Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta, menyatakan bahwa penetapan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai Kelompok Separatis Teroris (KST) berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018. Dalam undang-undang tersebut, terorisme didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Akibatnya, pada 2 Mei 2021, Dewan Diplomatik TPNPB-OPM Akouboo Douw mengancam status terorisme yang ditetapkan Pemerintah ke KKB. Adapun ancaman tersebut adalah TPNPB-OPM akan mengumumkan kampanye untuk memusnahkan tidak hanya anggota militer ilegal yang menduduki Papua, tetapi juga orang Jawa ilegal dan pemukim lainnya yang mencuri tanah adat dan sumber daya orang Papua Barat. Pada 3 Mei 2021, telah terjadi pembakaran gedung puskesmas, sekolah, dan fasilitas jalan. Adapun bangunan yang dirusak adalah gedung SD Mayuberi, sedangkan fasilitas jalan yang dirusak yakni Jalan Jembatan Kimak, Jalan Tagaloa, dan Jalan Wuloni di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak. Berlanjut pada 7 Mei 2021, KKB Papua menyerang kantor Polsek Ilaga dengan tembakan dan membakar rumah salah seorang warga setempat. Lalu, pada 8 Mei 2021, KKB Papua membakar lembaga yang dibentuk oleh rakyat untuk masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan di Kampung Kimak, Ilaga, Kabupaten Puncak.
KKB adalah sebutan penegak hukum Indonesia untuk kelompok militan yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono mengungkapkan bahwa Egianus Kogoya merupakan pemimpin separatis senior dan komandan dari sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kelly Kwalik. Di tahun 2009, Egianus membentuk kelompoknya sesudah Kelly tewas dalam serangan polisi.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan separatis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya. OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah tersebut ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan hasil perjanjian antara Belanda dengan Indonesia. Perjanjian tersebut dianggap OPM sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain. Pada tanggal 1 Juli 1971, OPM memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat namun segera ditumpas oleh militer Indonesia di bawah perintah Presiden Soeharto. Lalu, pada tahun 1982, Dewan Revolusioner OPM didirikan dengan tujuan untuk menggalang dukungan masyarakat internasional untuk mendukung kemerdekaan wilayah Papua Barat. Mereka mencari dukungan melalui PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.
Kesenjangan sosial yang sangat begitu tajam antara warga pendatang dan warga asli serta eksploitasi alam bumi Papua yang membabi buta semakin menambah deretan alasan gerakan separatis ini. Daerah Intan Jaya, khususnya di Distrik Supaga merupakan daerah potensi tambang emas. Adanya rencana penambangan Blok Wabu oleh PT Aneka Tambang Tbk dikhawatirkan semakin meningkatkan eskalasi konflik bersenjata di Intan Jaya. Selain itu, situasi geografis Papua seperti vegetasi dan hewan yang ada membuat KKB Papua lebih kuat bertahan daripada pasukan pemukul dari TNI dan Polri. Anggota KKB Papua juga diberikan tempat berlindung di wilayah adat sehingga memberikan perlindungan ketika tengah dikejar oleh aparat keamanan.
Berbagai peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh KKB Papua menyebabkan korban yang berasal dari kalangan sipil, seperti guru, siswa, tukang ojek, masyarakat biasa, personel TNI dan Polri terluka bahkan hingga tewas. Masyarakat menjadi resah dan ketakutan sehingga sekitar 600 warga yang berasal dari Kampung Bilogai, Kumlagupa, dan Puyagiya mengungsi ke sebuah gereja Katolik. Selain itu, KKB Papua merusak sejumlah fasilitas yang ada, seperti gedung sekolah, perumahan guru, gedung puskesmas dan akses jalan raya di sejumlah wilayah Kabupaten Puncak, Provinsi Papua.
Menyikapi ancaman keberadaan KKB Papua, Pemerintah Provinsi Papua mendorong agar TNI dan Polri melakukan pemetaan kekuatan KKB yang melingkupi persebaran wilayah, jumlah orang, dan ciri-ciri khusus yang menggambarkan tubuh organisasi tersebut. Pemerintah Provinsi Papua juga meminta kepada Pemerintah Pusat dan DPR RI agar melakukan pengkajian kembali dan konsultasi bersama Dewan Keamanan PBB mengenai penyematan label terhadap KKB sebagai teroris karena akan memiliki dampak psikososial bagi Warga Papua di perantauan. Hal ini ditakutkan akan memunculkan stigmatisasi negatif yang baru bagi warga Papua di perantauan.
Menurut pengamat terorisme Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Zaki Mubarak menilai, bahwa gerakan KKB Papua disebabkan kekecewaan terhadap pendekatan pemerintah yang bersifat hard approach, dengan cara militeristik, bukan dengan cara-cara yang lebih kultural dan persuasif sehingga Pemerintah Provinsi Papua menginginkan agar pendekatan keamanan (security approach) di Papua dilakukan lebih humanis dan mengedepankan pertukaran kata dan gagasan bukan pertukaran peluru.
Ruang gerak dan tindak kekerasan yang dilakukan KKB perlu dipersempit bahkan ditumpas karena tidak mungkin negara membiarkan korban dari kalangan masyarakat sipil maupun aparat terus bertambah. Tindakan penculikan dan pembunuhan yang dilakukan KKB benar-benar sudah melewati batas toleransi. KKB Papua yang telah ditetapkan sebagai Kelompok Separatis Teroris (KST) memiliki keinginan memisahkan diri dari Indonesia. Hal ini tentunya mengancam integrasi nasional karena Papua merupakan bagian dari Indonesia yang seharusnya tetap bersatu dalam integrasi nasional walaupun memiliki perbedaan dalam beberapa aspek.
Integrasi nasional merupakan proses mempersatukan bagian-bagian, unsur atau elemen yang terpisah dari masyarakat menjadi kesatuan yang lebih bulat, sehingga menjadi satu bangsa. Penguatan nilai integrasi nasional pada masyarakat Indonesia menjadi penting karena dengan integrasi nasional merupakan modal kuat membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan nasional. Terjadinya gerakan bersenjata seperti KKB Papua menghalangi terwujudnya tujuan nasional dan kemajuan bangsa yang tercantum dalam UUD 1945 alinea ke-4, yang berbunyi, “...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Oleh karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia perlu mempertahankan kesetiaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui peningkatan nilai integrasi nasional yang dapat dilakukan dengan selalu membangun dan menghidupkan komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk selalu bersatu; bertindak diri sesuai dengan peraturan yang berlaku di berbagai lingkungan; tidak bertindak dengan semena-mena atas dasar kekuasaan yang dimiliki; tidak menciptakan kelompok-kelompok yang dapat mendorong Bangsa Indonesia ke arah disintegrasi nasional; selalu bertindak adil antar sesama; bersikap penuh dengan empati, tenggang rasa, dan toleran terhadap sesama warga negara; serta memberikan kebebasan menganut agama kepada orang lain.