Mohon tunggu...
Vetty Mazidah
Vetty Mazidah Mohon Tunggu... -

Bijaksana dalam memilih, bijaksana pula dalam melangkah..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Permainan Hati

24 April 2014   00:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:17 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian satu

Serasa hembusan angin ini menjalar hingga ke ubun-ubun kepalaku. Karena suasana malam ini begitu dingin hingga menusuk tulang-tulang ku. Dan aku sendiri masih menggigil tanpa batasan sebuah selimut yang menutup tubuh mungil ku.
“ Annida,, annidaaaa.. “
Suara yang sangat dikenal itu memanggilku dari jauh, dengan nada berteriak dia menyebut nama ku. Seakan-akan telingaku ini tak menempel di tubuhku.
“ iya kakak,, ada apa? Aku disini, diloteng melihat bintang”
Aku perjelas semuanya tentang keberadaan ku, agar si crewet itu tak bertanya lagi.
tapi apa yang terjadi “ Aku gak Tanya dimana kamu, dan sedang apa kamu. Aku menanyakan tentang nomor rekeningmu. Aku butuh itu untuk mendapatkan uang transfer dari teman ku”
“apa??? Hanya butuh itu hingga memangilku sekeras petir ” gerutuku dalam hati.
“anidaaa..”
“cari sendiri diatas tumpukan buku didalam almari nomor 2”
Setelah menjawab semua pertanyaan kakak ku aku pun melanjutkan lamunan ku dengan menghadap gugusan bintang malam itu. Ah,, semuanya terlihat indah. Seindah gambaran wajah orang yang sangat aku sayangi. Seiring waktu yang semakin menunjukan kegelapan malamnya, aku pun turun dan melihat kakak ku.
“kakaaaaaak,, jangaaaaaan!!”
Aku berteriak histeris ketika aku melihat kakak ku dengan tangannya yang cekatan mulai membakar semua catatan harian ku.
“kenapa kau masih saja menulis tentang orang yang telah menyakitimu dek?” Tanya kakak terhadap ku dengan muka memerah karena marah.
“Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan kak,, aku hanya ingin goresan ku menjadi bukti bahwa aku sangat mencintainya. Aku hanya ingin menulis kegundahan hatiku ditengah lemahnya denyut nadiku kakak” Jelasku dengan sesenggukan terhadapnya.
Kakak ku pun langsung merangkulku dan akhirnya memelukku. Buliran Kristal bening kami pun tak terasa beradu di pundak. Mata kami sembab oleh tangisan itu.
Selang waktu yang menyesakakn dada, hinggap hingga diujung pelita. Bagai pujangga yang punya rona mempesona. Sajak ku melambung tinggi namun tak terjamah.
“Biarkan waktu yang akan menjawab semuanya dek” Suara itu menyadarkan ku dari kesedihanku. Lalu sebisa mungkin ku sunggingkan senyuman yang walau terpaksa aku lakukan.
“senyummu pahit dek, gak usah tersenyum kalau memang tak bisa tersenyum”
Ketika kalimat itu dilontarkan dari bibirnya aku pun menangis sejadi-jadinya.
“kakaaaak,, kenapa dia begitu jahat kakak. Kenapa dia melepaskan aku begitu cepat kakak. Tidakkah dia tau bahwa aku sangat mencintai juga menyayanginnya. Tidak kah dia tau kakak, bahwa aku sekarang berjuang sendiri menghdapi maut ku. Tidak kah dia tau kakaak.” Suara tangisan ku terasa menggelegarkan ruangan ini.
“kau harus tau akan 1 hal dek, tak selamanya cinta itu memiliki. Karena keagungan cinta itu terletak pada yang mencintai. Bukan pada yang dicintai. Apakah yang mencintai masih bisa mendo’akan orang yang dicintai selagi mereka sudah tidak bersama lagi. Apakah yang mencintai masih bisa menjaga hatinya untuk selalu menangis dalam pelukan Rabbnya untuk mengadu tentang keresahan hati yang dirasakannya. Apakah yang mencintai masih memminta kepada Sang Khalik untuk menjaga orang yang dicintainya, meskipun orang yang dicintainya tak pernah berdo’a tentangnya.”
Seperti mendengar kesejukan saat kakakku ku berkata seperti itu. Sempat terpikir pula, dari mana kakak ku mendapatkan kata-kata yang seindah itu. Tapi percuma, aku sudah lemas oleh tangisan ku dan aku hanya bisa terduduk diam sambil menangisi kebodohan ku.
“kakak, bolehkah aku masih menyayanginya?”
“Tidak..!!!! kata-kata ku tadi bukan berarti membuka peluang untuk mu agar tetap menyayanginya. Sebagai kakakmu aku gak mau kau terluka dek, aku gak mau kamu lebih banyak menderita. Tidak taukah kamu apa yang dikatakan dokter kemarin kepada kakak. Umurmu hanya tinggal menunggu pasir itu habis dan berbalik. ‘’
“jika kakak tau umurku tinggal menunggu pasir itu habis dan berbalik, kenapa kakak tak mengizinkan ku untuk menyayanginya di sisa-sisa umur ku ini. Kenapa kakak tak izinkan aku untuk sedikit saja masih berharap padanya”
Aku menatap mata kakak ku dengan tatapan yang sangat tajam, seakan-akan tak trima jika aku tak diizinkan untuk menyanginya.
Sakit memang, jika diteruskan seperti ini. Ragaku yang lemah juga tak mendukung ku untuk berfantasi dengan hayalan-hayalan ku bersama dia.
Memikirkannya membuat otak ku lemah, hingga ku harus mengorbankan kakak ku untuk menerima segala kegundahan hati ku.
***
“ masih memikirkan dia ann? ” Tanya teman disebelah ku pada saat jam kosong.
“ iya mik. Otak ku masih terpusat padanya ” Dengan nada sedih aku ungkap itu semua.
“ Ekspresimu membuatku takut ann “
“aku bukan hantu yang akan menakutimu mik, aku adalah manusia biasa yang berharap cinta ku kembali padaku”
Aku langsung berlari setelah menyeleseaikan ucapan ku pada amik.
Namun tiba-tiba saja, ada suara langkah kaki yang mulai mendekatiku, dan si pemilik langkah kaki itu pun mulai memanggilku, dan suara itu sangat tidaklah asing untuk ku. Tapi raga ku ini tak mau menoleh untuk melihatnya, karena ada rasa takut untuk menoleh kebelakang. Ku lupakan suara itu dan ku terus melanjutkan langkah ku yang gontai. Tapi tak disangka tangan itu menarik lengan ku dengan kuatnya, hingga aku jatuh dipelukannya.
“ Aku merindukan mu, kenapa kau lari? “
Sungguh aku terkejut mendengar suara itu membisik halus ditelingaku. Tangan ku pun dengan tanpa sadar membalas pelukannya dan melingkarkan lengan ku dipinggangnya. Tanpa sadar pula air mata ku ini menetes dan membasahi dadanya yang bidang itu.
tak ada kalimat yang keluar dari mulutku satu pun, karena yang keluar dan yang terdengar adalah suara tangisku.
“ Aku sangat merindukan mu,, bunda “ Ucap dia dengan suara isak tangis pula.
Dan tangisan ku juga semakin menjadi-jadi ketika dia memanggilku dengan sebutan “bunda”.
Tapi tak lama, tangisan itu pun terhenti oleh sebuah tamparan yang mengenainya dan itu menyaktikanku.
“plak,,plak “
Suara isak tangis yang tadinya mungkin terdengar hingga di loby sekarang menjadi hening dan menetes begitu saja tanpa suara.
“ Kenapa kau menangis bodoh ?! kemana saja kau selama ini?! Kemana saja kau, disaat adik ku berjuang sendiri?! Dasar manusia bodoh?! Jangan harap kau bisa mendekati adik ku lagi dan menyakitinya lagi.! Sampai denyut nadi ku tak berdetak pun aku tak akan mengizinkannya ”
Suara itu, dengan lantangnya terucap dari bibir kakak ku. Aku juga hanya bisa diam, dan tak bisa berucap apa-apa. Bibir ku terbungkam. Mata ku sayu dan tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap dan seperti bayangan dan kemudian aku tak tau apa yang selanjutnya terjadi
“ Aku hanya mengujinya kak, maafkan aku. Karena hingga kini aku masih menyayanginya. ”
Kalimat itu yang aku dengar pertama kali pada saat aku sadarkan diri. Aku tak bisa menangis bahkan hatiku marah dengan perkataannya itu.
Dia pikir gampang mungkin menghadapi penyakit ini sendiri, sedangkan dia orang pertama yang mengerti tentang penyakitku malah mempermainkan aku seperti robot dimasa kecilnya.
“ mengujinya kamu bilang? Kau pikir hati adikku adalah karet yang dapat kau tarik ulur dengan seenaknya hah..???!!!!”
Hanya dua kalimat itu yang aku dengar dengan jelas dan kalimat-kalimat berikutnya yang mereka bicarakan aku tak mendengarnya lagi. Tiba-tiba kepalaku pusing tak tertahankan. Tapi tak mau aku menjerit sekerasnya seperti yang biasa aku lakukan jika hanya ada kakak disampingku. Tanganku membungkam mulutku sekeras-kerasnya hingga suara ini tercekat dan tertahan dalam tenggorokan. Aku hanya tak mau orang yang baru kutemui tadi mengetahui betapa tersiksanya aku kini dengan penyakitku yang perlahan membunuhku.
Ketika semuanya dapat teratasi akupun menghampiri mereka yang masih dengan sikap dinginnya bertatap wajah.
“ kakak..” aku memanggilnya dengan suara parau.
“ dek, ayo pulang. Kuman dan bakteri disini lebih banyak dari biasanya “ kata kakaku ketus. Menandakan bahwa kakak begitu membenci Azka yang datang untuk menemuiku.
yah, Azka Putra Pratama namanya. Nama orang yang begitu aku sayangi namun meninggalkanku dengan alasan hanya untuk mengujiku dan hingga kini masih menyayangiku. Aku tak mau percaya dengan kata-katanya tadi tapi entah kenapa aku luluh begitu saja dalm pelukannya yang hangat tadi, mungkin aku tlah benar-benar merindukannya dan masih sangat mencintainya.
Pesona senja, hilangkan sedikit pemikiran konyolku yang masih terlihat bodoh. Permainan hati macam apa yang tengah diperankannya padaku?
Apakah aku tokoh utama dalam dramanya?
Ataukah hanya sebuah lakon sesaat yang dapat dia buang ketika permainan itu tlah berakhir. Kehidupanku bukanlah manga ataupun drama korea yang dapat dengan mudahnya berakhir bahagia. Karena aku sendiri tak tau sampai kapan aku dapat bertahan dengan kakiku dan melangkahkannya untuk berjalan menujumu.
dan pertanyaan-pertanyaanku itu tadi seketika buyar ketika suara handphone ku berdering denagn lembutnya. Ada sebuah pesan masuk.
“ bunda, ayah minta maaf atas kelancangan ayah mempermainkan bunda,. Ayah tau bunda sendirian menghadapi penyakit itu yang semakin membunuh bunda. Ayah tau penderitaan bunda “ itulah isi pesan tersebut dari Azka. Ingin ku abaikan pesan itu tapi entah kenapa tanganku ini tak mau menuruti keinginannku.
“ terimaksih atas pengertiannya. Dan juga maaf saya sudah bukan bundamu lagi. Saya sudah bundanya orang lain “ Tanpa sadar aku membalasnya dengan pesan yang seperti itu. Dan kutunggu balasan darinya, sebagian hatiku masih penasaran dengan kalimat apa yang akan dikirimkan olehnya sebagai balasan pesanku.
“ Tersenyum dan hanya bisa tersenyum. Menikmati indah cinta tulus darimu. Meski jarak memisahkan langkahku. Kau tetap sempurna dan berarti bagiku. Kini ku sadari penantianku hanya padamu. Meskipun ku jauh, ku tetap mencintaimu. Tak kan berakhir cinta sejati dariku. Meskipun tak bisa kugenggam erat tanganmu. Cinta ini tetap menjadi milikmu. Suatu saat jika ku bersamamu. Kan ku jaga dirimu hingga diujung waktu “. Selesai ku membaca balasan pesan itu, tak terasa buliran Kristal bening ini mengalir dengan derasnya. Hingga senja yang sedari tadi menayaksikanku telah berganti dengan dewi malam yang ikut meredupkan cahaya hatiku.

Bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun