kepala negara vital karena posisi politis dan geografis Indonesia yang amat strategis. Negara-negara Asia dan Afrika mengandalkan kepemimpinan Indonesia di Gerakan Nonblok, Asia Tenggara menempatkan kita sebagai saka guru ASEAN.
Saat Perang Dingin berkecamuk, Indonesia menjadi rebutan Blok Barat dan Timur. Barat menjalankan kebijakan subversif agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunis, China dan Uni Soviet ingin menjadikan kita sebagai satelit.
Dominasi Bung Karno tampak dari peranannya menggalang Konferensi Asia-Afrika, Gerakan Nonblok, dan Conference of New Emerging Forces (Conefo). Bung Karno bahkan memerintahkan Perwakilan Tetap RI di New York memutuskan Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di tingkat regional, Bung Karno menggagas pembentukan poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Beijing-Pyongyang yang cenderung berkiblat ke Blok Timur. Sikap agresif Bung Karno ditunjukkan pula melalui politik konfrontasi terhadap Malaysia.
Dominasi Pak Harto tecermin dari perubahan orientasi politik luar negeri yang pro-Barat dan ”diabdikan untuk pembangunan ekonomi”. Bantuan dana untuk Orde Baru berdatangan dari negara-negara Barat berkat politik luar negeri yang antikomunis. Pak Harto memutuskan hubungan diplomatik dengan China.
Politik luar negeri Pak Harto berhasil menjaga kesinambungan kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara dengan melanjutkan gagasan Bung Karno mengenai kerja sama regional melalui pembentukan ASEAN lewat Deklarasi Bangkok 8 Mei 1967. Ini tindak lanjut dari cita-cita Bung Karno membentuk Association of Asian States (ASA) 31 Juli 1961 dan Maphilindo (5 Agustus 1963).
Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat jelas dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas dalam berbagai sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia juga secara cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam dunia internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde Baru dapat membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa pihak menilai bahwa pada masa presiden Soeharto yang jelas anti komunisme hubungan dengan negara-negara komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada negara-negara Barat yang pada masa presiden Soekarno terabaikan.
Parlemen Orde Lama dan Orde Baru tidak terlalu mempersoalkan dominasi kepala negara kecuali untuk isu-isu kontroversial. Keterlibatan aktor-aktor masyarakat terbatas karena tak begitu peduli dengan proses pengambilan keputusan politik luar negeri yang elitis.
Namun, saat Gus Dur memimpin, asumsi itu berubah. Globalisasi memaksa rakyat dan parlemen giat mengikuti perkembangan internasional dan regional yang berpengaruh terhadap situasi domestik. di era pemerintahan Abdurrahman Wahid sebagai presiden ke-4 Republik Indonesia, mulai menapaki terminologi dari sebuah Demokratisasi yang baru. George Kahin dalam bukunya Indonesian Foreign Policy and the Dilemma of Dependence (1976), menyebutkan bahwa politik luar negeri Indonesia senantiasa sangat dipengaruhi oleh politik domestik. Hal ini terbukti ketika dimulainya masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa “Gus Dur” ini. Jika dilihat kembali beberapa karakteristik cara diplomasi yang dilakukan oleh presiden Soekarno hingga Habibie yang cenderung melakukan diplomasi yang multilateral, dalam pemerintahan Gus Dur ketika memimpin Republik Indonesia ini, lebih mengedepankan diplomasi secara Bilateral. Mengapa demikian? Gus Dur selalu menampakan moment-moment pertemuan antarnegara dengan sikap yang bisa dikatakan fun. Fun disini berarti bahwa ketika Gus Dur melakukan kunjungan kenegaraan, suasana yang bisa dibilang “formal” bisa dibuat menjadi terkesan lucu atau dapat mencairkan suasana yang memanas. Teori fun yang dilakukan untuk mencairkan suasana ini dapat memudahkan transaksi kepentingan dan bahkan mempermulus pertarungan strategis, dan juga bisa meningkatkan bargaining position terhadap posisi Indonesia yang saat itu sedang melemah.
Memang benar, posisi Indonesia ketika dipimpin oleh presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 1999 ini mengalami depresi yang teramat berat. Ketika Indonesia dihadapkan dengan tragedi kerusuhan Mei 1998, kemudian Negara Timur Leste yang memerdekakan diri, dan beberapa kasus-kasus lainnya, mengakibatkan bahwa Gus Dur harus mampu memulihkan citra positif dari Indonesia. Hal ini dibuktikan, ketika Gus Dur melakukan lawatan atau kunjungan ke Luar Negeri lebih sering, tercatat bahwa Gus Dur pernah melakukan kunjungan ke 10 Negara Eropa – Asia hanya dalam waktu 17 hari saja. Walaupun hal ini terkesan sebagai sebuah Tour presiden, namun lebih menekankan bahwa kunjungan kenegaraan ini digunakan untuk menghadirkan citra positif bagi bangsa Indonesia dan kemudian dapat terbentuknya lagi bantuan perekenomian dari negara-negara Eropa maupun Asia. Tak mudah menilai sukses tur keliling dunia Gus Dur karena usia pemerintahannya yang pendek.
Pernyataan politik luar negeri perdana Gus Dur mengumumkan rencana pembukaan hubungan dagang dengan Israel. Ada dua alasan: pertama, menggairahkan hubungan dengan lobi Yahudi. Indonesia paling tidak bisa minta tokoh Yahudi, George Soros, tak mengacaukan pasar uang/modal untuk menghindari krisis moneter. Kedua, meningkatkan posisi tawar Indonesia menghadapi Timur Tengah yang tak pernah membantu Indonesia mengatasi krisis moneter.
Melalui Menlu Alwi Shihab, Gus Dur memperkenalkan tiga elemen politik luar negeri. Pertama, menjaga jarak sama dengan semua negara, kedua hidup bertetangga baik, dan ketiga ”kebajikan universal”.
Seperti Bung Karno, Gus Dur berambisi mewujudkan ”poros kekuatan” di Asia. Ia sempat memulai prakarsa tersebut dengan menggagas Forum Pasifik Barat yang terdiri dari Indonesia, Timor Timur, Papua Niugini, Australia, dan Selandia Baru yang sempat disuarakan ke sembilan negara ASEAN.
Masih segar dalam ingatan, Gus Dur membujuk Singapura menyetujui pembentukan Forum Pasifik Barat dalam KTT ASEAN di Singapura, November 2000. Menteri Senior Lee Kuan Yew menolak permintaan itu. Wajar jika Gus Dur langsung ngamuk, membuat Singapura gempar. ”Pada dasarnya orang Singapura melecehkan Melayu. Kita dianggap tak ada. Lee Kuan Yew menganggap saya sebentar lagi turun (dari jabatan presiden). Singapura mau enaknya sendiri, cari untungnya saja,” kata Gus Dur.
Sebelum itu Gus Dur mengemukakan pembentukan poros (axis) Indonesia-China-India. Tak lama kemudian ia memprakarsai pula poros ekonomi Indonesia, Singapura, China, Jepang, dan India. Sayang, sejumlah negara Barat—dan beberapa sekutu mereka di kawasan ini—merasa khawatir dengan fenomena ”kebangkitan Asia” ala Doktrin Wahid ini.
Gus Dur minta bantuan Mensesneg Bondan Gunawan dan sejumlah teman untuk merumuskan pembentukan organisasi Dewan Keamanan Nasional. Sebagai presiden, Gus Dur juga menampakkan ketegasannya seperti ia berkeinginan setiap sarapan sudah di-brief tentang perkembangan politik dan keamanan regional/internasional yang mutakhir dan apa yang harus dilakukan pemerintah.
KESIMPULAN
Pada masa itu seharusnya kita bangga menjadi warga Merah-Putih karena keberanian dan tekad besar Gus Dur mengembalikan pamor Indonesia sebagai kekuatan menengah yang sedang tercabik oleh krisis moneter, konflik sosial, dan proses disintegrasi. Walaupun dengan keadaan fisiknya yang kurang baik, namun Ia seorang visioner, ilmuwan, praktisi, sekaligus presiden luar negeri yang mungkin sukar kita temukan lagi. Saya menyukai gaya kepemimpinan Gus Dur yang bisa dikatakan Talk Less Do More, ia tidak seperti SBY yang terlalu berlarut-larut tanpa ujung dalam memikirkan suatu masalah dan akhirnya menyerahkan kepada menteri-menteri atau bawahannya, yang pada akhirnya memanfaatkan kesempatan itu untuk korupsi sehingga permasalahan tersebut terbengkalai dan ujung-ujungnya SBY yang terkena kesan buruk. Gus Dur tampak lebih tegas dan tak banyak bicara, ketimbang menyerahkan penyelesaian masalah kepada bawahannya yang belum tentu akan sanggup mengerjakan, ia lebih suka langsung bertindak dengan caranya yang bisa dikatakan unik, walaupun caranya itu terkadang tidak dimengerti publik hingga menjadi kontroversi. Meskipun dari segi fisik dan kemampuan untuk melihat Gusdur terlihat sangat kurang memahami pemerintahan, namun dalam prakteknya ia sangat memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
-Ikrar Nusa Bhakti. Reinterpretasi Politik Luar Negeri Indonesia dan Kemandirian Regional Asia Tenggara (Studia Politika 2). Jakarta:1998.
-Ananda, Azwar dan Junaidi Indrawati (2008) Hubungan Internasional konsep dan teori. UNP Press: Padang
-MacDonald, David B., Robert G. Patman and Betty Mason-Parker (2007) THE ETHICS OF FOREIGN POLICY. Ashgate Publishing Company: Burlington USA
-http://kompas.com/politik.luar.negeri.Gus Dur
-Politik Luar Negeri IndonesiaAntara Idealisme dan Rasionalisme « Photoshop Tutorial – Graphic Design.htm
-http://Wordpress.com/Dynamics Of International Relations.htm
-Myself opinion.my brainJ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H