Mohon tunggu...
Panggil aku, Ve
Panggil aku, Ve Mohon Tunggu... Penulis freelance -

Penulis, reporter, mantan aktivis kampus.\r\n\r\nSeorang yang sangat percaya bahwa masa depan berawal dari sebuah impian.\r\n\r\nMarried to Hasrul Setiawan (Ahmad Wahidi)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Belajar Empati dari Semut

30 September 2015   12:58 Diperbarui: 30 September 2015   13:07 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sepintas tidak ada yang istimewa dari seekor semut. Ia hanya hewan kecil dan tak berdaya. Sekali ‘sentilan’ saja dia mati. Dari segi performa, tidak menarik tetapi unik. Lantas bagaimana mungkin kita belajar dari semut sedangkan kita lebih sempurna? Mungkin saja, kawan. Tiada sesuatu pun di muka bumi ini yang Allah SWT ciptakan tanpa manfaat. Firman Allah SWT yang artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali 'Imraan, 3:190-191).

Mari kita tengok sejenak. Pernah melihat ‘sekarat’? Pasti pernah. Pertama kita melihat semut itu seorang diri saja. Namun, lama-kelamaan dari sudut kanan, kiri, depan dan belakang datang berpuluh-puluh semut lain. Mereka memapah semut yang ‘sekarat’ tadi tanpa komando! Contoh lain adalah ketika seekor semut merah menemukan sepotong roti manis. Teman-temannya akan membantu menggotong roti bersama, sekali lagi tanpa komando! Dua hal yang seharusnya membuka mata hati kita untuk merasa malu pada semut. Dalam Al qur’an terdapat ayat yang artinya :

“ Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
(QS. Al-Baqarah, 2:32).

Sungguh, pengetahuan kita ibarat kerikil di tengah lautan. Masih sangat kecil dan sempit. Seringkali kita mengabaikan semut. Padahal banyak hal yang bisa kita pelajari mereka. Termasuk belajar empati.

Ada sebuah kisah tentang betapa tingginya empati koloni semut terhadap semut yang lain. Koloni tersebut terdiri atas ratu semut, semut pejantan, semut prajurit, dan semut pekerja. Ratu semut dan semut pejantan menjaga kelestarian jenis kami. Ratu semut berukuran lebih besar dari yang lain. Tugas para semut pejantan adalah menjadikan sang ratu melahirkan bayi-bayi semut baru. Para prajurit bertanggung jawab melindungi koloni kami, berburu, dan menemukan tempat-tempat baru untuk membangun sarang. Kelompok terakhir terdiri dari semut-semut pekerja. Seluruh semut pekerja adalah semut betina yang mandul. Dengan kata lain, mereka tidak dapat melahirkan bayi-bayi semut. Mereka menjaga ratu semut serta bayi-bayinya, dan membersihkan serta memberi makan mereka. Selain itu, mereka juga melakukan pekerjaan-pekerjaan lain di dalam koloni. Mereka membangun gang-gang baru di dalam sarang, mencari makanan, dan membersihkan sarang. Di antara para semut pekerja dan prajurit juga terjadi pembagian lagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. Di antara mereka terdapat kelompok peternak, kelompok pembangun sarang dan kelompok pencari makanan. Sertiap kelompok mempunyai pekerjaan yang berbeda. Ketika satu kelompok bertempur melawan musuh atau berburu, satu kelompok yang lain membangun sarang, dan yang lain lagi bertanggung jawab dalam kebersihan dan perbaikan sarang.

Tidak ada rasa cemburu, persaingan atau ambisi di antara mereka. Mereka selalu saling tolong-menolong dan melakukan yang terbaik untuk koloni mereka. Segala sesuatu mereka kerjakan dalam koloni dengan pengorbanan diri mereka. Setiap semut senantiasa memikirkan kebaikan teman-temannya terlebih dahulu, baru kemudian dirinya sendiri. Contohnya begini: Ketika persediaan makanan dalam koloni berkurang, para semut pekerja segera merubah dirinya menjadi semut 'pemberi makan', dan mulai memberi makan semut-semut lainnya dengan makanan yang ada dalam perut mereka yang berfungsi sebagai penyimpan cadangan makanan. Ketika tersedia makanan yang cukup dalam koloni, mereka akan berubah kembali menjadi semut pekerja.

Nah, kawan. Masih adakah keraguan di hatimu untuk belajar dari seekor semut? Mulai dari sendiri, begitu kata semut. Mulailah dengan memberikan perhatian pada orang lain maka orang lain pun akan perhatian kepada dirimu. Saling tolong-menolong dan bekerjasama itulah kunci dari sebuah empati. Belajarlah kepada siapapun dan apapun. Sebuah empati itu tidak diperoleh dari karakter. Tetapi diperoleh bagaimana kita bisa memposisikan diri terhadap orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun