Orang pintar minum tolak angin!
Hayo siapa sih yang pada nggak tahu tag line iklan tersebut? Pasti sudah sangat familir di kita ya. Apalagi kalau bukan tag line iklan Tolak Angin Sidomuncul, salah satu pelopor jamu terbesar di Indonesia. Identik sekali jika masuk angin, ya larinya ke Tolak Angin Sidomuncul. Benar tidak?
Nyatanya saya belum cukup pintar, mengapa? Karena jujur, saya itu bukanlah pecinta jamu. Padahal saya asli tinggal di Jawa, dimana jamu itu sudah sangat melekat di kehidupan sehari-hari. Jikalau keluarga saya jelas pecinta jamu, justru berbanding terbalik dengan saya. Nenek saya sering sekali bikin jamu tradisional sendiri di rumah. Kerap sebagai persediaan, ditaruh di lemari es. Saya menolehnya saja tidak, apalagi meminumnya. Beda sekali dengan adek saya, gemar sekali minum jamu.Â
Malahan seperti minum jus saja, pakai sedotan dituang di gelas besar sembari bersantai. Saya? Saya lebih memilih kopi yang  sebenarnya nggak baik untuk dikonsumsi sering-sering.Â
Setiap kali nenek bikin jamu, mau nggak mau saya harus dicekokin sembari diancam (hehe) dulu supaya mau minum. Saya bukannya nggak suka, tapi mungkin nggak terbiasa, jadi jamu bukanlah hal yang harus saya minum atau konsumsi. Padahal, kita nggak boleh selamanya mengandalkan obat-obatan kimia bukan?
Saya itu tergolong orang dablek atau susah buat minum jamu. Dipikiran saya, minum jamu itu hanya untuk orang sakit. Nyatanya jauh dari hal demikian saja. Jamu itu banyak berkhasiat untuk tubuh, semisal menjaga tubuh agar tetep fit dalam beraktivitas. Salah satunya ya Tolak Angin Sidomuncul. Kalau masuk angin ya Tolak Angin. Tapi, beda halnya sama saya. Ya karena saya nggak suka minum jamu, dipikiran tersugesti pasti rasanya nggak enak.
Saya sempat heran sih, dulu beberapa siswa saya sering mengonsumsi Tolak Angin, diminum langsung dari sachetnya. Saya kerap bertanya bahkan tak jarang kesal, beberapa sachet Tolak Angin dalam UKS habis dilahap mereka padahal nggak sakit. Ini nih, mindset saya yang salah. Tolak Angin nyatanya bukan hanya obat herbal yang diminum jika masuk angin saja. Bahkan bisa banget untuk menjaga kebugaran tubuh, biar tetep fresh. Jadi, nggak heran mereka dengan entengnya mengonsumsi. Mereka jadi lebih semangat dalam setiap aktivitas, khususunya proses pembelajaran.
Saya kerap begadang, kalau nggak nulis ya nonton film berjam-jam lamanya. Dampaknya buruk sih buat saya pribadi. Badan lemes, lesu padahal masih pagi. Dan kantung mata makin menghitam. Serta, saya kerap merasa mual seperti juga perut kembung. Dampak begadang ini nggak langsung sih, makin bertahap yang makin bikin tubuh saya loyo. Tiap sore hari apalagi menjelang magrib, selalu ngerasa nggak beres dengan perut.Â
Kembung, bahkan mual kepengin muntah tapi susah dikeluarin. Rasanya nggak enak banget. Malamnya saya harus nulis, saya harus belajar. Jikalau dengan kondisi seperti ini, jadi nggak maksimal. Banyak tugas terbengkalai karena saya memilih untuk tidur mengistirahatkan badan. Tapi, nyatanya tidur saja nggak cukup. Efeknya tengah malam, saya masuk angin. Keringat bercucuran, perut seperti ombak terombang-ambing. Saya mengalaminya hampir 3 hari berturut-turut, sampai ibu menyarankan saya buat minum Tolak Angin.
Benar adanya, saya tak cukup pintar untuk menjaga kesehatan, kebugaran, serta stamina buat badan sendiri. Jikalau pengennya instan, produk ini instan juga. Instan yang bukan berarti khasiatnya juga instan ya, justru lebih.Â