Mohon tunggu...
Lala Tirto Soerjo Lala Tirto
Lala Tirto Soerjo Lala Tirto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Strata 1 jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Tadulako, Palu Sulawesi Tengah.\r\n\r\nkarya yang paling berharga itu ada pada tulisan kita,\r\nya kita akan hidup abadi Karena menulis. Suara yang takkan pernah padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, bahkan samapai jauh di kemudian hari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kapitalisme: Monopoli Alat Produksi

28 Juni 2013   03:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:19 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekitar 0:20 Wita, suara gerobak besi (Arco) melintasi gang sempit depan kosan berdiding papan yang berderet di kawansan masomba. Bersamanya, lelaki yang kira-kira berusia 40 tahun, berjalan perlahan seperti hendak berusaha menghambat laju gerobak besi itu. iya, rupanya yang dia lakukan agar tak menimbulkan suara brisik dari benturan atara roda gerobak dan bebatuan di gang itu. Mungkin lelaki itu paham, pukul 0:20 adalah waktu dimana kebanyakan orang istirahat, sehingga dia tak ingin menganggu tetangganya yang sedang tertidur pulas. Di ujung gang, di bawah sinar neon yang bias menghajar gelap, lelaki itu berhenti sejenak, rupanya hanya untuk menyalahkan sebatang tembakau yang mungkin bisa menemaninya di sepannjang jalan yang sunyi, setelah itu ia lanjut berjalan dan perlahan menghilang bersamaan dengan jangkauan bias sinar neon yang semakin jauh semakin redup, hanya kepulan asap yang dia tinggalkan.

Rutinya, lelaki itu kembali dari aktifitas malamnya sebelum Azan Subuh berkumandang, bersama gerobak besinya yang sudah terisi tumpukan kardus bekas, kemudian disusun rapi di depan kosan paling ujung dari deretan kosan dikawasan masoba tersebut. kosan ujung itu merupakan tempat tinggal bersama dengan keluarga kecilnya. Ketika kardus-kardus bekas itu sudah tertumpuk lebih banyak, makan di jual ke pada pengumpul.
pagi sekitar 07.00 lelaki itu sudah tak terlihat batang hidungnya dikosan, entah sudah terbang kemana lagi ia. kemudian sore hari, sekitar pukul 16.30 disaat istrinya membimbing beberapa anak tetangganya belajar membaca Iqra, ia kembali dengan baju lusuh dan basah penuh dengan kucuran kringat. aktifitas malam dan siang seperti cerita diatas rutin saban hari ia lakukan.

Cerita di atas merupakan cerita rutinitas lelaki tua gang kosan Masomba di Kota Palu Sulawesi Tengah, siang dan malam harus bekerja demi kebutuhan keluarganya terpenuhi. kemudian apa yang bisa kita simpulkan dari kisah lelaki berumur 40 tahun tersebut? kenapa ia harus tinggal di kota dan bergantung hidup di kota? apa yang terjadi di desanya sehingga ia memilih menyewa kosan dan tinggal di kota? untuk menjawabnya secara kongret mungkin perlu melihat lebih dalam atas apa yang dialami oleh keluarga lelaki tua tersebut.

Tetapi, hal demikian tidak terlepas dari adanya indikasi terjadi penguasaan ruang produksi yang monopolistik, terlebih lagi di pedesaan. Melihat semakin ekstrimnya ekspansi pengelolaan sumber daya alam berbasis produksi yang kapitalistik, dengan wataknya selalu memonopoli lahan-lahan bersekala puluhan ribu hektar. Hal ini terjadi karena produksi kapitalistik berorientasi pada keuntungan atau profit, yang berujung pada penyingkiran para petani dari ruang-ruang produksinya, sehingga petani haru kehilangan alat produksinya (tanah), tidak ada pilihan lain selain menjual tenaga kerjanya untuk menghidupi keluarganya dan juga ada yang memilih mengadu nasib di kota seperti pak tua tersebut.

Logika produksi kapitalisme adalah terus melakukan ekspansi agar akumulasi terus menerus berlangsung, dan semboyangnya adalah Re-investasi, dengan terus meningkatkan sekala produksi. Dengan demikian secara bersamaan ekspansi baru dari kapitalisme akan mempetak-petak ruang baru, melakukan pengusuran baru, menimbulkan cerita akumulasi primitif baru, menghancurkan produksi yang non kapitalis , dan terus memproduksi syarat-syarat kekerasa dan penindasan baru.

Cerita demikian sangat relevan dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Misalnya di Sulawesi Tengah. Hal ini terjadi pada ekspansi perkebunan Kelapa sawit yang merampas tanah-tanah petani puluhan ribu hektare seperti PT.KLS di Kec. Toili Kab. Luwuk, PT. ALL dan Sinar Mas di Kab. Morowali dll. sama halnya dengan ekspansi Pertambangan Nikel Kab. Morowali dengan 187 IUP. Semua kisah tentang ekspansi produksi kapitalisme, terutama berbasis ruang ekstraktif, selalu berujung penyingkiran petani dan perusakan lingkungan, dan berlanjut pada penghisapan terhadap kelas pekerja (buruh) oleh kelas kapitalis. Bahkan sampai berakibat pada jatuhnya korban jiwa. seperti yang terjadi di Tiaka tahun 2011 lalu, dimana 2 Nelayan meninggal dunia dan 3 lainya luka-luka ditembak aparat keamanan ketika melakukan aksi di PT. JOB Pertamina-Medco Tomori, karena akibat aktifitas perusahaan minyak tersebut hasil penangkapan ikan mereka rendah. Dan juga di Balaesang Tanjung 1 petani meninggal dunia ditembak aparat keamanan saat aksi menolak perusahaan tambang emas yang akan merampas perkebunan mereka pada 2011 lalu.

Inilah mengapa kemudian penting mengkrtitik produksi yang kapitalistik, yang roh daripada corak produksi tersebut adalah terjadinya eksploitasi terhadap kelas pekerja, dengan merekayasa organisasi produksi yang sangat barbarian dan kejam, dan berbasis pada kepentingan individual. Tetapi dengan demikian kritik terhadap kapitalisme bukan berarti menolak porduksi berbasis Industrialisasi baik itu di sektor perkebunan, pertanian, pertambangan, manufaktur atau yang lainya. kritik terhadap kapitalisme merupakan keritik terhadap corak produksi yang eksploitatif, yang berbasis pada pengerukan profit semata, karena produksi yang demikian akan berdampak terhadap kehancuran baik kemanusiaan maupun lingkungan. Produksi berbasis industrialisasi yang didorong dengan kemajuan teknologi dan Ilmu pengetahuan meupakan implementasi dari kemajuan tenaga produktif, jika dalam produksinya terencana dan terorganisasi dengan baik, dan tidak berorientasi pada kepentingan indifidual atau profit, pasti kondisi demikian ini akan lebih memanusiawikan manusia di kolong langit ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun