Seperti yang telah dibahas sebelumnya, dalam P3B (tax treaty) yang dipakai oleh Indonesia belum secara jelas mengatur mengenai penghasilan atas e-commerce tersebut.Â
Pengenaan pajak atas e-commerce kepada Wajib Pajak luar negeri itu disebut-sebut dalam Undang-Undang PPh, yaitu diaturnya perangkat elektronik untuk menjalankan usaha secara elektronis (dedicated server) sebagai bentuk usaha tetap (BUT) dan adanya perluasan definisi royalti. Dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh definisi royalti ditambahkan dengan royalti yang berhubungan dengan kegiatan ecommerce yaitu:
- Penerimaan atau hak penerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa
- Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.
Perluasan definisi royalti ini merupakan salah satu upaya agar perdagangan via elektronik atau e-commerce bisa dipajaki di Indonesia. Di samping itu, ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-undang PPh ini memberi dasar hukum yang lebih kuat dalam hal pengenaan PPh Pasal 26 atas berbagai jenis pembayaran royalti yang selama ini belum diatur secara tegas.
Namun demikian, bila ternyata transaksi itu terkait dengan penduduk dari salah satu treaty partner, maka pengenaan pajaknya harus memperhatikan tax treaty yang bersangkutan. Bila ternyata treaty tidak mengatur klausul royalti terkait dengan e-commerce, maka bisa jadi ketentuan itu tidak bisa diberlakukan kepada penduduk dari treaty partner.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H